Mohon tunggu...
Achmad Dedad Ali Lubis
Achmad Dedad Ali Lubis Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Nama saya Achmad Dedad Ali Lubis saya mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Hobi saya bermain Bulu Tangkis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Waris Islam dan Penyelesaian Sengketa Waris beserta Regulasi

1 Oktober 2023   03:30 Diperbarui: 1 Oktober 2023   07:06 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebelum melangkah ke Hukum waris dalam agama islam yang pertama akan saya sampaikan adalah apa sih pengertian dari waris tersebut?. Waris merupakan suatu orang yang berhak mendapatkan atau menerima warisan , oranng tersebut dapat menerima hak warisan tersebut atas hubungan perkawinan atau hubungan darah. Lalu Hukum waris ini adalah hukum yang mengatur bagaimana tentang tata cara pemindahan hak kepemilikan harta  peninggalan si pewaris ini, dan di dalam hukum waris ini juga menjelaskan siapa-siapa saja yang berhak mendaptkan dan berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing yang diberikan pewaris ke warisan.

Hukum waris islam merupakan hukum yang mengatur segala ketentuan yang berkenaan mengenai perihal hak dan atau kewajiban atas harta kekayaan seseorang setelah ia meninggal dunia kepada para ahli warisnya. Di dalam hukum waris terdapat beberapa istilah  dalam pengaturan waris berdasarkan hukum islam yang terdiri dari: Waris,muwaris,tirkah,al-irs dan warasah.Lalu di dalam Hukum waris islam ini terkandung beberapa asas di  dalamnya yang meliputi terdiri dari:

A). Asas Memaksa

Asas Memaksa di dalam Hukum waris islam adalah suatu warisan tersebut harus dialihkan kepada ahli waris dan pewaris tidak melakukan Tindakan penolakan atas pengalihan harta yang telah ditetapkan sebagaimana demikian yang telah ditetapkan.

B). Asas Bilateral

Asas Bilateral yang dimaksud dalam Hukum waris Islam adalah menghendaki setiap orang menerima hak waris dari kedua belah pihak yang merupakan pihak garis keturunan laki-laki dan pihak garis Keturunan Perempuan.

C). Asass Individual

Asas Individual yang dimaksud dalam Hukum waris Islam adalah suatu warisan tersebut dibagikan untuk dimiliki secara perseorangan masing-masing bagi sang pemilik ahli waris.

D). Asas Keadilan Berimbang

Asas Keadilan berimbang yang berada di dalam Hukum Waris Islam keseimbangan antara hak yang diperoleh seseorang dengan kewajiban yang harus ditunakiannya terkait harta warisan yang diterima.

E). Asas Kematian

Asas Kematian yang berada di dalam Hukum Waris Islam ini adalah harta seseorang ini secara sah dialihkan kepada ahli warisnya setelah orang tersebut meninggal dunia.

Penyelesaian sengketa warisan dalam pengadilan agama di Indonesia diatur oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (UU Peradilan Agama). Berikut adalah proses penyelesaian sengketa waris dalam pengadilan agama beserta dengan regulasinya:

  1. Pendaftaran Gugatan: Pihak yang memiliki sengketa warisan harus mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama. Pendaftaran gugatan ini dilakukan dengan menyampaikan permohonan atau gugatan secara tertulis kepada panitera pengadilan agama setempat.

Regulasi: Pasal 49 UU Peradilan Agama.

  1. Pemeriksaan Awal: Setelah gugatan diterima, pengadilan agama akan melakukan pemeriksaan awal untuk memastikan kelengkapan berkas dan mengatur sidang perdana.

Regulasi: Pasal 52 UU Peradilan Agama.

  1. Sidang: Pengadilan agama akan mengadakan sidang-sidang untuk mendengarkan argumen dan bukti dari kedua belah pihak yang terlibat dalam sengketa waris. Sidang tersebut akan membantu hakim dalam mengambil keputusan.

Regulasi: Pasal 54 UU Peradilan Agama.

  1. Putusan: Setelah mendengarkan semua bukti dan argumen, hakim akan mengeluarkan putusan yang memutuskan bagaimana pembagian warisan akan dilakukan sesuai dengan hukum Islam.

Regulasi: Pasal 56 UU Peradilan Agama.

  1. Banding: Jika salah satu pihak tidak puas dengan putusan pengadilan agama, mereka memiliki hak untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Agama. Pengadilan Tinggi Agama akan mengkaji ulang putusan tersebut.

Regulasi: Pasal 63 UU Peradilan Agama.

  1. Kekuatan Hukum Putusan: Putusan pengadilan agama memiliki kekuatan hukum yang mengikat, dan harus dilaksanakan oleh pihak yang kalah dalam sengketa waris.

Regulasi: Pasal 65 UU Peradilan Agama.

  1. Pelaksanaan Putusan: Jika pihak yang kalah dalam sengketa waris tidak mematuhi putusan pengadilan, pengadilan dapat mengeluarkan surat perintah eksekusi untuk memaksa pelaksanaan putusan tersebut.

Regulasi: Pasal 70 UU Peradilan Agama.

Pengadilan Agama adalah lembaga peradilan yang memiliki yurisdiksi khusus dalam menangani sengketa yang berkaitan dengan masalah-masalah pernikahan, keluarga, dan warisan dalam konteks hukum Islam di Indonesia. Regulasi yang mengatur proses ini dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan peraturan pelaksanaannya.

Penetapan fatwa waris merupakan suatu wewenang yang dimiliki oleh Pengadilan agama dalam hal si pewaris ini merupakan seseorang yang beragama islam. Di Pasal 49 Huruf B UU.No.3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU Tahun 1989 Tentang peradilan Agama yang disebutkan bahwa: Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. waris; c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq; h. shadaqah; dan i. ekonomi syari'ah.

Di dalam Penjelasan Pasal 49 Huruf B UU Peradilan Agama yang dimaksud dengan waris tersebut merupakan penentuan siapa saja yang akan menjadi ahli warisnya,penentuan mengenai harta peninggalan,penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pemabagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris,penentuan bagian masing-masing ahli waris.

Di dalam proses ini lama prosesnya merupakan hal yang sangat sulit dipastikan karena akan sangat bergantung kepada  situasi yang ada.suatu hal yang sering terjadi, Hakim atau permohon berhalangan hadir  sehingga sidang ini harus ditunda ataupun misalnya bukti yang diajukan oleh pemohon tidak lengkap,sehingga harus di lengkapi lagi dan sidang Kembali akan ditunda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun