"Insia, kamu sudah dewasa, sudah waktunya bunda dan bapakmu mulai memikirkan pendamping hidupmu".
Mendengar kata-kata itu, Insia sudah mengerti bahwa dia akan dijodohkan dengan anak dari om dan tante yang minggu lalu itu.
Insia diam dengan seribu bahasa, meskipun kebiasaan Insia selalu menjawab apa yang dikatakan ibunya, tapi untuk kali ini dia tidak bisa berbicara.
"Anakku" Ambari menambahkan "kemaren om Ali dan tante Leha sengaja berkunjung kesini untuk mengetahui tentang dirimu dan tadi pagi mereka menelponku menanyakan kapan waktu yang tepat untuk melamarmu".
"nak, untuk kali ini bunda dan bapakmu meminta persetujuannmu untuk menerima lamaran Indra, lagian om Ali sepupu bapakmu, gak enak jika tidak diterima" ucap bunda.
"lagian Indra anak baik-baik, dia menjadi ustat di salah satu pesantren terbesar di Sumenep, aku yakin Indra bisa menjagamu dan membuatmu bahagia" ambari berusaha merayu anaknya.
"anakku tersayang, kapan lagi kamu bisa memenuhi keinginan bunda dan ayahmu kalau bukan sekarang".
"tahun ini kamu akan lulus MA, setelah itu terserah kamu, kamu sendiri yang akan menentukan kampus mana yang kau sukai, atau kamu mau lanjut mondok. Itu tersserah kamu".
"ini cuma tanda bahwa kamu sudah ada yang punya, kalo masalah pernikahan itu tergantung kamu dan tunanganmu yang menentukan".
Insia kemabali tak berdaya mendengar ucapan kedua orang tuanya.
Insia mengingat hubungannya dengan Riki yang begitu erat bahkan riki sudah berjaji akan melamarnya setelah lulus kuliah, hubungannya akan putus karena akan ditunangkan dengan Indra. Betapa sedihnya, Insia tidak bisa berbuat apa-apa. Apalagi orang tuanya untuk kali ini benar-benar serius.