"Kemarin, lanjut Anwar, saya hampir mau tampar Rani dilapangan gara-gara celana itu. Jadi kalau bisa diingatkan aja Rani-nya".
"Iya, Anwar. Semalam saya juga sudah marahin dia. Eh, dianya seolah-olah tidak mendengar perkataan saya. Anak muda jaman sekarang ya, huuu.. kalau kita tidak awasi mereka bisa fatal jadinya. Jaman sekarang, sudah terlalu tidak terkontrol dengan baik. Pantas saja hamil diluar nikah dan narkoba merajalela".
"Eh, Anwar. Maaf, om lupa tawarkan kopi. Ma, ma. Buatin kopi satu dong buat Anwar".
"Iya bentar," nyahut Ardila istri Kader dari belakan.
"Om, tidak usah. Saya juga langsung mau berangkat latih anak-anak dulu di pantai. Besok mereka final soalnya".
"Serius Anwar, itu mamanya Ranu sudah bikinin kopi".
"Om, minum aja biar kenyang. Hahaha, dada om. Saya pamit ya? Assalamualaikum.
"Haduuh, Anwar, Anwar. Dasar sialan sudah dibikini kopi malah pergi. Yasudalah buat saya aja". Wkwkw.
Dalam tradisi masyarakat konservatisme, laki-laki selalu menjadi benar dan kesalahan terletak pada perempuan. Tidak menentukan ruang dan waktu, hal serupa tetaplah dimenangkan oleh para lekaki. Padahal bila diperiksa cepat-cepat, perempuanlah yang banyak berperan ketimbang lelaki. Faktanya, persepsi masyarakat sangatlah ambigu dalam memandang hal semacam ini.
Kebebasan perempuan sangat jarang bahkan sama sekali tidak diaktifkan sehingga peluang ke ruang publik tertutup rapat oleh kekuatan patriar dan kebudayaan feodalistik.
Singkat cerita di belakan sekolah SMA 3 Solohutu, peristiwa kedapatan seorang siswa dan siswi tengah bermain miras secara bersamaan menguncang nama baik sekolah Rani. Kedua bocah ingusan itu tidak pakai basa-basi langsung dikeluarkan oleh kepala sekolah. Rani dan teman-temannya merasa malu ketika hendak pulang lalu bertemu dengan siswa-siswa dari sekolah tetangganya. Pasti mereka diejek-ejek bahwa sekolah mereka adalah bandar minuman alkohol.