Mohon tunggu...
Munif Mutawalli
Munif Mutawalli Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Sastra Asia Barat

Kebenaran akan terdengar di telinga - telinga yang mencarinya (thalabul haqq), kecuali orang - orang yang mencari pembenaran (jahil) dan enggan untuk mencari kebenaran (jahil murakkab). Tugas kolektif (bersama) adalah menjaga kebenaran (dimanapun, bagaimanapun dan dari siapapun kebenaran tersebut), sebelum 'hoax' luas membumi dan 'kesesatan berpikir' nikmat menindas serta menghegemoni.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Harmonisasi Wahyu dan Rasio (Akal)

4 November 2024   21:59 Diperbarui: 4 November 2024   22:01 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa paham menghilangkan peran rasio (akal) karena mereka melihat persoalan ini secara urutan bukan penggunaan. Padahal pada kenyataannya, ketika seseorang ingin memahami wahyu pasti rasionya juga ikut berjalan. Sama halnya ketika Anda mau memahami alam, bukan berarti hanya indra yang bekerja tapi juga rasio. Indra dan akal justru berkerja secara bersamaan dan saling melengkapi.

Permasalahan lain adalah menganggap wahyu lebih di atas dibanding rasio (akal), atau menganggap rasio lebih di atas dibanding wahyu. Permasalahan di atas benar secara kondisional, itulah titik harmonisasi dari pertentangan tersebut.

Rasio lebih di atas dibanding wahyu dalam kondisi seseorang baru mencari agama, baru mau mengenal agama. Jadi, orang yang baru mau mengenal agama, mereka terlebih dahulu mengonfirmasi konsep-konsep dalam agama dengan menggunakan rasio (logika) seperti, Tuhan, Malaikat, Nabi, dan termasuk wahyu.

Setelah masuk dalam lingkaran agama, yang berlaku adalah ketundukan dan kepasrahan terhadap konsep-konsep agama yang sebelumnya telah terkonfirmasi. Dalam kondisi ini, Wahyu lebih di atas dibanding rasio. Peran rasio disini adalah menghubungkan teks antar teks agama, menjabarkan serta mendeskripsikan konsep-konsep keagamaan.

Mendamaikan polemik wahyu dan rasio (akal) mestilah dipandang dari segi harmoni. Baik wahyu maupun rasio, keduanya berasal dari sesuatu yang sakral dan ketika diturunkan untuk umat manusia (Islam secara khusus), keduanya berpotensi disalahartikan. Untuk itu, untuk memaksimalkan penggunaannya, selayaknya wahyu dan rasio saling melengkapi satu sama lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun