Serangan "nya" untuk POV3.
Untuk memberikan penjelasan menghindari serangan kata, Kak Rina menceritakan pengalamannya ketika menulis cerpen.Â
Ketika beliau sedang menulis cerpen, beliau akan berimajinasi tingkat dewa, kalo bahasa gaolnya nge-halu, apa yang beliau bayangkan beliau tulis, mulai dari apa yang beliau lihat, raba, rasa walaupun itu hanya dalam khayalan saja. Beliau membayangkan dan berperan sebagai tokoh utama.Â
Ketika menulis jangan lupa untuk mempertimbangkan juga segi pendukung yang lain dalam menulis, seperti penggunaan diksi yang tepat, penggunaan diksi yang tepat dapat menciptakan estetika tulisan. Ide cerita yang bagus tanpa dibungkus dengan diksi yang tepat akan jadi hambar membacanya.
Pertanyaan selanjutnya dari Kak Rina pernah nggak teman-teman nulis cerpen sambil nangis atau ketawa sendiri?
Kak Rina yakin sebagian teman-teman pernah mengalaminya, apalagi jika cerita itu diambil dari secuil kisah hidup kita.
Bila kita yang nulis aja bisa terbawa perasaan, beliau juga yakin pembaca akan mengalami hal yang sama.
Trus apa sih pemicu yang membuat penulis atau pembaca bisa terbawa perasaan seperti tadi?
Kebanyakan penulis sudah memiliki di kepala, tapi kok ya bingung mau mulainya darimana.
Tips dari Kak Ria ketika bingung mau memulai cerita diawal paragraf adalah dengan memperkenalkan tokoh dengan konflik hidupnya. Buat pembaca empati dengan tokoh tersebut.
Misalnya:
Kita bercerita tentang gadis pemulung. Bisa dimulai dengan adegan karung plastik yang telah dipungut seharian, hanyut di sungai dan tidak bisa dia kejar. Adegan dia mengejar karung itu bisa menjadi awal pembuka cerpen yang membuat pembaca iba.