Selama PI dibawah pimpinan Mohammad Hatta, ia pernah menjadi delegasi Indonesia dalam sebuah Kongres Internasional Anti Penindasan Kolonialisme dan Imperalisme. Pada akhir kongres tersebut diputuskanlah bahwa kongres ini berubah menjadi subuah badan yang dinamakan League Againts Imperialism and for National Independence (Liga Anti Imperalisme dan untuk Kemerdekaan Nasional). Liga yang di prakarsai oleh seorang komunis asal Jerman yang bernama Willy Muzenberg. Orang Negri Belanda yang bertugas sebagai seksinya dan PI menjadi penggeraknya.
Aliran komunis yang menyebar di dalam tubuh PI akibat dibentuknya Liga Anti Imperalisme dan untuk Kemerdekaan Nasional akibat orang-orang komunis menggerogoti dan membuat sel-sel dalam tubuh liga, sedangkan di Belanda orang-orang komunis menggerogoti dan membuat sel-sel dalam tubuh PI. Kemenangan komunis dalam menggerogoti PI mengakibatkan PI dapat di setir oleh golongan komunis, siapa saja yang
menolak dan tidak sejalan dengan pemikirannya orang komunis akan disingkirkan dari PI. Ketika PI dipimpin oleh Abdullah Syukur yang notabennya tidak berwibawa layaknya Hatta menjadikan anggota yang berhaluan komunis seperti Rustam Effendi, Abdullah Madjid, dan Setiadjid memiliki pengaruh yang besar di dalam PI.
Dalam "Baca Mengenang Sjahrir Seorang Negarawan dan Tokoh Pejuang Kemerdekaan yang Tersisih dan Terlupakan," hal tersebut membuat Hatta sangat berusaha keras agar PI keluar dari liga karena menurut Hatta liga itu sudah menjadi komunis yang begitu eklusif. Sampai membuat tulisan dalam majalah PI, di antaranya ada kalimat yang berbunyi “Kita tidak mau dijadikan kuda penarik kereta Moscow”.
Dalam rapat pleno oleh PI dan orang-orang berhaluan komunis yang berada di dalam tubuh PI seperti Rustam Effendi, Abdullah Madjid, dan Setiadjid berhasil memecat Hatta dan Sjahrir di rapat pleno tersebut. Pemecatan Hatta dan Sjahrir ini dilakukan pada tanggal 27 November 1931. Sjahrir yang kala itu masih berusia 21 tahun tidak gentar sama sekali dengan pemecatannya dari PI karena ia tahu bahwa PI sudah dikuasi oleh orang-orang komunis. Berbeda dengan Hatta, ia sangat merasa terpukul akan pemecatan tersebut dan membuat goyah kepercayaan terhadap dirinya sendiri. Dalam "Baca Mengenang Sjahrir Seorang Negarawan dan Tokoh Pejuang Kemerdekaan yang Tersisih dan Terlupakan" Reaksi Sjahrir dalam menanggapi pemecatannya dan Hatta dari PI adalah ucapan “Minggu lalu saya dan Hatta keluar dari PI, kami tidak berurusan dengan oraganisasi komunis. Bagaimana PI dapat mendepak orang yang telah keluar”.Keluarnya Hatta dan Sjahrir dari PI menjadikan mereka berdua bersatu dan bekerjasama dalam melawan komunis dan kemudian menempuh jalan yang sama bersama-sama.
- Pendidikan Nasional Indonesia (PNI)
Tersiar kabar buruk di tanah air, pergerakan kebangsaan dihantam oleh pemerintah Belanda. Ir. Soekarno di tangkapdan dipenjarakan pada tahun 1929. Partai Nasional Indonesia (PNI) yang dipimpin oleh Soekarno dibubarkan. Sedangkan Mr. Raden Mas Sartono yang merupakan mantan tokoh Perhimpunan Indonesia mendirikan partai baru yakni Partindo. Hatta dan Sjahrir tidak setuju dengan langkah-langkah yang dapat menjadi kemunduran pergerakan rakyat ke arah Indonesia merdeka.
Kader-kader dari Golongan merdekan yang menentang pembubaran PNI berkumpul dalam wadah baru yang bernama Pnedidikan Nasional Indonesia. Wadah baru ini namanya disingkat menjadi PNI-Pendidikan atau PNI Baru. Hatta dan Sjahrir berpendapat bahwa mereka berdua harus kembali ke tanah air untuk membantu PNI-Pendidikan. Hatta terkendala dengan studinya yang belum selesai, alhasil Hatta tidak dapat kembali ke tanah air. Alih-alih sjahrir yang meninggalkan kamupusnya dan kembali ke tanah air untuk sementara saja samapai Hatta bisa kembali ke tanah air.
Setibanya Sajahrir di Bandung pada Desember 1931, Sjahrir aktif dalam mengembangkan PNI-Pendidikan. Pada tanngal 26 Juni 1932, dalam kongres pertama PNI-Pendidikan, Sajhrir terpilih menjadi Ketua Pimpinan Umum Partai yang berisifat partai kader dan bukan partai massa. Jumlah anggotannya pada saat itu tidak lebih dari 1000 orang dan pada saat itu umur Sjahrir baru 23 tahun.
Sjahrir sendiri juga bermaksud kembali ke Belanda untuk melanjutkan studinya. Namun belum sempat ia meninggalkan Hindia, para pemimpin PNI-Baru ditangkap oleh pemerintah Hindia Belanda. Hal ini dikarenakan kegiatan-kegiatan PNIBaru yang dianggap berbahaya karena melakukan propaganda melalui tulisan-tulisan yang dimuat dalam majalah Daulat Rakjat, media yang memang menjadi corong informasi serta idealisme PNI-Baru.
D. Hasil Pergerakan
Detik-detik Kekisaran Jepang mendekati kekalahan nya, pada tanggal 8 Agustus 1945 Soekarno dan Hatta dipanggil ke Saigon untuk bertemu Pangeran Terauchi yang menjabat sebagai Panglima Tertinggi Tentara Jepang Wilayah Selatan. Dalam pertemuan tersebut Pangeran Terauchi menyampaikan pesan kepada Soekarno dan Hatta tentang penentuan waktu serah terima kemerdekaan sekarang berada di tangan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Setalah pembahasan mengenai proklamasi kemerdekaan Indonesia, maka diambilah keputusan bahwa Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia harus bersidang pada tanggal 19 Agustus 1945.