Mohon tunggu...
Abisha Arya Gunawan
Abisha Arya Gunawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Perkenalkan nama saya Abisha Arya Gunawan, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia UIN Suska Riau๐Ÿ™๐Ÿ™

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pencegahan Kejahatan di Bidang Perpajakan dalam Korupsi

2 Juni 2024   20:36 Diperbarui: 2 Juni 2024   20:36 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Abisha Arya Gunawan

Vera Sardila.,M.Pd

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riauย 

Abstrakย 

Kejahatan dibidang perpajakan dalam korupsi dapat berupa melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan yng memenuhi ketentuan peraturan perundang -- undangan perpajakan. pada ketentuan peraturan perundang -- undangan perpajakan dikategorikan sebgai kaidah hukum pajak yang menjadikoridor untuk berbuat atau tidak berbuat sepertinya korupsi.k Untuk menanggulangi tindak pidana yang terjadi di bidang perpajakan, negara sudahmembuat berbagai undang-undang yang terkait dengan tindak pidana perpajakan.Keberhasilan suatu peraturan mencapai tujuannya sangat ditentukan olehkebijakan hukum pidana yang terkandung di dalamnya. Ternyata bahwa kebijakanhukum pidana dalam berbagai undang-undang terkait dengan tindak pidana perpajakan, tidak konsisten, tidak sinkron dan tidak harmonis satu sama lain. Halitu terlihat baik dalam perumusan delik, unsur pidana dan pertanggungjawaban pidana, kebijakan dalam pidana dan pemidanaan, kebijakan dalam aturan penyidikan serta koordinasi antara aparat penegak hukum terkait. Untuk mendukung keberhasilan penegakan hukum pidana di bidang perpajakan, perluditetapkan kebijakan hukum pidana yang memperhatikan konsistensi, sinkronisasidan harmonisasi, berbagai peraturan terkait dengan tindak pidana di bidang perpajakan.um pidana yang terkandung di dalamnya. Ternyata bahwa kebijakanhukum pidana dalam berbagai undang-undang terkait dengan mendukungkeberhasilan penegakan hukum pidana di bidang ekonomi, perlu ditetapkankebijakan hukum pidana yang memperhatikan konsistensi.

Pendahuluanย 

1. Latar Belakangย 

Jika kita berbicara tentang kejahatan di bidang perpajakan, hal tersebuttidak akan terlepas dari pengertian tentang tindak pidana perpajakan itu sendiri,yakni suatu perbuatan yang berhubungan dengan tindak kejahatan di bidang perpajakan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana sesuai ketentuanundang-undang yang berlaku. biasanya kejahatan perpajakan ini dilakukan tanpakekerasan, sehingga kejahatan ini masuk dalam kelompok kejahatan jenisconcursus idealis, artinya memiliki basis dasar dari kejahatan tertentu seperti: penggelapan, penipuan, pemalsuan dan pencurian dsb.

Kejahatan Perpajakan ini dapat disebut pula kejahatan luar bisa ( ExtraOrdinary Crimes), atau lebih familiar disebut pula sebagai kejahatan kerah putih(White Collar Crime), yang mana kejahatan/pidana perpajakan ini agak sulitdideteksi karena dilakukan oleh orang-orang yang sangat piawai ( skill person),kadang kala kejahatan ini dilakukan oleh orang-orang di luar Institusi Perpajakanitu sendiri, atau juga dapat dilakukan bersama-sama (berkolusi) dengan orang-orang yang terkait dengan Intitusi Perpajakan dengan berselimut Yuridis Formil baik bersama-sama dengan pemufakatan jahat dengan Wajib Pajak, baik sebagai pelaku utama, pelaku pembantu, pelaku penyuruh maupun pelaku intelektualnya.Di samping itu hasil dari kejahatan perpajakan ini nilainya sangat material, yangdiperkirakan kerugian negara akibat kejahatan/pidana perpajakan bisa mencapai puluhan bahkan ratusan trilyun rupiah, suatu nilai yang sangat material bagi pembiayaan suatu negara seperti Indonesia ini yang sangat memerlukan danauntuk pembangunan (Heri Pahwasono, SE. Ak. MM, 2006).

Kejahatan di bidang perpajakan digolongkan ke dalam kejahatan yang bersifat menimbulkan kerugian pada keuangan negara atau perekonomian negara.Oleh karena itu unsur kerugian pada keuangan negara atau perekonomian negaramerupakan salah satu unsur delik korupsi. Sebaliknya kejahatan di bidang perpajakan memiliki unsur "dapat menimbulkan kerugian pada pendapatannegara".dalam arti, delik pajak memilki unsur kerugian yang berbeda denganunsur kerugian pada delik korupsi. Walaupun demikian, baik delik pajak maupundelik korupsi, keduanya merupakan kejahatan yang berada di luar jangkauanKUUHP karena diatur secara tersendiri dalam undang-undang yang berbeda.Munculnya kejahatan dibidang perpajakan, didasarkan pada kaidah hukum pajak yang berupaya membedakan dalam bentuk seperti "karena kelalaian" atau"dengan kesengajaan". Adanya pembedaan itu tergantung pada niat dari pelakuuntuk mewujudkan perbuatannya yang terjaring dalam kaidah hukum pajak.Sebenarnya kejahatan di bidang perpajakan muncul karna didasarkan pada niat pelakunya saat melaksananakan tugas dan kewajiban masing-masing.

Oleh karena itu, penting untuk dilakukan langkah-langkah agar dapatmengatasi kejahatan di bidang perpajakan ini diantaranya dengan memperketat pengawasan dan peraturan dengan memberikan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku tindak kejahatan di bidang perpajakan tersebut agar menimbulkan efek jerakepada pelaku sekaligus sebagai peringatan kepada petugas lainnya.

Pembahasan

1. Pengertian Kejahatan di Bidang Perpajakanย 

Pengertian kejahatan di bidang perpajakan dapat ditinjau dari aspek yuridis, sosiologis, dan filosofis ketiga aspek ini perlu dicermati secara mendetailsebelum melangkah pada tahap subtansi kejahatan itu sendiri. Kejahat di bidang perpajakan sangat terkait dengan penerapan hukum pajak untuk mengarahkan pegawai pajak, wajib pajak, pejabat pajak atau pihak lain agar menaati peraturan perundang-undangan. (Muhammad Djafar Saidi dan Eka Merdekawati Djafar,2011).

Secara yuridis, kejahatan di bidang perpajakan menunjukan bahwakejahatan ini merupakan subtansi hukum pajak karena terlanggarnya kaidahhukum pajak. Secara sosiologis kejahatan di bidang perpajakan telahmemperlihatkan suatu keadaan nyata yang terjadi dalam masyarakat sebagai bentuk aktivitas pegawai pajak, wajib pajak, pejabat pajak atau pihak lain.Sementara itu secara filosofis tersirat makna bahwa telah terjadi perubahan- perubahan nilai dalam masyarakat ketika suatu aktivitas perpajakan di lakukansebagai bentuk peranserta dalam berbangsa dan bernegara. (Muhammad Djafar Saidi dan Eka Merdekawati Djafar, 2011).

Ketika kejahatan di bidang perpajakan telah memenuhi unsur-unsur delik ย pajak, maka pelaku kejahatan pajak wajib dikenakan sanksi pidana sebagaimanaditentukan dalam kaidah hukum pajak. Apabila ditelusuri sanksi pidana sebagaisuatu ancaman hukuman ditunjukan kepada pelaku kejahatan yang memenuhirumusan kaidah hukum pajak hanya berupa hukuman penjara, hukuman kurungandan hukuman denda. (Muhammad Djafar Saidi dan Eka Merdekawati Djafar,2011).

