Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Gerbong No. III"

16 Maret 2018   07:44 Diperbarui: 16 Maret 2018   07:52 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ya!"

"Ciumlah keningku! Itu sudah cukup membuktikan kalau kau benar-benar mencintaiku."

Palasara mencium kening perempuan yang berlumuran darah itu. Ciuman yang tidak pernah dirasakan kedahsyatannya sewaktu mencium pacar-pacar sebelumnya.

"Palasara, aku mencintaimu!" Lara tersenyum. Semanis cinta yang tidak pernah dirasakan madunya sejak masih orok di dalam rahim ibunya sampai bertemu dengan lelaki itu. Lara mengatupkan kedua tingkap matanya. Sementara Palasara hanya menitikkan air mata. Mendekap tubuh Lara yang sedingin balok es. Betapa Ajaib! Mayat Lara berubah menjadi segumpal kabut. Menebar ke seluruh ruangan gerbong. Beraroma melati. Harum sekali!

***

KERETA melesat menuju Ibukota Astinapura. Seluruh penumpang di dalam gerbong No III saling bertatapan. Saat menyaksikan mayat Lara telah lenyap dari pandangan, mereka serempak membuka lubang hidungnya. Senasib napi-napi yang terbebas dari sel penjara. Menghirup udara di padang luas. Mabuk, tertidur, mendengkur, dan melelehkan liur dari mulutnya yang bau bangkai.

***

AMBANG fajar. Kereta tiba di stasiun terbesar di Astinapura. Seluruh penumpang yang terbangunkan petugas stasiun melalui pengeras suara turun dari setiap gerbongnya. Sementara, Palasara masih lelap tertidur. Terjaga, sesudah telinganya menangkap bisikan lembut seorang perempuan. "Lara?"

"Bukan!'' Aku Dini. Lengkapnya Dini Tetrania. Pramugari kereta."

"Jangan berbohong, Nona! Rambutmu, matamu, dan tubuhmu mengingatkanku pada Lara. Semalam yang mati di tangan seorang perwira keparat."

"Demi Tuhan, aku tidak berbohong!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun