Mohon tunggu...
Abi Hasantoso
Abi Hasantoso Mohon Tunggu... Akuntan - Jurnalis

Lahir di Jakarta pada 26 Februari 1967. Berkecimpung di dunia jurnalistik sebagai wartawan Majalah HAI pada 1988 - 1994. Selama bekerja di majalah remaja itu ia sempat meliput konser musik New Kids On The Block di Selandia Baru dan Australia serta Toto dan Kriss Kross di Jepang. Juga menjadi wartawan Indonesia pertama yang meliput NBA All Star Game di Minnesota, AS. Menjadi copywriter di tiga perusahaan periklanan dan menerbitkan buku Namaku Joshua, biografi penyanyi cilik Joshua Suherman, pada 1999. Kini, sembari tetap menulis lepas dan coba jadi blogger juga, Abi bekerja di sebuah perusahaan komunikasi pemasaran.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengapa Rakyat Ukraina Memilih Seorang Komedian Sebagai Presiden?

10 April 2022   08:32 Diperbarui: 10 April 2022   08:47 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak penyerangan ilegal Rusia terhadap Ukraina pada 24 Februari 2022, jagad maya Indonesia diramaikan para pemuja Presiden Rusia Vladimir Putin di satu sisi dan perisak (pem-bully) Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di sisi lain.

Putin diidentikkan sebagai persona gagah, tegas, berani, dan terutama dianggap sebagai seorang penyayang kaum muslim di negaranya. Sementara Zelenskyy hanyalah seorang komedian dengan sikap tak jelas karena ia seorang yahudi.

Para pemuja Putin lupa (atau sengaja melupakan) bagaimana Putin sejak masih jadi Kepala FSB (Badan Intelijen Rusia pengganti KGB) "mengolah" Cechnya, negara pecahan Uni Soviet dengan mayoritas muslim yang merdeka, hingga kini hanya menjadi negara "bawahan" Rusia dengan Ramzan Kadyrov sebagai "boneka" yang ditaruhnya di kursi presiden negeri itu. 

Para pengelu juga lupa betapa politik dalam negeri Rusia begitu marak dengan aneka penyiksaan dan pembunuhan politik selama Putin berkuasa dengan mengakali dan mengubah konstitusi negara. 

Kegagahan Putin dan politik pencitraannya dengan merangkul muslim bagi para pengelu cukup untuk memaafkan segala hal yang degil dari Putin. Bahkan para pengelu itu seolah vita terhadap kekejian dan kesalahan Putin yang terang benderang terhadap kemanusiaan dengan menyerang negara merdeka dan berdaulat: Ukraina.

Sementara, bayangan komedi sebagai hanya dagelan ala Srimulat yang terbiasa ditonton, menjadikan Presiden Zelenskyy dipandang sebagai paria. Tak ada informasi apa pun yang mereka pirsa tentang Zelenskyy kecuali bahwa ia seorang dari ras yahudi. Apa salahnya menjadi seorang yahudi, sebagaimana apa salahnya kita yang lahir di sini dari suku tertentu dari begitu banyak suku yang ada?

Barangkali dari sisi kita memang disesalkan, kalau saja benar, bahwa Zelenskyy pun pernah mendukung Israel. Bukankah justru pada sisi ini menjadi tanggung jawab kita untuk memberi dia informasi dan kesadaran betapa kejinya zionisme Israel! Pernahkah kita mencoba mengajaknya bicara soal itu? Kalau memakai terma para da'i, Zelenskyy itu justru lahan dakwah yang potensial. Dakwah kepada Zelenskyy sangat dimungkinkan dengan berbagai pranata diplomatik modern saat ini.

Tentang Zelenskyy, setidaknya kita tak boleh meremehkan pilihan rakyat Ukraina. Itu kongruen dengan tidak bolehnya rakyat negara tetangga meremehkan pilihan kita kepada presiden-presiden di negara kita yang sah dari hasil pemilihan umum yang demokratis - bahkan ada yang dua kali periode - sejak tahun 2004 saat pertama kali pemilihan langsung "one man one vote".

Hebatnya Zelenskyy itu terpilih dengan suara mutlak. Central Election Commission Ukraina mencatat pada putaran kedua Zelenskyy memenangkan 73,22 persen suara.

Dan rakyat Ukraina bukanlah "kip zonder kop", ayam tanpa kepala alias tak punya otak. Zelenskyy naik ke tahta presidensi Ukraina dengan kampanye memerangi korupsi dan menghancurkan oligarki, dan ia melakukannya dengan konsisten, bahkan dengan nekat.

Daria Kaleniuk, salah seorang pendiri dan direktur eksekutif Anti-Corruption Action Center Ukraina, baru saja melarikan diri dari Kyiv dan muncul pada konferensi pers 1 Maret 2022 di Warsawa, Polandia. Ia mengatakan, meskipun reformasi anti-korupsi Ukraina belum membawa oligarkinya ke pengadilan, kampanye transparansi akar rumput yang dimulai setengah dekade sebelumnya telah membuat Ukraina lebih transparan dan lebih sehat dari korupsi dan pengaruh oligarki.

"Inilah yang ditakuti oleh rezim otokratis Presiden Rusia Vladimir Putin," kata Kaleniuk.

"Jika gerakan anti-korupsi dan anti-oligarki bisa berhasil di Ukraina itu juga sangat mungkin akan berhasil di Rusia, negara dengan bahasa dan budaya yang nyaris sama," tulis Kaleniuk bersama rekannya, Olena Halushka, dalam sebuah artikel di Foreign Policy yang terbit pertengahan Desember 2021 berjudul "Why Ukraine's Fight Against Corruption Scares Russia".  

Setelah Revolution of Dignity memaksa presiden kleptokratis Viktor Yanukovych yang pro-Rusia melarikan diri dari Ukraina pada Februari 2014, gerakan anti-korupsi Ukraina melihat celah dan mendorong gerakan lebih keras.

Mereka menciptakan "arsitektur anti-korupsi" baru dengan mendigitalkan sebanyak mungkin informasi yang dikendalikan negara dan membukanya untuk publik. Basis data online dari real estate, kendaraan, tanah, dan daftar perusahaan sudah terdigitalisasi bersama dengan informasi pengadaan negara yang mengurangi pemborosan dan peluang korupsi.

Inisiatif lain gerakan mengharuskan pegawai negeri untuk menyerahkan deklarasi aset elektronik setiap tahun, melaporkan pendapatan dan aset mereka dan anggota keluarga mereka. Sejak 2016 sekitar satu juta pegawai negeri telah mengajukan deklarasi tahunan. Sistem digitalisasi ini memberi wartawan dan penyelidik lain alat yang ampuh untuk mengungkap pejabat korup.

Para reformis di pemerintahan, kelompok sipil, dan mitra internasional juga menciptakan database publik nasional pertama Ukraina tentang orang-orang yang terpapar politik, kerabat mereka, dan rekan dekat. Per Desember 2021, basis data PEP (Politically Exposed Person) telah berkembang menjadi 48.000 individu dan lebih dari 30.000 badan hukum terafiliasi.

"Lembaga keuangan Ukraina dan internasional, juga lembaga penegak hukum, menggunakan informasi ini untuk tindakan uji tuntas dan untuk menyelidiki transaksi mencurigakan," kata Kaleniuk dan Halushka dalam artikel mereka.

Lalu mengapa sebuah negara yang berjuang untuk membersihkan korupsi memilih aktor dan komedian berusia 41 tahun sebagai pemimpin?

Seperti dilaporkan Wall Street Journal, "Acara televisi 'Servant of the People' menangkap suasana negara Ukraina ketika program itu pertama kali ditayangkan pada tahun 2015. Zelenskyy berperan sebagai guru sekolah rendah hati yang terus terang mengoceh di video tentang korupsi sehari-hari yang harus dihadapi banyak orang Ukraina. Klip itu menjadi viral, meluncurkan karier politik yang akhirnya mendorongnya ke istana kepresidenan."

Setelah terpilih, tidak sebagaimana politisi pencitraan lainnya, Zelenskyy ngotot mensukseskan gerakan anti-korupsi dan anti-oligarki yang ia kampanyekan. Bila sebelumnya, pada 1990-an, pengadilan sering menjalankan perintah politik dan penyelidik atau hakim dengan bebas menerima suap, di zaman Zelenskyy para hakim bergidik. Mereka takut dicopot sebagaimana dialami dua hakim Mahkamah Konstitusi Ukraina pada Maret tahun lalu. 

Keputusan pemerintah yang ditandatangani Zelenskyy mengatakan, kedua hakim itu "mengancam kemerdekaan dan keamanan nasional Ukraina, yang melanggar konstitusi, hak asasi manusia dan hak-hak sipil, kebebasan, dan mengancam reformasi anti-korupsi Ukraina serta kepercayaan di Ukraina."

Mei tahun lalu Jaksa Agung Iryna Venediktova mendakwa anggota parlemen Ukraina yang diduga pro-Rusia, Viktor Medvedchuk, dengan "pengkhianatan tingkat tinggi karena memberikan informasi ke Rusia dan berusaha mencuri sumber daya nasional di Krimea", yang dianeksasi Rusia pada tahun 2014. Medvedchuk adalah salah satu orang paling berkuasa di Ukraina, dan dia sering dicap sebagai oligarki oleh media Ukraina.

Gerakan anti-korupsi dan anti-oligarki ini berlanjut kian sistematis. Tahun lalu Zelenskyy mengajukan RUU baru ke parlemen yang menargetkan oligarki. RUU itu membidik oligarki Ukraina yang membangun "pengaruh politik, ekonomi, dan media" dengan semena-mena. Dengan RUU itu Zelenskyy ingin membuat daftar resmi oligarki negara dan, antara lain, melarang mereka menyumbang, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada partai politik.

Namun Zelenskyy tidak berhenti sampai di situ.

"Kita sedang membangun negara tanpa oligarki. Sebuah negara untuk 40 juta warga, bukan untuk seratus orang terkaya di halaman Majalah Forbes. Sebuah negara yang sangat membantu bisnis (warganya) tapi bisnis besar tidak hidup dengan mengorbankan anggaran negara," kata Zelenskyy dalam pidatonya baru-baru ini.

Jika RUU lolos, setiap orang yang memenuhi tiga dari empat kriteria berikut akan ada dalam daftar pemerintah:
* Keterlibatan dalam kegiatan politik
* Kepemilikan aset melebihi 2,2 miliar hryvnia (81 juta dolar AS)
* Pengaruh media yang cukup besar
* Menjadi penerima manfaat dari monopoli

Semua itu dilakukan Zalenskyy karena oligarki Ukraina telah membangun kerajaan bisnis yang luas dan jaringan kekuasaan sejak jatuhnya Uni Soviet dan kemerdekaan Ukraina. Mereka telah dituduh mengendalikan sebagian besar ekonomi negara dan memiliki pengaruh besar pada politik, ekonomi, dan masyarakat.

RUU yang diajukan Zelenskyy itu penting. Dalam sebuah pernyataan kepada wartawan Kyiv Post seorang ajudan kepala staf Zelenskyy yang bernama Mykhailo Podolyak mengatakan bahwa RUU baru Zelenskyy penting karena sebelumnya tidak ada seorang presiden pun dalam politik Ukraina mencoba mengambil langkah seperti itu dengan keinginan membongkar sistem oligarki.

Podolyak berpendapat RUU baru itu diperlukan karena, "Oligarki dan orang-orang yang berafiliasi dengan mereka telah lama memegang posisi khusus dalam politik dan ekonomi kita dan dapat memeras negara melalui mekanisme mereka dan merebut sumber daya publik."

Zelenskyy juga tak kepalang tanggung. Ia juga mencabut kekebalan anggota parlemen sehingga politisi dapat dituntut atas kejahatan. Ia mensahkan apa yang disebut "undang-undang bank" yang menghalangi oligarki Ihor Kolomoisky mendapatkan kembali kendali atas PrivatBank yang sekarang dinasionalisasi negara. Bank tersebut dinasionalisasi pada 2016 ketika penyelidikan menemukan kekurangan modal sekitar 5,65 miliar dolar AS.

Tentang invasi Rusia kepada Ukraina, Kaleniuk dan Halushka mengakhiri artikel mereka di Foreign Policy dengan permohonan bantuan dan laporan situasi terkini:

"Setelah mencoba melemahkan Ukraina melalui agresi militer dan hibrida, Putin sekarang mengancam invasi skala besar untuk menghancurkan negara itu, bukan hanya karena berhasil menjalani transformasi domestik yang komprehensif, tetapi yang lebih penting, karena berpotensi memicu reformasi demokrasi serupa Ukraina itu terjadi pula di Rusia." (*)

Dari berbagai sumber, salah satunya:
https://www.euronews.com/my-europe/2021/06/22/ukraine-s-volodymyr-zelenskyy-speeds-up-corruption-crackdown-one-oligarch-at-a-time
https://fcpablog.com/2022/03/07/reassessing-ukraines-failed-anti-corruption-reforms/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun