Mohon tunggu...
Yusbhi Sayputra
Yusbhi Sayputra Mohon Tunggu... wiraswasta, pengajar -

Creative Thinker

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Hampir Tanpa Balsem Lang

24 November 2017   02:43 Diperbarui: 24 November 2017   03:28 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lagi-lagi sial. Meski letak hotel yang kami masuki berada di pinggir jalan utama Jalan Soekarno-Hatta, namun ketika aku baru melewati pos keamanan, aku tak melihat tanda-tanda keberadaan warung atau minimarket.

Aku tak menyerah. Aku berjalan asal sepanjang (kira-kira) satu kilo lebih, berharap menemukan salah satu tempat yang ada di otak. Warung atau minimarket. Setelah susah-payah berjalan cepat yang imbasnya pakaian batik di tubuhku menyisakan bekas keringat di punggung, akhirnya aku menemukan juga sebuah minimarket.

Setelah membayar kepada kasir, aku kembali menyusuri jalanan yang tadi. Kembali ke hotel. Begitu sampai dengan membawa benda ajaib yang diidamkan, aku melihat ibuku makin lemas di tempat tidur. Ayahku meraih benda itu dari tanganku, lalu meminta ibu duduk sebentar. Dan, aku mengamati dari kursi, tangan ayahku lincah bergerak-gerak di punggung ibu sambil sesekali mengoleskan Balsem Lang.

Begitu ibu selesai dikerok, aku mendekat. "Mama udah enakan?" tanyaku khawatir.

Ibu mengangguk. "Iya, Yus. Udah enakan badannya," katanya sambil mengulas senyum. "Yaudah, yuk. Kita ke rumah Kinanti sekarang."

Aku menggeleng. "Jangan dulu, Ma. Mama kan masih sakit. Nanti aja kalau udah benar-benar enakan. Aku udah kasih kabar ke Kinanti, kok. Aku bilang kalau Mama mendadak sakit."

Sebelum menjawab, ibu bangkit. Aku membantunya. "Nggak apa-apa. Mama nggak enak sama keluarganya Kinanti. Kita kan udah janji mau ke rumahnya sehabis ashar. Sekarang udah jam 3, lho. Yuk, kita berangkat sekarang."

Aku kebingungan menimpali. Karena itu, aku memutar kepala, menatap ayahku yang sama khawatirnya denganku. Tanpa bersuara, aku meminta pendapat ayahku lewat mimik muka.

"Kita berangkat sekarang, ya, Pa?" pinta ibu yang tak mampu dibantah ayahku.

Jadilah kami berangkat ke rumah Kinanti dengan kondisi ibu yang tidak begitu baik.

Begitu prosesi acara lamaran berlangsung, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak memikirkan ibu. Ya, aku khawatir tahu-tahu ibu kembali 'jatuh' seperti di hotel barusan. Dan, aku memilih untuk tak menceritakan hal tersebut kepada keluarga Kinanti, karena ibu yang meminta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun