"Tak ada, Nyonya Tua."
"Kalau tak ada, kenapa kamu menggangguku?" Uti Putri tampak jengkel. "Dari pada hanya menggangguku lebih baik kamu bereskan pekerjaanmu!"
"Maaf...." Pelayan itu menjawab dengan nada santun. "Saya tak bermaksud mengganggu Nyonya Tua. Saya hanya ingin menyampaikan pesan Nyonya Muda sebelum berangkat ke mini marketnya. Pesan beliau, seyogianya Nyonya Tua tak melupakan sarapan. Beliau tak ingin Nyonya Tua jatuh sakit. Hidangan sudah saya sajikan di meja makan."
"Terima kasih. Tapi, sayang. Pagi ini, saya tak berselera makan."
"Apakah masakan saya tak enak, Nyonya Tua?"
"Masakanmu enak. Tapi setiap saya akan makan, selalu teringat dengan pemandangan yang sangat mengerikan. Mataku melihat bahwa sungai yang mengalir tak jauh dari rumah ini tak hanya membawa sampah bercampur limbah, namun juga mayat-mayat manusia. Sungguh saya tak lagi kerasan tinggal di rumah ini. Lebih baik baik kembali tinggal di desa."
Mendengar sungai itu disebutkan oleh Uti Putri, pelayan sontak teringat cerita dari orang-orang. Cerita tentang sungai itu yang pernah banjir besar di pertengahan tahun silam hingga menelan korban ratusan jiwa manusia. Selebihnya, harta dan benda yang tak sempat diselamatkan oleh pemiliknya.
"Sudahlah!" perintah Uti Putri pada pelayan itu. "Lebih baik kamu selesaikan pekerjaanmu, ketimbang ngurusi diriku!"
Sebelum pelayan itu memberikan jawaban melalui setangkup bibir yang basah lipstik merah mawar, Uti Putri menutup pintu kamarnya dari dalam. Merasa tak dihargai oleh Uti Putri, pelayan yang kemudian melangkah ke arah mesin cuci dekat dapur itu menggerundel dalam hati. Baru menghidupkan mesin cuci, pikiran pelayan itu tak pada pekerjaan. Melainkan pada sungai yang sewaktu-waktu akan meluapkan banjir besar lagi. Mendadak pelayan mulai tak kerasan bekerja di rumah itu.
***
UTI Putri tak lagi menghabiskan waktunya untuk duduk di balik jendela ruangan depan lantai ke tiga rumah itu pada ambang senja. Sehari sesudah berbicara dengan pelayan itu, Uti Putri meninggalkan rumah Bram tanpa sepengetahuan siapapun. Karenanya, Yan menjadi bingung atas kepergian ibunya.