B. Jenis-jenis Kejahatan di Bidang Perpajakanย 

1.Menghitung atau menetapkan pajak 2.Bertindak di luar kewenangan

3.Melakukan pemerasan dan pengancaman

4.Penyalahgunaan kekuasaan

5.Tidak mendaftarkan diri atau melaporkan usahanya

6.Tidak menyampaikan surat pemberitahuan

7.Menyalahgunaan nomor pokok wajib pajak

ย 8.Pemalsuan surat pemberitahuan

9.Menggunakan tanpa hak nomor pokok wajib pajak

ย 10.Menyalahgunaan pengukuhan pengusaha kena pajak

ย 11.Menggunakan tanpa hak nomorn poko wajib pajak

12. Menolak untuk diperiksaย 

13. Pemalsuan pembukuan, pencatatan atau dokumen lainnya.

14. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencataan di indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan,atau dokumen lain

15.Tidak menyimpan buku, cataan, atau dokumen yang menjadi dasar ย pembukuan atau pencatatan

16.Tidak menyetor pajak yang telah di potong atau dipungut

17.Menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak dan/atau bukti setoran pajakย 

18.Menerbitkan faktur pajak tetapi belumย dikukuhkan sebagai pengusaha ken pajakย 

19.Tidak memberikan keterangan atau bukti

20.Menghalangi atau mempersulit penyidikan delik pajakย 

21.Tidak memenuhi kewajiban memberikan data atau informasi

22.Tidak terpenuhi kewajiban pejabat pajak dan pihak lain

23.Tidak memberikan data dan informasi perpajakan

24. Menyalahgunaan data dan informasi Perpajakanย 

25. Tidak memenuhi kewajiban merahasiakan rahasia wajib pajak

26. Tidak dipenuhi kewajiban merahasiakan rahasia wajib pajak.(Muhammad Djafar Saidi dan Eka Merdekawati Djafar, 2011).

C. Dasar Hukum Perpajakanย 

Di dalam Undang-undang Perpajakan No. 16 tahun 2000 (perubahankedua atas UU No 6 tahun 1983, tentang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan), diatur bebarapa pasal yang menjelaskan beberapa hal yang berkaitandengan terjadinya dan sangsi-sangsi atas Kejahatan/Pidana Perpajakan yaknidalam pasal 38 s/d 42, yang intinya dapat penulis ikhtisarkan sebagai berikut:Kejahatan/Tindak Pidana Perpajakan dapat terjadi kapan pun.

Atas unsur kesengajaan di atas yang menimbulkan kerugian negara, pelakunyadapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 tahun, dan / atau denda paling tinggi 4 kali jumlah pajak terutang. Jika dilihat uraian yang menjadi dasar hukum atas kejahatan/pidana perpajakan sangatlah jelas sekali penyebabterjadinya dan konsekuensi hukumnya. Oleh karena itu jika Sistem Perpajakan inisudah bisa memberikan iklim yang kondusif bagi "insan perpajakan" dalammelaksanakan tugas dan perannya dalam berusahan, sehingga tidak ada alasan lagi bagi wajib pajak untuk tidak memenuhi segala sesuatu yang menjadikewajibannya, begitu juga dengan Aparat Pajak/Fiscusnya dalam melaksanakankewajibannya dalam fungsi pelayanan publik serta dalam penegakan hukum pajak itu sendiri (Law Enforcement). (Harahap, M. Yahya, 2005).

D. Kelemahan dan Kelebihan Kejahatan di Bidang Perpajakanย 

Adapun Kelemahan dan Kelebihan kejahatan dibidang perpajakan diatur dalam Pasal 36A ayat (2). Unit Internal Departemen Keuangan (penyidik)mempunyai wewenang melakukan suatu pemeriksaan dan investigasi(penyidikan) terhadap tindakan pegawai pajak yang karena kesengajaan maupunkealpaannya dalam menghitung maupun mengenakan pajak tidak sesuai dengan aturan UU menyebabkan kerugian pada Negara. Unit Internal Departemen Keuangan memiliki legalitas secara hukum karena memiliki wewenang yang telah diatur oleh undang-undang, namun tidak berarti akan menimbulkan masalah. Masalah-masalah yang akan muncul jika tidak diatur lebih lanjut yaitu:

1. Wajib Pajak diberikan perlindungan hukum untuk mengadu jika petugas pajak bertindak diluar kewenangannya. Tetapi dalam UU KUP tidak dijelaskan dimana saja unit Internal Departemen Keuangan ada, apakah disetiap kabupaten/kota, Propinsi, ibu kota negara , atau hanya ada di dalamkantor-kantor di Departemen Keuangan. Jika tidak diatur lebih lanjut makamasyarakat tidak dapat memaksimalkan fungsi unit Internal Departemen Keuangan.

2. Unit Internal Departemen Keuangan berwenang melakukan pemeriksaandan investigasi terhadap pegawai pajak dan apabila terbukti merugikan Negara karena kesengajaan atau kelalaiannya dalam menghitung maupunmengenakan pajak,dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan Perlu diatur bagaimana proses pembuktian sampai pengenaan sanksi, dan siapa yang berhak menjatuhkan sanksi dan sanksiapa saja yang dapat dijatuhkan (sanksi disiplin dan/atau pidana) kiranya perlu diatur lebih lanjut.

3. ย Haruslah diatur bahwa unit Internal Departemen Keuangan tersebutmemiliki sifat otonom. Sebagai penyidik yang membuktikan mengenai adatidaknya pelanggaran peraturan perundang tentunya sangat diharapkantidak ada campur tangan/ intervensi oleh pihak lain, sehingga hasil penyidikan lebih objektif.

4. Dalam Pasal 43A ayat (2) UU KUP ย juga ditemukanadanya unit ย pemeriksa internal di lingkungan Departemen Keuanganuntuk melakukan pemeriksaan bukti permulaan mengenai indikasi tindak pidana sebelumnya dalam Pasal 36A ayat (2) UU KUP ย mengatur mengenaiunit ย Internal Departemen Keuangan. Dari kedua pasal dalam UU KUP diatasmengatur unit yang memiliki nama yang hampir sama dan keduanyamemiliki kewenangan yang cenderung sama. Penulis berpendapat bahwa pembentuk UU KUP mungkin memiliki maksud dan pengertian yangsama antara unit pemeriksa internal dan unit Internal DepartemenKeuangan. Jadi kedua unit tersebut merupakan satu unit yang sama yang bertugas mengumpulkan bukti dan memeriksa bukti permulaan terkaittindak pidana di bidang perpajakan, serta menerima pengaduan dari WajibPajak terkait indikasi tindak pidana di bidang perpajakan.

5. Hal lain yang cukup menarik adalah unit Internal Departemen Keuanganmemiliki wewenang seperti penyidik, namun mengapa unit InternalDepartemen Keuangan tidak diatur lebih lanjut dalam BAB IX UU KUPPasal 44 tentang Penyidikan. Jika diamati secara sekilas wewenang untuk melakukan pemeriksaan dan investigasi yang dimiliki unit InternalDepartemen Keuangan merupakan bagian dari wewenang penyidik di bidang perpajakan. Padahal telah diatur secara tegas bahwa yang hanyamemiliki wewenang untuk melakukan penyidikan di bidang perpajakanadalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan DirektoratJenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak ย pidana di bidang perpajakan. Penulis menilai sepertinya pembentuk UUKUP memisahkan penyidik yang melakukan penyidikan kepada WajibPajak dengan penyidik yang melakukan penyidikan kepada pegawai pajak. Jika penilaian penulis ini benar maka jika terjadi tindak pidana yangdilakukan Wajib Pajak bersama-sama dengan pegawai pajak maka ada dua penyidik internal Departemen Keuangan yang akan melakukan penyidikandengan menggunakan cara penyidikan yang mungkin saja berbeda karenaaturan pelaksana yang berbeda juga. (Harahap, M. Yahya, 2005).

Disamping kekurangan-kekurangan yang disebutkan diatas , Pasal 36 A ini juga telah memiliki kelebihan yaitu akan meningkatkan profesionalisme pegawai pajak karena adanya unit Internal Departemen Keuangan yang memilikiwewenang dalam melakukan pemeriksaan dan investigasi jika terjadi kerugiannegara akibat tindakan pegawai pajak. Selain itu WP diberi perlindungan hukumyang layak , karena sebagai mitra pembangunan jangan sampai WP dirugikan.Sebuah perbaikan yang benar-benar berarti dalam sistem perpajakan adalah Pasal36 A membuka peluang untuk masuknya Pasal 12 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 368 KUHP yang dapat dikenakan bagi pegawai pajak.(Harahap, M. Yahya, 2005).

Penutupย 

1. Kesimpulan

A. Kebijakan hukum pidana dalam tindak pidana di bidang perpajakan yangdilakukan oleh lembaga legislatif tidak memperlihatkan adanya konsistensi,sinkronisasi dan harmonisasi anatara berbagai aturan yang ada baik berkaitanasas-asas hukum pidana materil ataupun hukum pidana formil.

B. Fungsi hukum pidana dalam berbagai aturan hukum pidana di bidang perpajakan tidak memperlihatkan adanya konsistensi. Di sebagian peraturan perundang-undangan Hukum pidana dijadikan hukum dalam fungsi yang primer dan di sebagian lagi menggunakan fungsi hukum sekunder artinya lebihmengutamakan pendekatan hukum lain seperti hukum perdata dan administratif.

C. Kebijakan sistem pemidanaan juga tidak memperlihatkan adanya konsistensidan keseragaman. Di sebagian peraturan perundang-undangan di gunakan sistemalternatif, disebagian lagi menggunakan sistem kumulasi dan di sebagian lagimenggunakan sistem kumulasi tidak murni.

D. Berbagai aturan yang ada dalam tindak pidana perpajakan tidak memperlihatkan adanya sinkronisasi dalam berbagai konsep hukum seperti perumusan delik, penetapan unsur delik, pertanggungjawaban pidana, penetapansistem pidana dan pemidanaan dan, aturan acara dan peradilan pidana.

E. Kordinasi berbagai aparat hukum terkait dalam bebagai aturan hukum pidana di bidang perpajakan tidak memperlihatkan konsistensi. Di sebagian undang-undangada koordisansi antara penyidik PNS dengan penyidik Polri, di sebagian lain tidak mengharuskan adanya koordinasi. Di sebagian undang-undang terdapat penyidik khusus dan di sebagian lain terdapat beberapa instansi yangt berwenangmelakukan penyidikan.

2. Saranย 

Penyusunan berbagai aturan hukum pidana di bidang perpajakan olehlembaga legislatif hendaknya memperhatikan prinsip sinkronisasi dan harmonisasiantar berbagai aturan hukum yang ada, sehinga pengekan hukum akan lebihmudah dan pasti. Undang-undang hukum pidana di bidang perpajakan seharusnyatetap menempatkan hukum pidana dalam fungsi sekundernya. Artinya penegakanhukum harus lebih memprioritaskan penegakan hukum melalui mekanismehukum administrasi dan keperdataan. Kebijakan sistem pidana dan pemidanaanseharusnya lebih konsisten dengan mengunakan sistem alternatif murni sertamenggunakan stelsel minumum khusus sehinga akan mengurangi keleluasaanhakim dan lebih menjamin pengembalian kerugian negara atau masyarakat.Berabagai aturan hukum pidana hendaknya lebih memperhatikan sinkronisasidalam penggunaan konsep hukum seperti dalam penyidikan, penuntutan, peradilan, unsur dan pertangungajawaban pidana sehing aturan hukum yang adalebih sistematis dan terpadu. Koordinasi antara berbagai penegak hukum terkaitdalam tindak pidana di bidang perpajakan hendaknya mengacu kepada ketentuanhukum pidana umum yakni Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana danmengacu kepada Sistem Peradilan Pidana Terpadu (Integrated Criminal JusticeSystem) sehingga akan lebih memudahkan kepada bekerjanya sub sistem peradilan pidana dan penegakan hukum pidana.

Daftar Pustaka

Prof. Dr. Muhammad Djafar Saidi, S.H., M.H. Kejahatan di bidang perpajakandan pemerasan dalam korupsi. Divisi buku perguruan tinggi. Rajawali pers.

Eka Merdekawati Djafar , S.H., S.S., M.H. Kejahatan di bidang perpajakan .Divisi buku perguruan tinggi. Rajawali pers.

Heri Pahwasono, SE, Ak. MM. Pencegahan kejahatan dibidang perpajakan.

Harahap, M. Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHP(Penyidikan dan Penuntutan), Sinar Grafika, Jakarta. 2005.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun