Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gunung Srandil dan Ajaran Semar

11 Februari 2018   16:36 Diperbarui: 11 Februari 2018   16:40 3115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SELAIN dikenal sebagai wilayah penghasil minyak dan ikan, Cilacap dikenal melalui berbagai tempat wisatanya. Nusa Kambangan, Benteng Pendem, Teluk Penyu, Gua Selok, Pantai Widara Payung, Kumbang Kangkung, Pantai Kamulyan, dan Gunung Srandil merupakan tempat-tempat wisata yang sangat memikat untuk dikunjungi. 

Terutama, Gunung Srandil. Tempat yang selalu ramai pada saat malam Jum'at Kliwon dan Selasa Kliwon ini tidak sekadar menjadi tujuan para wisatawan; namun pula para politikus, seniman, budayawan, dan spiritualis. 

Bagi para spiritualis; Gunung Srandil yang terletak di Glempang Pasir, Adipala, Cilacap itu merupakan tempat paling tepat untuk diziarahi sambil mengenal petilasan-petilasan serta melaksanakan laku nyepi seperti berpuasa atau bermeditasi. 

Karena tak khayal, tampak beberapa orang tengah bermeditasi atau berziarah di salah satu titik Gunung Srandil pada siang hari. Bahkan terdapat beberapa orang yang telah melakukan ziarah selama berhari-hari.

Petilasan dan Kaki Semar

srandil4-5a800e4a16835f023d3fb6d2.jpg
srandil4-5a800e4a16835f023d3fb6d2.jpg
GUNUNG Srandil yang diyakini oleh banyak orang sebagai Pancering Bumi memiliki banyak petilasan. Petilasan-petilasan yang dapat disaksikan sewaktu peziarah mengelilingi Gunung Srandil itu, antara lain: Petilasan Kaki Semar (Kaki Tunggul Sabdajati Daya Amongraga), Petilasan Syekh Jambu Karang (Dampo Awang atau Sam Po Kong), Petilasan Mbah Gusti Agung Herucakra (Syekh Baribin), Petilasan Eyang Sukmajati, Petilasan Eyang Gusti Agung, dan Petilasan Nini Dewi Tunjung Sekarsari.

Di seputar Gunung Srandil, terdapat pula beberapa petilasan lain, seperti: Petilasan Eyang Kumalayekti, Petilasan Eyang Wuruh Galih, Petilasan Argapuyuh, Petilasan Eyang Pakujati, dsb. Sementara di puncak Gunung Srandil yang diyakini sebagai puncak kahyangan tersebut terlihat Petilasan Eyang Langlang Buwana dan Eyang Mayangkara. Menurut para spiritualis, bahwa puncak Gunung Srandil merupakan tempat kadewatannya Kaki Semar.

Namun dari sekian petilasan di Gunung Srandil, hanya Petilasan Kaki Semar yang paling tersohor di kalangan masyarakat luar Cilacap. Ini sangat wajar. Mengingat Semar yang dianggap sebagai Sabdapalon Sang Pamomong Raja-Raja Tanah Jawa itu telah sekian lama dikenal oleh masyarakat. 

Bahkan sekalipun hanya tokoh fiktif yang dimitoskan, namun sebagian masyarakat meyakini keberadaan Semar sebagai leluhur di tanah Jawa. Mereka pun menyimbolkan bahwa Semar sebagai kawula ajiwa bathara. Rakyat yang berjiwa dewa.

Karena sebagai kawula ajiwa bathara, Kaki Semar dianggap oleh para peziarah menjadi leluhur utama di Gunung Srandil. Dengan demikian, setiap ritual yang akan dilakukan oleh peziarah harus mengikuti petunjuk gaib dari Kaki Semar. 

Dimana peziarah akan melakukan ritual dengan mengelilingi Gunung Srandil dengan melawan arah jarum jam sembari melafalkan kata-kata suci. Ini dimaksudkan agar peziarah dapat bertemu dan mendapatkan petunjuk dari Pangreh Gaib yang tak lain Tuhan itu sendiri. Dengan demikian sangat bertentangan dengan ajaran Kaki Semar, bila berziarah di Gunung Srandil untuk mencari pesugihan atau pemenuhan tujuan-tujuan sesat lainnya.

Ajaran Kaki Semar

SEBELUM memasuki kompleks ziarah Gunung Srandil, para peziarah biasanya memasuki Padepokan Agung Mandalagiri yang dibangun oleh Paguyuban Cahya Bawana. Di padepokan itulah, para peziarah yang merupakan putra-wayah Kaki Semar berkumpul pada setiap malam Jum'at Kliwon. Tidak ada tujuan yang akan mereka capai, selain menyimak wewarahluhung (ajaran-ajaran luhur) dari Kaki Semar.

Selain ajaran-ajaran luhur yang dapat dicerap oleh putra wayah, sesungguhnya terdapat tiga ajaran utama di balik simbol Kaki Semar. Pertama, Semar yang menjadi pamomong Pandhawa itu memiliki makna simbolis sebagai manusia yang telah mampu mengendalikan panca inderanya. 

Dengan mengendalikan panca inderanya, manusia tidak akan mudah terpikat dengan kemilaunya dunia hingga terperosok ke jurang kesengsaraan.

Kedua, Semar yang bernama lain Badranaya (Nayantaka) itu memiliki makna simbolis sebagai manusia yang telah mampu mengendalikan empat nafsunya, yakni: amarah, aluamah, supiyah, dan mutmainah. 

Dengan mengendalikan seluruh nafsunya itu, manusia niscaya berhasil menjalani hidup sebagaimana yang diwejangkan Ranggawarsita melalui Serat Kalatidha-nya. Di dalam hidup, manusia hendaklah selalu elinglanwaspada.

Ketiga, Semar merupakan simbolisasi seorang kawulaalit. Manusia yang selalu bersikap rendah hati; bersifat jujur, sabar, dan penuh kasih pada sesama, serta berpenampilan sederhana. 

Dengan kepribadiannya itu, manusia akan menjadi kawula ajiwa bathara. Manusia yang akan pro aktif turut hamemayu hayuning bawana. Menjaga alam semesta dari kehancuran yang diakibatkan oleh kerakusan manusia.

Seusai menyimak tiga ajaran simbolik dari Kaki Semar, para peziarah akan semakin paham bahwa Gunung Srandil bukan tempat untuk mencari pesugihan atau sekadar berwisata, melainkan sebagai padepokan alam. Tempat para peziarah untuk dapat memperoleh pengetahuan yang bersumber dari ajaran Jawa. Pengetahuan yang dapat memberikan pencerakan jiwa. [Sri Wintala Achmat, pemerhati budaya Jawa]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun