Mohon tunggu...
Abraham Wirotomo
Abraham Wirotomo Mohon Tunggu... Peneliti -

Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Peneliti Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ringkasan Naskah Akademik Tax Amnesty

22 Juli 2016   04:58 Diperbarui: 22 Juli 2016   06:33 3102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dear rekan-rekan Kompasiana yang baik,

Setelah UU Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty (TA) disahkan, semakin banyak orang yang bertanya-tanya tentang TA. Suatu Naskah Akademik (NA) telah disusun oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementrian Keuangan dengan jumlah halaman sebanyak 131 halaman. Pada tulisan ini, saya mencoba meringkas Naskah Akademik tersebut.

Semoga tulisan ini dapat memberi tambahan informasi bagi rekan-rekan yang masih penasaran mengenai latar belakang dari UU TA. Diakhir tulisan, rekan-rekan bisa mengakses tautan pdf lengkap untuk NA, UU, Penjelasan UU, Peraturan Menteri, Peraturan Dirjen, dan Surat Edaran terkait Pengampunan Pajak. Siapa tahu bermanfaat atau bisa di-share kepada pihak yang mungkin penasaran atau tertarik mendaftar pengampunan pajak.

Sebelum masuk pada ringkasan NA, saya ingin memulai dengan definisi TA sebagai berikut: “Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.”

1. Latar Belakang

Latar belakang dari TA adalah sebagai berikut:

  • Keinginan menambah anggaran pembangunan memerlukan tambahan penerimaan negara.
  • Sektor migas yang menjadi primadona di masa Orba sudah semakin menurun.
  • Pendanaan pembangunan lewat utang ataupun hibah dapat menciptakan kerawanan fiskal di masa mendatang serta memunculkan ketergantungan terhadap negara lain.
  • Jumlah pembayar pajak di Indonesia tergolong masih rendah dibandingkan negara maju (rendahnya tax ratio).
  • Terbatasnya kapasitas otoritas perpajakan terutama dalam mengawasi aktivitas perekonomian di sektor informal (underground economy) dan mencegah larinya modal (capital flight) ke luar negeri.
  • Terdapat banyak pihak yang mempunyai kekayaan yang berdasarkan penghindaran atau penggelapan pajak, baik yang tersimpan di dalam maupun luar negeri.
  • Terdapat lebih dari Rp 3.000 triliun kekayaan WNI yang tersimpan di Singapura. Ini tidak berarti semua kekayaan tersebut terkait penggelapan.
  • Pengampunan pajak bukanlah hal yang baru, pernah dilakukan pada tahun 1964, 1984, dan 2008.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan dana pembangunan yang semakin besar, TA dipandang sebagai suatu trobosan dengan cara memanfaat potensi perpajakan yang salama ini belum tergali.

2. Kajian Teoritis

Fungsi pajak dalam pembangunan ekonomi dapat dibedakan atas dua macam, yakni fungsi anggaran dan fungsi pengaturan. Fungsi anggaran berarti pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dalam negeri suatu negara yang jumlahnya setiap tahunnya semakin bertambah.

Sedangkan fungsi pengaturan berarti pajak dapat digunakan oleh pemerintah untuk mengatur variabel-variabel ekonomi makro untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang ditargetkan, memperbaiki distribusi pendapafan dan menjaga stabilitas ekonomi melalui pengaturan konsumsi dan investasi masyarakat.

Adanya penerapan Automatic Exchange of Information (AEOI) atau pertukaran informasi secara otomatis antar negara diharapkan mampu mendorong transparansi keuangan global, terutama dalam penentuan hak pemajakan atas transaksi lintas negara (cross border transactions). AEOI memberikan kemudahan bagi pemerintah untuk mengumpulkan informasi mengenai kekayaan warga negara Indonesia yang tersimpan di luar negeri. Pemerintah Indonesia telah menandatangi kerja sama terkait AEOI di Paris pada tanggal 3 Juni 2015.

Salah satu bentuk program pengampunan yang dikenal dan diterapkan di beberapa negara dan dapat dijadikan acuan adalah program pengampunan yang dikenal dengan istilah Offshore Voluntary Disclosure Program (OVDP). Program ini memberikan pengampunan pajakdengan format yang lebih bervariasi untuk meningkatkan transparansi perpajakan. Dengan mengikuti program ini, Wajib Pajak mendapat fasilitas tarif pajak yang lebih rendah serta penghapusan sanksi administrasi dengan mengungkapkan harta yang berada diluar negeri.

Pada dasarnya tiap negara memiliki dua alternatif kebijakan dalam memerangi offshore tax evasion. Pertama, mereka dapat saja melakukan negosiasi untuk bekerjasama secara intensif dengan negara-negara yang ditenggarai sebagai tempat berlabuhnya harta yang disembunyikan oleh Wajib Pajak-nya dalam bentuk pertukaran informasi.

Contoh dari hal ini adalah kerjasama antara Amerika Serikat dengan Swiss dalam rangka ‘memaksa’ bank-bank Swiss untuk menyediakan informasi tentang saldo bank dari warga negara Amerika Serikat. Kerjasama ini tidak berhasil karena para pengemplang pajak justru memilih untuk mengalihkan dana mereka dari Swiss ke negara-negara yang memiliki kerahasiaan yang ketat.

Kedua, dapat diberikan suatu bentuk insentif kepada Wajib Pajak untuk mengungkapkan harta kekayaan yang ada di luar negeri maupun jumlah pajak yang telah diselundupkan, secara sukarela. Cara ini kini banyak diaplikasikan di banyak negara dalam kebijakan Offshore Voluntary Disclosure Program (OVDP).

3. Kajian Praktik Negara Lain

Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh OECD (2010), berikut merupakan rangkuman dari komparasi 54 kebijakan OVDP di 39 negara sebelum tahun 2010:

  • Sebagian besar kebijakan OVDP di negara-negara tersebut kurang menarik dari kacamata Wajib Pajak. Terlihat bahwa sebagian besar OVDP hanya memberikan insentif berupa penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi, namun tidak banyak memberikan insentif atas perlakuan nilai pajak terutang. Hal tersebut dikarenakan acuan OVDP adalah ketentuan undang-undang pajak yang berlaku secara umum, sehingga kemungkinan penghapusan ataupun pengurangan pajak terutang sulit untuk diaplikasikan. Pada umumnya, pengampunan pokok pajak hanya berlaku jika OVDP diletakkan dalam skema ketentuan khusus (special program). Dalam ketentuan khusus, biasanya terdapat suatu nilai ‘uang tebusan’ yang berbeda dengan nilai pajak terutang.
  • Kritik mengenai OVDP biasanya menyentuh juga pada minimnya aspek punishment. Wajib Pajak hanya diberikan insentif untuk secara sukarela melaporkan harta ataupun merepatriasi modal ke dalam negeri, tanpa adanya suatu efek jera tambahan jika mereka terbukti tidak patuh di kemudian hari. Berkaca dari upaya menciptakan setting yang setimpal antara ‘sticks’ and ‘carrots’ (reward dan punishment), Amerika Serikat telah berulang kali merevisi skema OVDP dari generasi I di tahun 2009 hingga generasi III di tahun 2012.  Sebagai catatan, sanksi administrasi yang diberikan kepada Wajib Pajak Amerika Serikat pada program generasi I dipatok pada jumlah tertentu saja.
  • Dari sisi durasi, OVDP yang bersumber kepada ketentuan pajak yang bersifat khusus (misalkan program spesifik) biasanya memiliki durasi waktu program yang terbatas. Oleh karena itu, Wajib Pajak cenderung melihat program tersebut sebagai sesuatu yang sulit untuk dilewatkan.
  • Keberhasilan OVDP di berbagai negara, yang ditinjau dari jumlah dana yang berhasil dihimpun ataupun perbaikan kepatuhan- juga belum dapat dikaji secara mendetail karena tidak tersedianya data dan juga sebagian besar dari program tersebut dilaksanakan baru-baru ini. Walau demikian, kajian yang dilakukan oleh Langenmayr (2015) untuk keberhasilan OVDP di Amerika Serikat penting untuk dicermati. Menurutnya, OVDP tidak berhasil meningkatkan kepatuhan pajak bagi Wajib Pajak yang memiliki dana di luar negeri dan justru mendorong insentif untuk penyelundupan pajak (tax evasion). Hal ini dikarenakan oleh sifat OVDP yang cenderung seperti permanent tax amnesty dan mengacu pada ketentuan umum perpajakan, sehingga Wajib Pajak yang cenderung berperilaku menunggu program selanjutnya dan terbentuk moral hazard (cenderung tidak patuh karena nantinya juga akan diberikan kesempatan untuk berpartisipasi).
  • Namun disisi lain, OVDP dapat memberikan keuntungan bagi pemerintah. Dalam jangka panjang, pemerintah dapatmemiliki informasi mengenai pola penggelapan pajak maupun yurisdiksi yang dipergunakan sebagai tempat menyembunyikan harta dan penghasilan. Dari informasi tersebut, upaya menegakkan kepatuhan pajak akan menjadi lebih mudah dilakukan di masa mendatang.
  • Program Offshore Voluntary Disclosure pada dasarnya kompleks dan mencantumkan klausul-klausul yang bersifat sensitif terhadap kemauan Wajib Pajak untuk berpartisipasi. Oleh karena itu, guna menjaring sebanyak mungkin Wajib Pajak yang memiliki keinginan untuk berpartisipasi dalam program (di luar Wajib Pajak yang memang tetap ingin menyelundupkan pajak), maka Pemerintah perlu meluncurkan suatu panduan yang komprehensif, jelas, dan mudah dipahami.

4. Kajian Prinsip

4.1. Filosofi

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Oleh karenanya tidak berlebihan apabila kebijakan-kebijakan strategis dalam bidang perpajakan termasuk Pengampunan Pajak, secara filosofis dapat dipergunakan sebagai media pembaharuan social, administrasi perpajakan, atau bahkan rekonsiliasi perpajakan nasional.

4.2. Sosiologi

Banyaknya potensi harta kekayaan yang tidak dapat dilacak oleh pemerintah berdampak perlunya dilakukan suatu upaya pemerintah untuk memulai suatu tatanan sistem perpajakan yang baru, dengan memberikan suatu pengampunan kepada Wajib Pajak yang selama ini telah tidak patuh melaksanakan kewajiban perpajakannya, baik atas harta yang bersumber dari tindak pidana maupun tidak. Fasilitas Pengampunan Pajak diharapkan akan membuka kesadaran masyarakat untuk membayar pajak masa lalunya yang seharusnya telah dilaporkan dan dibayarkan kepada negara. Kesadaran masyarakat juga akan memberi pengaruh yang besar terhadap penerimaan negara dimasa yang akan datang.

Dengan demikian dalam jangka pendek, setelah pelaksanaan Pengampunan Pajak, manfaat yang secara konkrit akan diperoleh negara adalah perekonomian nasional diharapkan semakin kuat karena penerimaan negara akan meningkat melalui pelunasan uang tebusan.

4.3. Yuridis

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP), terdapat beberapa pasal yang erat kaitannya dengan upaya pemberian ampunan, seperti: Pasal 8 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 13A, Pasal 16 ayat (1), Pasal 36 ayat (1), dan Pasal 37. Dari interpretasi atas seluruh pasal tersebut, agaknya tidak terbuka kemungkinan untuk menghapus dan mengurangi sanksi, baik administrasi maupun pidana.

Jikapun terbuka kemungkinan penghapusan sanksi pidana maka hal itu hanya dimungkinkan dalam konteks Wajib Pajak pertama kali melakukan kealpaan. Dengan demikian, mengacu pada UU KUP yang saat ini berlaku akan membuat program Pengampunan Pajak kehilangan fitur-fitur menariknya yaitu pengurangan, penghapusan sanksi dan sebagainya.

Pengampunan Pajak sebagai suatu gerakan rekonsiliasi perpajakan nasional haruslah diatur dalam undang-undang tersendiri dan bukan diatur secara umum dalam ketentuan suatu undang-undang yang telah ada dan kemudian diatur detail dalam peraturan pemerintah.

5. Kajian Implikasi TA 2016 bagi Indonesia

5.1. Penerimaan negara

Penerimaan negara dari sektor pajak akan meningkat pada tahun diterapkannya program pengampunan pajak. Hal ini karena untuk mendapatkan pengampunan, Wajib Pajak wajib membayar sejumlah uang tebusan. Selain itu, penerimaan negara di masa yang akan datang juga akan meningkat seiring dengan meningkatnya kepatuhan Wajib pajak. Hal ini didasari bahwa kepatuhan sukarela akan meningkat setelah program pengampunan pajak dilakukan karena Direktorat Jenderal Pajak akan memiliki basis data mengenai harta Wajib Pajak yang lebih lengkap dan akurat.

Peningkatan penerimaan negara di masa yang akan datang juga dapat berasal dari Wajib Pajak yang belum menjadi bagian dari sistem administrasi pajak akan masuk menjadi bagian dari sistem administrasi pajak. Para Wajib Pajak baru ini tidak akan bisa mengelak dan menghindar dari kewajiban pajaknya karena sudah menjadi bagian dari sistem administrasi pajak.

Namun demikian, tidak dipungkiri bahwa program pengampunan pajak akan membawa konsekuensi adanya beban bagi penerimaan negara yang antara lain berasal dari potential loss yang hilang karena adanya pengampunan. Selain itu, harus pula diingat adanya peningkatan penerimaan negara yang dapat diperoleh di masa yang akan datang hanya dapat terjadi jika pengawasan terhadap Wajib Pajak dilakukan dengan lebih efektif dankepatuhan sukarela dari Wajib Pajak meningkat.

5.2. Perbaikan sistem perpajakan

Data baru yang diperoleh dari program pengampunan pajak tersebut akan diadministrasikan dalam database Direktorat Jenderal Pajak sehingga dapat menambah basis data pemajakan dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan di masa yang akan datang. Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak akan terdorong untuk lebih transparan dalam menentukan kewajiban pajak yang sebenarnya dari Wajib Pajak karena dari pihak Wajib Pajak telah terbuka dalam pelaporan Surat Pemberitahuan.

5.3. Rekonsiliasi perpajakan

Demi terlaksananya program-program Pemerintah, negara perlu memiliki sumber penerimaan yang terjamin dan berkesinambungan. Sehingga, terdapat hubungan yang sangat erat antara Pajak dengan aspek-aspek mendasar kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karenanya tidak berlebihan apabila kebijakan-kebijakan strategis dalam bidang perpajakan termasuk pengampunan pajak, secara filosofis dapat dipergunakan sebagai media pembaharuan sosial.

5.4. Respon masyarakat

Program pengampunan pajak pada dasarnya mengampuni kesalahan yang dilakukan Wajab Pajak, hal ini dapat menimbulkan ketidakadilan bagi Wajib Pajak lain yang sebelumnya telah jujur dan taat dalam melaporkan kewajiban pajaknya. Oleh karena itu, sangat mungkin timbul ketidaksetujuan masyarakat atas program ini karena terusiknya rasa keadilan ini. Terkait hal tersebut, perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai justifikasi dari pengampunan pajak yang memberikan perlakuan berbeda berupa pembebasan sanksi dan pidana pajak bagi para Wajib Pajak yang tidak melaporkan hartanya dengan benar (tax evaders).

5.5. Beban keuangan

Pelaksaan program pengampunan pajak dalam menimbulkan beban keuangan negara dalam bentuk pembiayaan penambahan sistem dan peralatan untuk mengadministrasikan berkas Wajib Pajak yang mengikuti program pengampunan pajak ini. Namun diperkirakan tambahan beban adminitrasi ini akan jauh lebih kecil dibandingkan manfaat yang akan diperoleh.

6. Yang Ingin Diwujudkan dari Pembentukan UU TA

Sasaran umum yang ingin dicapai dengan membentuk Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak antara lain:

  • Meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka pendekmelalui pembayaran uang tebusan;
  • Meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka panjang melalui perluasan basis data pemajakan;
  • Meningkatkan kepatuhan pajak;
  • Transisi ke sistem perpajakan baru yang lebih kuat dan adil;
  • Mendorong rekonsiliasi perpajakan nasional.

Fasilitas yang akan diberikan dalam kebijakan Pengampunan Pajak bagi pengungkapan harta yang disimpan di dalam dan luar negeri adalah sebagai berikut:

  • Pengampunan pokok pajak yang akan diganti dengan “uang tebusan” yang basisnya akan mengacu pada harta dan tarifnya bervariasi, tergantung dari periode penyampaian Surat Permohonan Pengampunan Pajak.
  • Pengampunan sanksi administrasi pajak dan sanksi pidana di bidang perpajakan.

Fasilitas yang akan diberikan dalam kebijakan Pengampunan Pajak adalah sebagai berikut:

  • tidak dilakukan atau ditangguhkan atau dihentikan proses:
    • pemeriksaan;
    • pemeriksaan bukti permulaan; dan/atau
    • penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir.
  • fasilitas lainnya berupa:
    • penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan, dan tidak dikenai sanksi pidana di bidang perpajakan, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir;
    • penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga, atau denda, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir;
    • tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir; dan
    • penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dalam hal Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan atas kewajiban perpajakan, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, yang sebelumnya telah ditangguhkan.

6.1. Subjek yang diberikan pengampunan pajak

Subjek yang diberikan Pengampunan Pajak ditentukan sebagai berikut:

  • Setiap Wajib Pajak berhak mendapatkan Pengampunan Pajak.
  • Pengampunan Pajak diberikan kepada Wajib Pajak melalui pengungkapan Harta yang dimilikinya dalam Surat Pernyataan.
  • Dikecualikan dari Wajib Pajak berhak mendapatkan Pengampunan Pajak, yaitu Wajib Pajak yang sedang:
    • dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan;
    • dalam proses peradilan; atau
    • menjalani hukuman pidana,

6.2. Objek yang diberikan pengampunan pajak

Objek pajak yang diberikan pengampunan terdiri atas jenis-jenis pajak sebagai berikut:

  • Pajak Penghasilan; dan
  • Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

6.3. Tarif dan Cara Menghitung Uang Tebusan

Tarif Uang Tebusan ditentukan sebagai berikut:

  • Tarif Uang Tebusan atas Harta yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan diinvestasikan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu paling singkat 3 (tiga) tahun terhitung sejak dialihkan, adalah sebesar:
    • 2% (dua persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku;
    • 3% (tiga persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan keempat terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2016; dan
    • 5% (lima persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.
  • Tarif Uang Tebusan atas Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebesar:
    • 4% (empat persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku;
    • 6% (enam persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan keempat terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2016; dan
    • 10% (sepuluh persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.
  • Tarif Uang Tebusan bagi Wajib Pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada Tahun Pajak Terakhir adalah sebesar:
    • 0,5% (nol koma lima persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam Surat Pernyataan; atau
    • 2% (dua persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam Surat Pernyataan,untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.

Besarnya Uang Tebusan dihitung dengan cara mengalikan tarif-tariftersebut di atas dengan dasar pengenaan Uang Tebusan. Sedangkan Dasar pengenaan Uang Tebusan dihitung berdasarkan nilai Harta bersih pada akhir tahun buku 2015 atau 2014 (tergantung periode pembukuan Wajib Pajak) dikurangi dengan nilai Harta bersih dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Terakhir. Sedangkan nilai Harta bersih merupakan selisih antara nilai Harta dikurangi nilai Utang.

6.4. Manajemen data informasi

Menteri menyelenggarakan Manajemen Data dan Informasi dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang ini. Selain itu, setiap pejabat yang terkait dengan pelaksanaan Undang-Undang ini dilarang memberitahukan data dan informasi yang diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak kepada pihak lain. Kententuan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum atas kerahasiaan data yang disampaikan Wajib Pajak.

Data dan informasi yang disampaikan Wajib Pajak dalam rangka Pengampunan Pajak tidak dapat diminta atau diberikan kepada pihak lain berdasarkan peraturan perundang-undangan lain, kecuali atas persetujuan Wajib Pajak sendiri. Data dan informasi yang disampaikan Wajib Pajak digunakan sebagai basis data perpajakan Direktorat Jenderal Pajak. Pengaturan ini diperlukan untuk memberikan kepastian hukum atas kerahasian data dan informasi yang disampaikan WP.

Pegawai Kementerian Keuangan Republik Indonesia tidak dapat dilaporkan, digugat, dilakukan penyidikan, atau dituntut baik secara perdata maupun pidana apabila dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ini. Selian itu, Menteri melakukan perencanaan, pelaksanaan, koordinasi, dan evaluasi Pengampunan Pajak. Oleh karena itu, undang-undang ini menghapuskan beberapa hak negara di bidang perpajakan (misal: penghapusan sanksi pidana pajak) maka pengaturan ini diperlukan untuk memberi perlindungan hukum bagi para pihak yang melaksanakan ketentuan undang-undang ini.

Demikian ringkasan dari Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). 

Nuwun,

Abraham Wirotomo

Link Lengkap terkait Peraturan Pengampunan Pajak (Tax Amnesty / TA):

Undang - Undang Pengampunan Pajak

Penjelasan Undang - Undang Pengampunan Pajak

Naskah Akademik Pengampunan Pajak

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.08/2016

Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER - 07/PJ/2016

Surat Edaran Nomor SE-30/PJ/2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun