Food and Agriculture Organization (FAO) memiliki peran penting dalam upaya mengatasi krisis ketahanan pangan yang melanda Myanmar. Berdasarkan data FAO, sekitar 2,8 juta penduduk Myanmar mengalami rawan pangan akut pada tahun 2022. Â Krisis ini diperparah oleh konflik internal yang terjadi di negara tersebut sejak tahun 2011. Konflik telah mengakibatkan pengungsian sekitar 1 juta penduduk dan mengganggu produksi serta distribusi pangan.
FAO telah melakukan berbagai program bantuan kemanusiaan guna mengatasi krisis pangan di Myanmar. Salah satu program utama FAO adalah  Dry Zone Programme yang dilakukan di wilayah Central Dry Zone seperti Magway, Mandalay, dan Sagaing, wilayah-wilayah ini rawan mengelami kekeringan dan memiliki resiko tinggi terhadapa krisi pangan .
Program ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas pertanian di wilayah tersebut . FAO memberikan bantuan bibit tanaman toleran kekeringan, pupuk, serta alat pertanian kepada petani lokal. Selain itu, petani juga diberikan pelatihan teknik bercocok tanam yang tepat. Hasilnya, program FAO ini berhasil meningkatkan hasil panen hingga 40% di beberapa desa. Hal ini sangat membantu mengurangi dampak krisis pangan akibat konflik dan bencana alam di Myanmar. Namun, tantangan besar masih ada mengingat konflik dan ketidakpastian politik yang masih berlangsung hingga kini.
Oleh karena itu, upaya FAO diperlukan dalam jangka panjang untuk membangun ketahanan pangan yang berkelanjutan di Myanmar. FAO menyusun Humanitarian Response Plan guna mengatasi krisis kemanusiaan di Myanmar. Humanitarian Response Plan (HRP) merupakan rencana aksi kemanusiaan 3 tahunan (2022-2025) yang disusun FAO untuk Myanmar HRP berfokus pada pemulihan sektor pangan dan pertanian yang hancur akibat konflik di Myanmar.Â
Tujuannya adalah memastikan ketahanan pangan 15,2 juta penduduk yang mengalami rawan pangan di Myanmar. HRP memuat program prioritas FAO seperti bantuan pangan darurat, rehabilitasi infrastruktur pertanian, pelatihan petani, dan advokasi kebijakan. Rencana aksi HRP disusun berdasarkan pemantauan dan analisis FAO atas perkembangan terkini krisis pangan di Myanmar. HRP terus diperbarui sesuai kondisi lapangan guna memastikan relevansi program FAO dalam mengatasi krisis pangan Myanmar. Jadi HRP merupakan panduan strategis FAO dalam merespons dan menangani krisis ketahanan pangan yang melanda Myanmar saat ini.
Rencana aksi ini berfokus pada:
1. Bantuan darurat berupa makanan, bibit, dan peralatan pertanian bagi petani dan pengungsi
2. Rehabilitasi infrastruktur pertanian yang rusak akibat konflik
3. Pelatihan dan pendampingan teknik bercocok tanam maju
4. Peningkatan akses finansial dan pasar bagi petani
5. Koordinasi dan advokasi bersama institusi lokal dan global
Melalui rencana aksi tersebut, FAO bertujuan untuk memulihkan sektor pertanian yang hancur akibat konflik. FAO juga ingin memberdayakan petani lokal agar bisa bangkit dari keterpurukan ekonomi. Dengan demikian, ketahanan dan kedaulatan pangan Myanmar diharapkan dapat meningkat secara berkelanjutan. Â Partisipasi aktif pemerintah dan institusi lokal sangat dibutuhkan guna mendukung program-program FAO. Kerja sama erat antar pemangku kepentingan diperlukan agar upaya perbaikan sektor pertanian bisa berjalan optimal dan menyeluruh. FAO sendiri akan terus memantau situasi lapangan dan menyesuaikan rencana aksi seiring perkembangan terkini di Myanmar.
Selama peran FAO aktif dalam menangani krisis ketahanan pangan di Myanmar, organisasi ini juga mengalami beberapa kendala diantaranya adalah Berikut adalah tantangan-tantangan yang dihadapi FAO dalam upaya mengatasi krisis ketahanan pangan di Myanmar:
1. Konflik dan kekerasan yang terus. Kekerasan yang meluas telah mengganggu produksi dan distribusi pangan, sehingga semakin banyak penduduk yang mengalami rawan pangan.
2. Krisis ekonomi dan lonjakan harga pangan yang tinggi . Krisis ekonomi turut memperburuk daya beli masyarakat terhadap pangan. Lonjakan harga pangan juga membuat akses pangan semakin sulit.
3. Menurunnya produksi pertanian pada 2022). Penurunan hasil panen akibat gangguan konflik dan cuaca ekstrem semakin memperparah krisis pangan di Myanmar.
4. Sulitnya akses lapangan dan koordinasi program dari FAO. Kondisi yang tidak aman dan minimnya dukungan pemerintah menyulitkan FAO menjalankan program bantuan pangan di Myanmar.
5. Rentannya Myanmar terhadap bencana alam dan perubahan iklim Bencana alam seperti banjir dan kekeringan kerap melanda Myanmar, sehingga berisiko mengganggu ketahanan pangan.
Dengan berbagai tantangan yang ada, peran FAO sangat strategis dalam misi kemanusiaan mengatasi krisis pangan di Myanmar. Keahlian dan sumber daya FAO dibutuhkan untuk memulihkan dan memperkuat ketahanan pangan jangka panjang di negara yang dilanda konflik dan bencana alam ini. Dukungan global untuk aksi kemanusiaan FAO di Myanmar perlu terus ditingkatkan demi menyelamatkan jutaan nyawa dari ancaman kelaparan.
Selain adanya bantuan dari FAO Myanmar juga mendapatkan bantuan dana untuk mengatasi krisis ketahanan pangan dari CERF (Central Emergency Response).CERF) merupakan dana kemanusiaan PBB yang dikelola oleh OCHA (United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs). Tujuan CERF adalah memberikan dana cepat dan fleksibel guna mendanai kegiatan tanggap darurat dini pada krisis kemanusiaan. Termasuk krisis pangan. Di Myanmar, CERF mengucurkan dana sebesar US$ 25 juta pada 2022 untuk mendukung program FAO dan lembaga PBB lainnya dalam merespons krisis pangan yang melanda. Dengan dukungan dana CERF ini FAO melaksanakan program bantuan benih, pupuk, dan peralatan pertanian bagi petani rentan di Myanmar. Â Intervensi cepat CERF dan mitra pelaksana seperti FAO sangat penting agar dampak krisis pangan di Myanmar tidak semakin parah
Jadi, Central Emergency menjadi sumber pendanaan vital yang memungkinkan FAO segera bertindak tanggap menghadapi krisis ketahanan pangan di Myanmar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H