Tidak ada kehidupan yang mulia di dunia ini tanpa ditebus dengan laku prihatian. Karenanya, Sutasoma sebelum menjadi raja Hastina melakukan laku lelana brata terlebih dahulu. Suatu laku yang ditujukan untuk mendapatkan ilmu, pengetahuan, serta pengalaman empirik. Sesudah perbekalan dianggap cukup, Sutasoma mengakhiri lelana bratanya untuk mengawali hidup baru sebagai raja di Hastina. Raja yang adil dan dicintai oleh seluruh punggawa dan rakyatnya.
2. Menjadi budak kenikmatan merupakan ciri raksasa
Salah satu sifat raksasa adalah menjadi budak kenikmatan dan selalu mengkhalalkan segala cara di dalam meraih satu tujuan. Hal ini dicontohkan dengan tokoh raja raksasa Kalmasapada atau Purusada dalam Kakawin Sutasoma.Â
Semula raja tersebut cukup merasa nikmat dengan menyantap daging anjing dan babi. Namun sesudah anjing dan babi di negeri itu habis, juru masak kerajaan mencari mayat manusia untuk dimasak dan disajikan pada Kalmasapada. Karena daging mayat manusia itu lebih nikmat ketimbang daging anjing dan babi, Kalmasapada meminta pada juru masak untuk disajikan menu daging manusia setiap hari. Itulah Kalmasapada, tokoh manusia rakus yang tidak pernah merasa puas dengan kenikmatan yang diberikan oleh Tuhan. Manusia kanibal yang tidak pernah lagi takut dosa dan hukuman Tuhan. Sekalipun di dalam Kakawin Sutasoma, Kalmasapada kemudian disadarkan oleh Sutasoma yang bersedia dengan tulus untuk disajikan kepada Bhatara Kala.Â
3. Kemenangan sejati dapat ditempuh tanpa mengalahkan
Kemenangan sejati adalah kemenangan yang diraih tanpa berusaha untuk mengalahkan. Hal ini telah dilukiskan dalam Kakawin Sutasoma melalui tokoh Sutasoma.
Contoh pertama:
Sewaktu berjalan di tengah hutan, Sutasoma bertemu dengan harimau kelaparan yang ingin memangsa anaknya sendiri. Oleh Sutasoma, harimau itu diminta untuk memangsa dirinya ketimbang memangsa anaknya yang belum berdaya itu. Tanpa berpikir jauh, harimau itu menuruti permintaan Sutasoma. Memangsa Sutasoma sesudah puas mengisap darahnya. Sesudah Sutasoma meninggal, harimau itu menyesali kesalahannya. Tak lama kemudian, datanglah Dewa Indra untuk menghidupkan kembali Sutasoma. Sesudah Sutasoma hidup kembali, harimau itu menjadi anak buahnya.
Contoh kedua:
Di tengah perjalanan, Sutasoma bertemu Dasabahu yang sedang bertarung dengan Kalmasapada. Tanpa ragu, Sutasoma menghampiri Kalmasapada yang ingin menyajikan 100 raja untuk Bhatara Kala. Kepada Kalmasapada, Sutasoma bersedia sebagai tumbal asal 100 raja yang akan dipersembahkan pada Bhatara Kala itu dilepaskan. Mendengar pernyataan tulus dari Sutasoma, Kalmasapada kemudian melepaskan raja-raja itu. Di hadapan Sutasoma, Kalmasapada bertobat atas kesalahannya.
-Sri Wintala Achmad-