Terkait dengan kegiatan mendongeng di atas, saya melihat bahwa proses kegiatan mendongeng dan bercerita seperti yang dicontohkan dari kegiatan si Otan mendongeng tersebut adalah bahwa si Otan berkontribusi pada proses menanamkan nilai-nilai ilmu pengetahuan (dari pesan-pesan yang disampaikan), teknologi (dari penggunaan boneka tangan, musik serta laptop dan sound system saat kegiatan berlangsung) dan seni (dari bagaimana proses interaksi dan interaktif saat ‘pertunjukan’ yaitu antara pencerita, si Otan, audiens – siswa-siswa yang terpadu secara baik, menyenangkan dan membahagiakan) yang bercampur secara apik dalam proses mendongeng tersebut.
Dan proses diatas adalah suatu proses budaya, proses berbudaya. Bila kemudian berimplikasi terhadap terjadinya perubahan paradigma ataupun pola dan cara berpikir dari audiens (yang mengarah pada terjadinya, nantinya, Revolusi Mental) yang diakibatkan dari keikutsertaan mereka dalam kegiatan mendongeng/bercerita ini, itulah yang saya maksudkan sebagai ‘reproduksi budaya’ pada judul tulisan di atas – dari kondisi budaya sebelumnya berubah menjadi suatu kondisi budaya yang lebih baik. Itulah harapan dari sebuah proses, yaitu, tentunya, bergerak kearah yang lebih baik atau positif.
Kegiatan (kebiasaan) mendongeng atau bercerita ini sepertinya mulai luntur atau bahkan sudah kritis sekali keberadaannya di Nusantara ini. Mengingat besarnya manfaat mendongeng, terutama untuk proses berbudaya yang lebih baik, sudah sepatutnya kegiatan yang baik dan bermanfaat ini dapat ditingkatkan dan disebar-luaskan lebih giat lagi – terutama bila dimungkinkan menjadi bagian dari sistem pendidikan yang berlaku di tanah air kita ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H