Dari lelagon Ilir-Ilir tersebut, kita dapat menangkap pesan moral yang tersirat di dalamnya. Adapun pesan moral yang ingin disampaikan oleh Sunan Kalijaga, antara lain:
- Selagi berusia muda, hendaklah manusia selalu melaksanakan ajaran agama (Islam). Agar dapat melaksanakan agama dengan benar, maka manusia harus melaksanakan rukun Islam, yakni: membaca sahadat, melakukan sholat, melakukan puasa, membayar zakat, dan naik haji bila kuasa.
- Bila telah mampu melaksanakan rukun Islam dengan baik, maka manusia akan dapat membasuh segala dosa yang menodai jiwanya.
- Hanya dengan jiwa yang telah terbebas dari dosa, manusia akan diperkenankan menghadap Tuhan sesudah tiba masa kematiannya. Selain itu, manusia diperkenankan untuk singgah di alam kebahagiaan abadi yang bernama surga.
Tangise Wong Wedi Mati
SAMPAI detik ini, penulis belum mendapatkan salah satu sumber terpercaya tentang siapa nama kreator lelagonTangise Wong Wedi Mati. Adapun syair dari lelagon yang pernah dibawakan oleh Kris Biantoro dan sangat bernuansa magis bila dilantunkan itu tertulis lengkap sebagai berikut: Gedhongana, kuncenana/Tangise wong wedi mati/Hala hela, he wong mati/Mangsa balia//.[4]
Melalui lelagonTangise Wong Wedi Mati itu, kita dapat menangkap bahwa terdapat kodrat-kodrat yang tidak bisa diwiradat. Salah satu kodrat yang tidak bisa diwiradat adalah kematian. Bila kodrat kematian seseorang telah tiba, maka ia tidak akan dapat mengelak. Sekalipun ia menangis iba agar Tuhan mencabut kodratnya. Sekalipun ia bersembunyi di dalam gedung dengan pintu terkunci, agar malaikat maut tidak dapat menyentuhnya. Kematian adalah keputusan mutlak Tuhan pada seluruh umat manusia di permukaan bumi.
Bang-Bang Wis Rahina
LELAGON dolananBang-Bang Wis Rahina merupakan karya Ki Hadi Sukatno yang sangat populer di zaman dahulu. Karena popularitasnya, lelagon dolanan yang melukiskan tentang suasana indah di saat pagi hari itu dirilis kembali oleh Swarawarti dan Kiai Kanjeng. Adapun syair lelagon dolananBang-Bang Wis Rahina tertulis lengkap sebagai berikut: //Bang-bang wis rahina/Srengengene muncul-muncul/Sunar sumamburat/Cit-cit-cuit-cuit/ Cit-cit-cuit-cuit cit-cuit/Rame swara ceh ocehan//Krengket kerat-keret/Krengket kerat-keret/Nimba aneng sumur, sumur, sumur/Adus gebyar-gebyur/Segere kepati segere kepati/Kepati, dimen bagas kuwarasan//.[5]
Bila dikaji lebih dalam, lelagon dolananBang-Bang Wis Rahina bukan sekadar melukiskan suasana indah di pagi hari, namun pula memberikan ajaran kepada anak-anak untuk gemar mandi pada saat matahari terbit di langit timur. Sebab dengan mandi di pagi hari, tubuh akan menjadi sehat. Dengan tubuh yang sehat, pikiran menjadi segar. Sehingga saat mengikuti pelajaran di sekolah, anak-anak dapat mengikuti pelajaran dengan baik.Â
Gumregah
LELAGON dolananGumregah merupakan karya Ki Hadi Sukatno. Lelagon dolanan yang hanya terdiri dari empat baris dalam satu bait ini sangat menarik bila dilantunkan bersama oleh anak-anak saat pagi hari. Adapun lirik lelagon dolananGumregah adalah sebagai berikut: //Gumegrah gumregah ndang tangi/Lah aja pijer ndheg tumoleh/Cek cekat-ceket ditandangi/Ndang-ndang rampung migunani//.[6]
Kalau menilik liriknya, lelagon dolananGumregah ini memberikan ajaran kepada anak-anak untuk segera bangun saat pagi tiba. Bangun bukan sekadar untuk duduk santai, namun bangun untuk segera membantu orang tua dalam pekerjaan. Di dalam melakukan pekerjaan tersebut, anak-anak hendaklah tidak ragu-ragu. Namun dengan sepenuh keyakinan, agar pekerjaan tersebut cepat terselesaikan dan hasilnya dapat bermanfaat bagi seluruh anggota keluarga.
Gundhul-Gundhul Pacul  Â