Mohon tunggu...
RZ Hakim
RZ Hakim Mohon Tunggu... lainnya -

Rakyat biasa yang senang menulis. Kini tinggal di Kalisat, kabupaten Jember.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[KCV] Journey to Remember

13 Februari 2012   23:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:41 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

No 144 | RZ Hakim dan Angelina R

Waktu menunjukkan pukul delapan malam ketika kereta yang akan membawa saya pergi, sampai di stasiun. Seketika penumpang yang telah lama menunggu mulai memasuki kereta. Mereka saling berdesak-desakan dan tak peduli lagi pada usia ataupun gender. Saya berada di antara para penumpang yang berdesak-desakan itu, ikut bersama mereka masuk dan mulai menggerayangi badan kereta mencari tepat duduk yang tertera di karcis. Tempat duduk saya di bangku nomor 9B, tepat di samping jendela. Segera saya hempaskan pantat saya di bangku itu. Ada rasa lega ketika pantat dan bangku bertemu, bangku yang akan saya duduki selama kurang lebih dua belas jam perjalanan. Sepasang muda-mudi yang sepertinya berpacaran duduk di dua bangku yang berhadapan dengan saya, sementara penumpang di samping saya belum keliahatan batang hidungnya, saya berharap yang duduk di sana adalah seorang perempuan cantik dan seksi yang tanpa sengaja tertidur di bahu saya. Saya senyum sendiri memikirkan pikiran saya itu. Lalu saya coba menutup mata meluruskan kaki agar lebih rileks.

***

Kereta baru saja berjalan saat pandanganku tertumpu pada nomor bangku yang sesuai dengan tiket. 9A. Ah akhirnya ketemu, batinku. Ada kulihat di sana seorang pria duduk dekat jendela dengan kedua kaki di selonjorkan di bangku sebelahnya.

“Kakinya dong..” Kataku kepada pria itu.

Lelaki itu kaget dan segera beringsut. Tanpa ba bi bu, kedua kaki ini segera kunaikkan ke atas kursi untuk menaruh tas di rak kereta, letaknya tepat di atas kepala seseorang yang nanti bakal jadi teman seperjalananku. Setelah selesai, kedua kaki kuturunkan lalu lekas kubersihkan jejak sandal di alas kursi. Brak bruk brak bruk, ya begitulah kira kira bunyinya. Aku membersihkannya dengan koran tergulung yang sedari tadi ada di genggamanku.

Jleb..

Akhir yang indah. Aku bisa duduk dengan leluasa. Tak apalah meski tidak di samping jendela, tempat duduk dekat jendela adalah favoriteku, Lagi lagi aku membathin. Tiba tiba otakku berputar nakal, kenapa tidak mencoba bertukar tempat duduk dengan pria di sebelahku saja?

***

Saya menatap perempuan yang duduk di samping saya dengan seksama, perempuan itu cantik dan badannya lumayan seksi- sesuai harapan saya. Akan tetepi saya agak risih dengan perilaku perempuan itu. Bayangkan berdiri di bangku kereta, kesan anggun perlahan menghilang dari perempuan itu. Betapa perbuatannya itu menjadi perhatian semua penumpang kereta-apalagi saat dia memukul bangku dengan lipata korannya termasuk dua pasang muda-mudi yang duduk di depan kami, mereka tampak berbisik-bisik sambil melihat ke arah perempuan itu dan perempuan itu malah sama sekali tidak menghiraukan, dia malah menatap saya tajam.
“Tukar tempat duduk dong. Saya ingin berada di dekat jendela.” Katanya tiba-tiba. Saya menatapnya dengan seksama. Saya paling senang duduk di dekat jendela kereta dan hanya orang yang menurut saya spesial yang bisa membuat saya berpindah dari jendela dan perempuan itu jelaslah tak begitu spesial apalagi sikapnya tadi dan cara dia meminta bangku terdengar kasar.

“Saya juga ingin berada di dekat Jendela maaf saya tidak bisa berganti tempat.” Kata saya. Perempuan itu tampak kecewa dan marah, saya bisa menerka dia memaki saya di dalam hati. Saya mengalihkan pandangan keluar jendela. Di luar langit tampak gelap tak ada bulan dan bintang.

