"Mengapa bukan perempuan?"
"Aku takut, ia akan menjadi pelacur. Atau sebagai anak durhaka yang tega merebut kekasih ibunya sendiri. Seperti kisah terburuk di Kota Gomorah."
"Bukankah laki-laki Sodom suka mengambil kaum sejenisnya sebagai istri. Membiarkan perempuan senasib boneka yang bercinta dengan kesenyapannya sendiri?"
Eva merasa disudutkan pada ruang persoalan simalakama. Kepalanya tersumbat sebongkah batu sebesar kepala gajah. Buntu. "Terserah padamu, Dam! Akan kau jadikan apa patung ini. Baik adanya bagiku."
"Bagaimana kalau aku ciptakan satu patung lagi? Biarkan patung yang pertama ini berkodrat lelaki. Sedang patung kedua berkodrat perempuan. Bukankah Tuhan mencipta perempuan dari tulang rusuk lelaki?"
"Itu ide brilian. Aku sepakat." Eva mengecup pipi suaminya dengan manja. "Apakah aku harus memejamkan mata lagi?"
"Tidak perlu!"
"Mengapa?"
"Karena kau harus menyaksikan peristiwa paling berharga yang segera aku tunjukkan padamu. Saksikan dengan mata dan sepenuh jiwamu!"
Eva bersimpuh di depan suaminya. Urjung rambutnya yang panjang bergerai hampir menyentuh pasir. Menambah keanggunannya sebagai calon ibu yang bakal melahirkan anak-anak Adam. Di planit bumi yang kabarnya kian kejam.
Dengan penuh penghayatan, Adam menggenggam pasir. Meletakkannya di bawah pusar patung itu. Memahatnya menjadi lingga. Lalu ia menumpuk-numpuk pasir di samping patung pertama. Menciptakan patung baru, lengkap dengan yoninya. "Nah.... Selesailah sekarang."