Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ajaran Orang Jawa Lewat "Lelagon Dolanan Bocah"

16 Februari 2018   15:08 Diperbarui: 16 Februari 2018   15:21 1271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DI MASA silam, lelagon Gundhul-Gundhul Pacul selalu dinyanyikan oleh anak-anak saat berkumpul di halaman. Saat lelagon itu dilantunkan, ada seorang atau dua bocah lelaki melangkahkan kaki sambil menari di halaman dengan kepala dan kedua tapak tangan di samping telinga yang bergerak-gerak.

Selain itu, lelagonGundhul-Gundhul Pacul juga sering dilantunkan oleh seseorang anak untuk mengejek anak lain yang habis dipotong gundul. Meskipun pengertian gundhul pacul adalah potongan berkuncung. Potongan yang masih menyisakan rambut di bagian muka berbentuk cangkul.

Adapun lelagonGundhul-Gundhul Pacul yang menyiratkan nilai-nilai kearifan orang Jawa tersebut tertulis sebagai berikut: //Gundhul-gundhul pacul-cul/Gembelengan/Nyunggi-nyunggi wakul-kul/gembelengan/Wakul glimpang/Segane dadi salatar/Wakul glimpang/Segane dadi salatar//[7]

Lelagon Gundhul-Gundhul Paculyang diungkapkan secara simbolik tersebut mengimplikasikan tentang pesan moral agar manusia tidak menjadi takabur. Karena ketakaburan dapat menjadikan seseorang tidak akan pernah mensyukuri terhadap apa yang menjadi harta-bendanya. Sehingga harta-bendanya bagaikan nasi yang tumpah di halaman. Tidak memiliki makna bagi kemaslahatan.

Menthok-Menthok

SEBAGAIMANA lelagonGundhul-Gundhul Pacul, lelagon Menthok-Mentok pula sering dilantunkan oleh anak-anak masa silam dengan disertai tarian di halaman. Syair dari lelagon Menthok-Menthok yang terkadang menimbulkan gelak tawa bagi pendengarnya itu tertulis sebagai berikut: //Menthok-menthok, tak kandhani/Mung rupamu angisin-isini/Mbok ya aja ngetok/Ana kandhang wae/Enak-enak ngorok/Ora nyambut gawe/Menthok-menthok mung lakumu/Megal-megol gawe guyu//.[8]

Lelagon Menthok-Menthok sesungguhnya menyiratkan pesan moral yang sangat luar biasa. Sekalipun memiliki wajah buruk dan jalan yang membuat ketawa, namun menthok tetap menunaikan tugasnya sebagai makhluk hidup. Bekerja dan tidak hanya mendengkur di dalam kandang. Bila kita ingin menjadi manusia sejati, teladani kehidupan menthok. Jangan menjadikan kekurangan fisik sebagai penghalang untuk mendapatkan hidup dengan bekerja keras. [Sri Wintala Achmad, pemerhati budaya Jawa]

Catatan Kaki:

[1] Terjemahan syair Padhang Bulan: //Malam terang bulan Lekaslah untuk bermain/Bermain di halaman/Menikmati sinarnya yang benderang/Mengusir gelap hingga lari terbirit-birit//.

[2] Terjemahan syair Tamba Ati: //Obat hati itu ada lima perkara/Pertama membaca Qur'an dan memahami maknanya/Kedua melakukan sholat malam/Ketiga berkumpul dengan orang soleh/Keempat harus melakukan puasa/Kelima dzikir malam yang lama/Salah seorang yang bisa melaksanakan itu semua/Maka Allah akan berkenan mengabulkannya//.

[3] Terjemahan syair Ilir-Ilir: //Bangun, bangunlah/Tanaman sudah mengembang/Betapa hijau dan subur/Seperti pengantin baru//Anak gembala, anak gembala/Panjat dan petikkan belimbing itu/Sekalipun licin, panjatlah pohon itu/Untuk membasuh pakaianmu//kain Dodot-mu/Berumbai-umbai robek di tepi/Jahitlah, sulamlah/Untuk menghadap nanti sore//Selagi besar rembulannya/Selagi luas jangkauannya/Mari bersorak/Bersorak mari//.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun