Pemikiran nasionalisme seorang Bung Kecil memiliki suatu hal yang unik dibandingkan dengan pemimpin nasionalis lainnya seperti Bung Karno dan Bung Hatta. Namun, Sutan Sjahrir yang dilatar belakangi dengan kemampuan intelektualnya dan merupakan pejuang kemerdekaan Indonesia memiliki suatu pemikiran mengenai nasionalisme yang dimana lebih moderat dan sosialis. Dalam hal ini seperti yang sudah dijelaskan bahwa Sutan Sjahrir tidak setuju dengan pandangan nasionalisme yang terlalu sempit dan eksklusif. Kemudian nasionalisme yang di pandang oleh Sutan Sjahrir adalah suatu hal yang tidak hanya tentang kebanggan terhadap negara kelahiran, akan tetapi juga tentang membangun kerja sama hubungan dengan negara lain, dalam artian lain bahwa nasionalisme yang dilakukan oleh Sutan Sjahrir adalah nasionalisme yang berlandaskan pada solidaritas dan keadilan.
Bung Kecil sangat menentang hal yang dapat mengurangi kebebasan individu. Tentu saja Fasisme dan Otoritarianisme merupakan dua konsep bentuk pemerintahan yang ditentang oleh Sutan Sjahrir, yang dimana Fasisme mengedepankan suatu pandangan nasionalisme ekstem yang mengontrol total terhadap masyarakat oleh negara, serta Otoritarianisme yang merupakan sebuah sistem yang dimana pemerintahan di fokuskan terhadap kekuasaan politik pada satu orang maupun kelompok atau partai sehingga masyarakat memiliki sedikit kebebasan politik. Hal tersebut sangat bertolak belakang terhadap pemikiran seorang Sutan Sjahrir yang dimana beliau percaya akan perjuangan untuk kemerdekaan suatu bangsa harus demokratis dan melibatkan rakyat. Hal ini juga diungkapkan dalam buku Out Of Exil yang dimana merupakan kumpulan surat-surat kepada teman-teman Bung Kecil yang di Belanda, bahwa nasionalisme yang terlalu otoriter dapat menjadi boomerang dan dapat membahayakan bangsa serta menjauhkan perjuangan dari rakyat.
Seperti yang sudah dijelaskan bahwa Sutan Syahrir merupakan seorang sosialis yang dimana beliau percaya bahwa nasionalisme sendiri tidak hanya kepentingan politik, akan tetapi juga tentang mencapai sila ke-5 yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bung Kecil melihat sebuah kemerdekaan tidak hanya tentang mengusir penjajah saja. Namun kemerdekaan juga dapat dicapai sebagai sarana untuk memperbaiki kondisi masyarakat baik dalam segi sosial maupun ekonomi. Sutan Sjahrir memang memiliki pemikiran yang unik daripada tokoh lain yang cenderung menitik pusatkan terhadap semangat massa, Bung Kecil lebih menekankan terhadap pentingnya rasionalitas dan sebuah strategi politik yang terencana dalam perjuangan kemerdekaan Indoneisa. Hal tersebut juga dapat dilihat beliau lebih mengdepankan terhadap diplomasi dan pendekatan realistis dalam menghadapi kekuatan dunia setelah perang dunia II seperti berusaha menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Barat untuk memperoleh dukungan Internasional bagi kemerdekaan bangsa. Maka dalam artian lain bahwa nasionalisme yang dipandang oleh Sutan Sjahrir merupakan yang mengutamakan keadilan sosial serta rasional dan realistis.
