"Kau betul Nak. Semua adalah karena kehedak Allah. Kita hanya menerima takdir itu dan berusaha mengatasinya." balas Bapak.
"Maksud Bapak gimana? Apakah Bapak sudah tahu jawabannya sebelum kuberitahu?" tanyaku heran.
"Bapak hanya mencoba menyimpulkan kejadian demi kejadian Nak, maka itulah yang bisa Bapak simpulkan dari pertanyaan itu."
"Memangnya kenapa Bapak bertanya itu?"
Bapak diam sembari menatap langit kamar. Dua ekor cicak berrkeliaran di langit-langit kamar. Seeokar yang gemuk baru saja melahap nyamuk yang menepel di sudut loteng. Tatapan Bapak kosong. Raut mukanya kian menua dari biasanya. Bapak melamunkan sesuatu yang barangkali ada kaitannya dengan pertanyaanku tadi.
"Bapak ingin menceritakan suatu hal padammu, Wal. Sudah waktunya Bapak ceritakan ini semua. Sekarang kau sudah dewasa dan bisa berpikir dan memahami keadaan."
Aku mengangguk dan meminta Bapak cerita.
***
Waktu ibumu pergi, kau masih kecil sekali, belum tahu apa-apa. Kau belum paham keadaan dan belum mengenal masalah. Karena itulah Bapak tidak ingin kau tahu kenapa Ibu pergi dan kenapa Bapak tak melarang Ibumu pergi.
Ibu orang baik, Nak, hanya saja setan dalam dada Ibumu lebih hebat dari keyakinan dalam diri Ibumu. Setan menjadikan Ibumu mengkhianati Bapak. Begitu juga setan yang ada dalam dada lelaki yang membawa Ibumu.
Sewaktu Ibumu pergi, Bapak sempat tak terima. Setan dalam dada Bapak juga bergejolak. Berulangkali setan itu berusaha melemahkan Bapak. Hingga pernah terpikir untuk bunuh diri. Tapi Bapak dapat mengatasi hasutan setan itu.