***

Lelaki macam apa dia? Sama cewek kok nggak mau ngalah. Cakep sih cakep. Tapi kenapa nggak mau tukar tempat duduk denganku? Apa kereta api ini milik kakek buyutnya? Apa tidak ada toleransi dengan nomor tiket? Huh, kayak lagi hidup di Jepang aja. Apa dia lupa kalau ini Indonesia? Aku terus mengutuknya dalam hati. Tak kupedulikan reaksi orang sekitar, namanya juga lagi emosi. Biar saja, biar sekalian mereka tahu kalau lelaki di sebelahku adalah mahluk angkuh yang nggak punya rasa hormat pada kaum hawa. Sebentar sebentar kulirik jam tangan. Hmmm, perjalanan masihlah sangat panjang dan aku terjebak di suasana yang memuakkan. Satu satunya yang bisa aku lakukan hanyalah berdoa, semoga waktu cepat berlalu dan kereta segera sampai di stasiun tujuan. Diam diam aku melirik sepasang muda mudi di dekatku. Mereka begitu mesra, begitu membuat hati ini iri. Ingin rasanya menggantikan posisi perempuan itu. Di suasana yang seperti ini, alangkah indahnya jika ada di samping seorang lelaki yang selalu menyediakan bahunya sebagai tempat bersandar. Entah kenapa tiba tiba aku mencuri pandang ke arah lelaki di sampingku. Kuperhatikan wajahnya, boleh juga. Rambutnya yang semi panjang menjadikannya nampak semakin terlihat jantan. Ah, andai saja dia sedikit ramah, mungkin ceritanya akan lebih menarik. Sementara pikiranku melayang, sebentar sebentar bibir ini menguap. Tak lama kemudian, aku sudah berpindah dimensi menuju dunia mimpi.

***

Perempuan di samping saya ini masih misuh-misuh, dalam hatinya saya tahu dia sedang mengumpat saya. Tetapi saya tidak peduli. Dalam hati saya juga sebal, dua belas jam akan sangat menyiksa dengan perempuan ini di samping saya. Ingin rasanya saya mengganti tempat duduk saja tetapi apa daya ini adalah bangku yang sesuai karcis saya. Kereta bergerak menyusuri rel, seketika semua orang digerbong itu mulai sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Dua pasang muda-mudi yang duduk di depan saya tampak semakin mesra, yang perempuan merebahkan kepala di bahu lelaki di sampingnya. Sementara perempuan di samping saya tampak mulai menutup mata. Wajahnya cantik juga saat menutup mata, saya bisa melihat hidungnya yang mancung dan bibirnya sensual dan tiba-tiba muncul keinginan saya untuk mengecup bibir itu. Cepat saya alihkan pandangan keuar jendela. Malam semakin larut tak tampak bulan maupun bintang. Kereta terus melaju menyusuri rel kereta. Diam menguasai gerbong kereta. Saya berusaha menutup mata berharap tidur.

“Tidakkkkkkk! Jangan! Tidak” Tiba-tiba perempuan di samping saya itu berteriak-teriak. Dia memegang tangan saya kuat. Spontan saya tersadar begitupun dua pasang muda-mudi yang duduk berhadapan dengan kami.
“Mbak, Mbak Bangun!” Saya berkata pada perempuan di sebelah saya sambil menyentuh pipinya yang halus. Beberapa penumpang tampak terganggu dengan keributan kecil itu.

“Toloongggg!” Kali ini perempuan itu berteriak keras dan memeluk saya erat. Spontan saya terkejut dan membalas pelukan itu. Saya elus-elus rambutnya yang halus.

“Sabar, Mbak. Itu semuanya hanya mimpi.” Kata saya. Dan tiba-tiba perempuan itu terbangun.

***

Aku terkesiap. Mataku nanar. Betapa kagetnya aku tatkala membuka mata, tubuh ini sudah ada di pelukan lelaki menyebalkan. Belum sempat kata kata kucerocoskan, dia sudah lebih dahulu menjelaskan tentang apa yang baru saja terjadi. Pelan tapi pasti dia mengucapkan itu, sepelan tubuhnya merenggang dari tubuhku. Entahlah, tiba tiba aku seperti seorang bocah yang sedang didongengi oleh Ayahnya. Diam, pasrah, meringkuk dan tak tahu harus berbuat apa. Aku bahkan tak kuasa menghempaskan salah satu tangannya yang kembali mengelus rambut ini. Dan satu lagi, sebenarnya aku tidak ingin mengakui ini, tapi inilah kenyataannya. Aku terbuai, merasa menemukan tempat paling aman di dunia. Diam diam ujung mataku menangkap bayangannya. Baru kusadari ternyata aura jantan lelaki di sampingku ini berhasil mencuri hati dan perhatianku. Bisa ditebak, detik detik selanjutnya aku dan dia sudah berbincang bincang, sesekali terkekeh bersama. Ah, aneh. Seperti tidak ada kejadian menyebalkan sebelumnya.

***

Perempuan itu tampak kaget waktu terbangun. Saya cepat-cepat melepaskan pelukan.
“Tadi Mbak teriak-teriak! Sepertinya Mimpi buruk. Lalu kemudian Mbak memeluk saya. Mbak Sendiri yang memeluk saya. Bukan saya yang memeluk.” Saya berusaha menjelaskan situasi. Perempuan itu tampak bingung, sungguh wajahnya yang bingung itu mengemaskan. Perlahan tetapi pasti kelakukannya yang menjengkelkan di awal mencair entah ke mana. Lalu kemudian saya bercerita kepadanya tentang bagaimana dia berteriak dan menjadi pusat perhatian penumpang satu gerbong. Orang-orang itu kini telah kembali ke aktifitasnya masing-masing termasuk dua orang muda-mudi yang berhadapan dengan kami, mereka kembali tidur. Dia tampak diam dan kikuk mendengar cerita saya. Tanpa sadar, entah kekuatan dari mana saya kembali merengkuh kepalanya kedekapan saya dan mulai mengusap-ngusap kepalanya dan dia menurut saja saat saya mengusap kepalanya, bahkan mulai menikmatinya.

“Lain kali kalau tidur baca doa dulu.” Kata saya. Perempuan itu tertawa renyah. Dia mengangkat kepalanyanya dari dekapan saya, menatap mata saya dalam.

“Anissa itu adalah namaku.” Katanya beberapa saat kemudian.

“Risky!” Jawabku mengulurkan tangan, dia menjabat tanganku erat dan hangat dan seketika perasaan damai menggelitik dalam hatiku.

“Terima kasih!" katanya tulus kemudian. Saya tersenyum, ingin sekali saya kecup bibirnya itu, untung saya masih sadar kami berada di kereta. Dan kemudian percakapan kami berlanjut riuh, gelak tawa kami menjadi pemanis kata-kata yang terlontar begitu saja dari mulut kami. Dan ketika dia menunjukan gelagat ingin tidur saya tawarkan dia untuk tidur di dalam dekapan saya. Dan tanpa ragu-ragu dia diam di situ selama perjalanan itu.

“Rizky, akan aku kenang perjalanan ini seumur hidupku” Katanya sebelum akhirnya dia tertidur lelap dalam dekapan. Aku menatap wajahnya yang ayu dan bisa ditebak aku tak bisa tidur malam itu malah sibuk memandang wajahnya yang cantik. Detik itu juga aku sadar aku telah jatuh cinta pada perempuan ini.

***

Perjalanan yang menakjubkan. Tadinya aku berharap, semoga perjalanan ini tidak pernah berakhir. Tapi tetap saja aku harus takluk oleh hukum alam. Diawali dari sebuah titik, dan akan berakhir pada sebuah titik yang lain. Dan kini, kereta sudah benar benar berhenti di stasiun tujuan. Aku dan Rizky saling bertatapan. Entah kenapa aku begitu takut untuk tidak bertemu lagi. Padahal kami sudah sama sama saling bertukar alamat dan nomor hape.

Manakala kami sudah sama sama ada di luar kereta dan melangkah ke arah areal parkir stasiun, sesuatu yang sama sama tidak kami harapkan pun terjadi. Kau dijemput oleh perempuan jelita, sedangkan aku dihampiri oleh Rendra, kekasihku. Hmmm, situasi yang sulit aku gambarkan.

Haripun berlalu..

Kita kembali pada aktifitas masing masing dan sama sama disibukkan oleh ini itu. Tapi , sungguh tidak mudah melupakan perjalanan itu. Bersamamu, aku seperti seorang peri yang kau dudukkan di atas  salah satu bintang, lalu turunnya melewati pelangi. Ah, andai saja waktu bisa di undo, alangkah indahnya. Tapi itu tidak mungkin. Yang bisa aku dan kamu lakukan sekarang hanyalah bersua lewat huruf demi huruf yang terangkai menjadi sebuah pesan manis.

Rizky, senang bisa mengenalmu. Terima kasih ya, terima kasih untuk sepotong kisah perjalanan yang akan selalu tersimpan di hati..

Selesai

Karya karya yang lain bisa dinikmati di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun