"Jadi sudah nggak wartawan lagi sekarang?" Begitulah kalimat terakhir dari mereka kebanyakan, sebelum akhirnya benar-benar berhenti menghubungi saya.
Apakah saya kehilangan mereka? Terus terang pertanyaan ini agak sulit saya jawab. Kehilangan tentu saja tidak. Tetapi terus terang, diam-diam saya menaruh harapan pada mereka, terutama mereka yang dulu begitu manis begitu mesra begitu ngotot menggoda saya. Terus terang saja saya akui itu. Setidak-tidaknya saya dulu pernah bilang ke mereka saat menolak rayuan/pemberian mereka dengan ungkapan, "Saya belum butuh. Suatu saat saya mungkin butuh. Dan di saat itu saya harap Anda akan sebaik sekarang." -- meskipun sejak dulu saya pun tahu saya naif memercayai orang-orang seperti mereka akan sesuai dengan yang saya harapkan; dan sekarang, kenaifan itu menjadi kenyataan.
Pantaskah seseorang yang mengaku idealis merasakan ini? Patutkah saya berpengharapan kepada mereka? Barangkali pertanyaan ini sebenarnya yang paling penting dikemukakan. Saya tahu, jawabannya adalah tidak. Jelas tidak. Saya tahu, saya merasakan ini karena saya berperasaan bahwa saat ini saya berada di titik terendah dalam hidup.
Tapi yang jelas, satu pelajaran berharga saya peroleh: ketulusan atau kesungguhan yang benar-benar dari manusia terketahui ketika mereka berhadapan dengan sepah, bukan tebu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H