Menjelang usai pelajaran ekstrakurikuler tari, hujan bagai ditumpahkan dari langit. Sebagian siswa yang membawa mentel nekad pulang. Sementara, Listya beserta Bu Windah yang lupa membawa mantel harus bertahan tinggal di dalam aula sekolah itu. Karena hujan telah reda beserta datangnya senja, Listya beserta Bu Windah keluar dari aula. Menuruni anak tangga yang terletak di antara ruang lab dan ruang guru. Sewaktu di teras ruang lab, Listya mendengar suara gamelan yang bersumber dari aula. "Bu Windah mendengar suara gamelan itu?"
"Ya. Aku mendengarnya."
"Kita kembali ke aula, Bu?"
"Tak usah!"
"Tapi, aku penasaran."
"Penasaran boleh. Tapi, kau tak usah membuktikan."
"Kenapa, Bu?"
"Aku khawatir, kau nanti ketakutan." Bu Windah melihat kalau hujan mulai reda bersama lenyapnya suara gamelan itu. "Mari kita pulang, Lis!"
Listya mengikuti Bu Windah. Melangkah menuju ruang parkir, di mana sepeda motor mereka berada di sana. Sesudah keluar dari pintu gerbang sekolah, mereka berpisah jalan. Bu Windah ke arah  kiri. Listya ke arah kanan.Â
Sepanjang perjalanan pulang, Listya terus teringat dengan suara gamelan yang bersumber dari aula yang biasa digunakan untuk belajar tari.
Setiba di rumah, Listya menyalakan laptopnya. Menyambungkan kabel data dari kamera ke laptop. Sesudah foto Santi yang tengah mempraktikan tari Gambyong di aula itu diperbesar melalui Windows Picture and Fax Viewer, Listya terbelalak matanya.Â