Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Patung Pasir

10 April 2018   04:56 Diperbarui: 10 April 2018   05:17 1050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mengapa bukan perempuan?"

"Aku takut, ia akan menjadi pelacur. Atau sebagai anak durhaka yang tega merebut kekasih ibunya sendiri. Seperti kisah terburuk di Kota Gomorah."

"Bukankah laki-laki Sodom suka mengambil kaum sejenisnya sebagai istri. Membiarkan perempuan senasib boneka yang bercinta dengan kesenyapannya sendiri?"

Eva merasa disudutkan pada ruang persoalan simalakama. Kepalanya tersumbat sebongkah batu sebesar kepala gajah. Buntu. "Terserah padamu, Dam! Akan kau jadikan apa patung ini. Baik adanya bagiku."

"Bagaimana kalau aku ciptakan satu patung lagi? Biarkan patung yang pertama ini berkodrat lelaki. Sedang patung kedua berkodrat perempuan. Bukankah Tuhan mencipta perempuan dari tulang rusuk lelaki?"

"Itu ide brilian. Aku sepakat." Eva mengecup pipi suaminya dengan manja. "Apakah aku harus memejamkan mata lagi?"

"Tidak perlu!"

"Mengapa?"

"Karena kau harus menyaksikan peristiwa paling berharga yang segera aku tunjukkan padamu. Saksikan dengan mata dan sepenuh jiwamu!"

Eva bersimpuh di depan suaminya. Urjung rambutnya yang panjang bergerai hampir menyentuh pasir. Menambah keanggunannya sebagai calon ibu yang bakal melahirkan anak-anak Adam. Di planit bumi yang kabarnya kian kejam.

Dengan penuh penghayatan, Adam menggenggam pasir. Meletakkannya di bawah pusar patung itu. Memahatnya menjadi lingga. Lalu ia menumpuk-numpuk pasir di samping patung pertama. Menciptakan patung baru, lengkap dengan yoninya. "Nah.... Selesailah sekarang."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun