Jika masalah gizi ini penting seberapa besarkah perhatian yang diberikan? Catatan menunjukkan Bank Dunia baru menaruh perhatian yang lebih serius diseputaran tahun 1990. Sebelumnya, ilmu gizi dan masalah gizi di lingkugan PBB misalnya, hanya berada dalam ranah bahasan oleh badan-badan PBB seperti UNICEF, FAO dan WHO. Â Baru di tahun 1990, Bank Dunia dalam laporannya mengulas berbagai program gizi sebagai bagian kegiatan penanggulangan kemiskinan di beberapa negara berkembang. Kemudian pernyataan bahwa peran perbaikan gizi sebagai suatu investasi pembangunan dengan keuntungan jangka pendek dan jangka panjang yang nyata, ditahun-tahun berikutnya lebih ditegaskan lagi. Ujud dari pernyataan tersebut kemudian terlihat dalam bentuk pinjaman untuk upaya perbaikan gizi relative makin besar jumlahnya.
Bagaimana dengan aplikasi ilmu gizi? Perkembangan terakhir menunjukkan aplikasi ilmu gizi mulai menjangkau bidang yang lebih sensitive yaitu hak azasi manusia. Kapan hal sensitive ini mulai mencuat? Bermula dari suatu simposium di Genewa April 1999. "Pendekatan Hak Asasi Manusia dalam Kebijakan dan Program Pangan dan Gizi" begitu judul yang diangkat komisi hak azasi manusia PBB dalam symposium itu. Di dalamnya dibahas deklarasi PBB tahun 1966 tentang hak asasi Ekonomi, Politik, dan Budaya. Â
"Setiap orang berhak untuk memperoleh cukup makanan, dan hak asasi untuk bebas dari kelaparan dan kurang gizi." Â Berdasarkan ini deklarasi tersebut mewajibkan negara untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak manusia mengenai pangan dan gizi. Gagal memenuhi hal ini dianggap melanggar hak asasi.
Dengan demikian dimensi ilmu gizi tidak lagi hanya meliputi bidang-bidang kesehatan, biomedis dan pertanian, tetapi juga ekonomi, sosial, budaya serta hukum. Karena itu aplikasi ilmu gizi untuk mengatasi masalah gizi di masyarakat memerlukan pemahan terhadap sifatnya yang sangat interdisiplin.
Adalah Alan Berg yang menyorot tentang bagaimana seharusnya melihat masalah gizi di masyarakat dari sudut pandang berbagai disiplin. Ia membuat suatu preposisi. Suatu masalah gizi jelas adalah masalah kesehatan. Tapi penanggulangannya tidak akan efektif kalau pendekatan yang dilakukan  hanya secara medis atau pelayanan kesehatan. Kalau masalah gizi dianggap sebagai masalah kekurangan pangan, lalu cara mengatasinya tentu tidak dengan sendirinya hanya dari segi pertanian atau peningkatan persediaan pangan.Â
Di banyak negara berkembang daya beli dan penyediaan pangan pada tingkat rumah tangga lebih banyak menyangkut segi ekonomi. Belum lagi masalah gizi ganda yang dihadapi didekade-dekade terakhir ini yang melanda negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Masalah Gizi mikro kini muncul mendampingi masalah gizi makro. Inilah tren pergeseran masalah gizi ke depan, pendulumnya bergeser terus seiring waktu tanpa melepas masalah masa lalu yang masih tetap melekat. Dari masalah yang terfokus pada kekurangan protein menuju masalah vitamin dan mineral. Akibatnya beban ganda menghadang belum lepas dari masalah gizi kurang kini masalah gizi lebihpun melintang. Ibarat kata pepatah sudah jatuh tertimpa tangga pula. Masalah gizi ganda kini potensial mengguncang qualitas generasi mendatang.
Lalu bagaimana menyikapinya? Mau tidak mau atau suka tidak suka insan gizi perlu dipersiapkan lebih intens lagi, baik jumlah maupun kualitasnya. Upaya-upaya pencegahan lewat kegitan preventive atau pencegahan dan promotive di tigkat keluarga dan masyarakat perlu terus digalakkan. Memang tidak mudah merubah pola makan, seperti kata pepatah kuno Cina lebih mudah merubah suatu dinasti dari pada merubah pola makan banyak orang. Kini harus diakui produk-produk mie instan misalnya yang merupakan bahan makanan sumber energi yangmengandung kalori tinggi bahkan dijadikan laup teman makan nasi yang juga merupakan bahan makanan sumber energi atau tinggi kalori. Sedangkan sumber zat gizi dari buah dan sayuran bahkan protein hewani masih sangat terbatas. Data menunjukkan kekurangan zat gizi mikro seperti vitamin A, zat besi, Iodium, zicnk misalnya sangat kurang dalam menu makanan sehari-hari terutama bagi anak-anak.
Pada tataran kebijakan Political will  Pemeritah dan kesadaran masyarakat harus ditumbuhkan secara gencar, karena masalah gizi bukan hanya masalah nikmat di lidah dan kenyang diperut lalu selesai sampai disitu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H