Mendengar ucapan terakhir Syeh Amongraga, Jamal dan Jamil bergegas kemas. Jauh sebelum bedhug, mereka meninggalkan gubug Ki Ageng Karang melalui pintu belakang. Menyusuri jalan setapak berbatu di sepanjang puncak bukit kecil di kaki Gunung Karang ke arah desa Maledari di kaki Gunung Gora.
***
Sore akan segera melepaskan senja pada malam. Bersama burung-burung yang terbang di angkasa sebentuk anak panah untuk berpulang ke sarangnya itu; Syeh Amongraga, Jamal, dan Jamil membelokkan langkah menuju sebuah gubug reyot. Di dalam gubug itu, mereka bertemu dengan Ki Buyut Wasi Bagena yang tengah melakukan lelana brata. Menjelajahi tempat satu ke tempat lainnya untuk mencapat satu tujuan akhir -- kasampurnaning dumadi.
"Ki...." Syeh Amongraga yang telah duduk di ambenan gubug itu bertanya dengan nada santun. "Bolehkah kami menumpang barang semalam untuk melepaskan lelah di gubug ini?"
"Bagaimana aku harus menjawabnya, anak muda? Karena aku tak merasa membangun gubug ini. Apalagi merasa memilikinya. Gubug ini sudah ada, sebelum aku sampai di kaki Gunung Gora. Entah siapa yang membangun dan merasa memiliki gubug ini. Aku tak tahu."
"Apakah Aki seorang pengembara?"
"Bukan. Tapi, aku seorang penjelajah yang mengetahui tujuan akhir. Sebagaimana Bima yang melakukan penjelajahan batin dari pertapan Sokalima hingga dasar samudera laya. Apakah anak muda pernah mendengar kisah penjelajahan batin Bima?"
"Ehm...." Syeh Amongraga yang merasa tersindir karena pengembaraannya semata untuk menghindari buruan orang-orang Mataram itu sontak tersentak. "Belum, Ki. Apakah Aki mau mengisahkannya padaku?"
"Bila anak muda tak bosan mendengarkannya, akan aku kisahkan penjelajahan batin Bima."
"Kisahkan padaku, Ki! Aku akan menyimaknya dari awal hingga akhir."
"Baiklah!" Ki Wasi Buyut Bagena menyalakan lampu minyak jarak dengan api yang dipercikan lewat gesekan dua batu item, saat kegelapan malam mulai turun bersama kabut dari puncak Gunung Gora. "Blencong yang dinyalakan memancarkan cahaya pada kelir. Sang Bima mengayunkan langkah kaki menuju pertapan Sokalima. Tiada hasrat yang ingin dicapainya, selain ingin mendapatkan pentunjuk Druna gurunya tentang dimana tirta perwitasari itu berada. Oleh gurunya, Bima disarankan untuk memenuhi persyaratannya terlebih dahulu. Mendapatkan susuhing angindi puncak Gunung Candramuka. Sesudah mendapatkan yang dicari melalui Sang Hyang Bathara Indra dan Sang Hyang Bathara Bayu, Bima kembali pada gurunya. Oleh Druna, Bima diperintahkan untuk menyelam ke dasar samudera laya. Di situlah, tempat tirta perwitasari."