Tak satu pun yang sanggup menaklukkan hasrat ingin tahuku. Apa pertanyaan besar itu? Yang harus kuderita selama ini? Sederhana saja: Siapa sebenarnya yang memiliki sebuah partai politik?
"Tidak. Jangan memotong kalimatku dengan jawaban, hadirin sekalian. Tidak perlu, jangan sekarang." Aku menatap sekitar, menghentikan gumam refleks yang hendak diserukan orang-orang di sekitarku.
"Siapa yang sebenarnya memiliki sebuah partai politik? Karena tengoklah, bukankah ada banyak partai politik di negeri ini yang tidak ubahnya seperti kerajaan.Â
Tonggak pimpinannya adalah ratu, mewarisi kedudukan itu dari orangtuanya, dan orangtuanya mewariskan posisi itu ke anak-anaknya? Apa kata ratu, semua orang harus dengar, tunduk, sami'na. Cakap kentut semua kongres, rapat, musyawarah, dan sebagainya.Â
Omong kosong. Ini membingungkan. Apakah partai itu sebuah kerajaan? Bukan lembaga paling demokratis di dunia demokrasi?
"Siapa yang sebenarnya memiliki sebuah partai politik? Karena tengoklah, bukankah ada banyak partai politik di negeri ini yang tak ubahnya seperti perusahaan? Manajemen eksekutifnya adalah presiden direktur.Â
Dia memenangi kompetisi pemilihan ketua partai dengan investasi, meyumpal seluruh mulut pemilik suara, seluruh partai kemudian menjadi milik pribadinya. Apa sabda presiden direktur, semua harus patuh. Siapa membantah, tak sejalan, langsung pecat. Di mana letak demokrasinya?
"Siapa yang sebenarnya memiliki sebuah partai politik, hadirin sekalian? Siapa? Bukankah banyak partai yang dikuasai elitenya saja. Apa kata elite, semua harus manut. Jika elite pimpinan bilang "yes", semua anggota tidak boleh "no". Jika menolak, tak sependapat, ditendang dari kepengurusan.Â
aya sungguh bingung dengan pertanyaan ini, karena realitasnya, sebaliknya, siapa yang paling bekerja paling besar untuk kemajuan partai? Apakah mereka? Ratu? Presiden direktur? Elite partai?
"Cakap kentut. Yang bekerja paling giat, yang berkeringat memasang baliho, spanduk, poster, membagikan selebaran, berjemur panas-panasan, kehujanan, siapa? Kita semua, kader paling hina dan rendah di mata mereka.
 Tengoklah, mereka justru berada di gedung yang mewah, duduk di bawah tenda, menikmati suguhan lezat, mana peduli kalau kita susah payah menjaga agar spanduk partai tidak dilepas orang lain. Mana tahu mereka kalau kita berkali-kali membenahi posisi baliho yang dirusak orang lain.