Dapat dikatakan bahwa Sutan Sjahrir dalam"Edisi Tempo Khusus’Sjahrir merupakan seorang tokoh pejuang pergerakan Indonesia yang memiiki pemikirian tentang nasionalisme yang melawan arus utama yang dimana dikemukakan oleh Bung Karno pada masa-masa itu. Bung karno sendiri mengatakan bahwa nasionalisme Indonesia berbeda dari nasionalisme dimanapun, hal tersebut dikarenakan nasionalisme Indonesia tidak timbul dari kesombongan belaka dan juga bukan yang bersifat menyerang-nyerang, karena nasionalisme bangsa kita adalah nasionalisme ketimuran. Namun, Bung Kecil mengatakan bahwa nasionalisme adalah proyeksi kejiwaan dari semangat rendah diri baik dalam sikap kolonial antara penjajah dan kaum terjajah. Hal ini sejalan dengan pemikiran Sutan Sjahrir yang percaya bahwa pendidikan merupakan suatu pilar penting bagi sebuah bangsa yang merdeka. Dalam buku Renungan dan Perjuangan, menurutnya rakyat yang terdidik akan lebih mampu dalam memahami hak-hak mereka dan dapat berpartisipasi aktif dalam proses demokrasi. Dengan ini Sutan Sjahrir memiliki pemikiran yang berpusat pada beberapa hal yakni nasionalisme humanis, perlawanan terhadap fasisme dan otoritarianisme, keadilan sosial bagi rakyat, dan pentingnya pendekatan yang rasional serta pendidikan bagi rakyat. Oleh karena itu, pemikiran nasionalisme Sutan Sjahrir perlu adanya visi jangka panjang untuk menciptakan masyarakat yang adil, demokratis, dan terdidik.
C. Riwayat Organisasi
Karir Sjahrir dalam bidang politik bermula setelah menyelesaikan bersekolah di Europese School dan Mulo yang berada di Medan, kemudian melanjutkan bersekolah di AMS (Algemeene Middelbare School) jurusan Westters Klassiek di Bandung. Sjahrir tiba di Bandung pada 1926 yang bertepatan adanya pemberontakan PKI di Pulau Jawa terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Subadio Sastrosatomo mengatakan sebagai seorang pelajar Sjahrir telah menunjukkan sifat kritis dan mengutamakan pemahaman daripada sekedar mengahafalkan pelajaran. Sifat ini sangat menonjol dalam bidang sejarah dan bahasa latin. Kecerdasan yang dimiliki Sjahrir dan sikapnya yang pemberani menarik banyak khalayak untuk membangun maupun bergabung dala sebuah organisasi. Organisasi-organisasi yang di ikuti oleh Sutan Sjahrir antara lain:
- PSQ (Patriae Scientiaque)
PSQ merupakan study club yang ada di AMS, Sutan Sjahrir dan beberapa temannya berhimpun pada study club tersebut.
- Pemuda Indonesia
Selama bersekolah di AMS, Sutan Sjahrir juga aktif dalam organisasi “Jong Indonesia” pada tahun 1927 setahun setelah kedatangannya di Bandung. Pada kongres bulan Desember 1927, nama “Jong Indonesia” kemudian diubah menjadi “Pemuda Indonesia”. Kala itu Sutan Sjahrir yang menjadi pemimpin dari Pemuda Indonesia, ia sering aktif dalam aksi pemberantasan buta huruf. Dalam aksi pemberantasan buta huruf, Sutan Sjahrir ikut mendirikan Perguruan Nasional (Volk Universiteit) “Cahya” Bandung.
- Bantovis (Bandungse Toneel Vereniging Van Indonesise Studerenden)
Kelompok ini sering menyelenggarakan pementasan lakon-lakon patriotik yang terletak di daerah Peringan. Terselenggaranya pentas ini dimanfaatkannya sebagai sumber pamsukan uang yang akan digunakan untuk keperluan perguruan nasional “Cahya”. Perguruan yang di bentuknya untuk menghilangkan angka buta huruf bersama kelompok Pemuda Indonesia.
- Perhimpunan Indonesia (PI)
Setelah lulus dari AMS, Sjahrir melanjutkan pendidikannya di Universitas Amsterdam Belanda. Sebagai seorang mahasiswa Indonesia, Sjahrir mengikuti perhimpuanan yang menaungi mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Amsterdam. Perhimpunan Indonesia (PI) menjadi wadah bagi mahasiswa Indonesia untuk melakukan pergerakan di Belanda, Sjahrir tergabung di dalamnya yang saat itu di ketuai oleh Mohammad Hatta.
Ketika Sjahrir bergabung dalam PI, Mohammad Hatta sudah menyiapkan rencana untuk menggantikannya sebagai ketua PI dengan beberapa kader yang sudah di pilihnya. Kader yang sudah dipilih oleh Hatta antara lain Abdullah Syukur, Roesbandi, dan Sjahrir. Pada tahun 1929 Hatta resmi mundur dari ketua PI sesuai dengan rencananya dan digantikan oleh Abdullah Syukur.