"akh......." mataku terbelalak, tidak percaya dengan apa yang kulihat, terkejutbukan main, tidak ku duga Bani mengorbankan tubuhnya untuk melindungi ku "lari Sat, lari sejauh mungkin, engkau layak hidup, besarkan anak-anakmu" kudengar suara Bani berbisik, darah segar mengucur dari celah luka tusukkuku tajam makhluk mengerikan yang masih tertancap dalam ditubuh Bani.
Aku coba berdiri, berusaha berlari meninggalkan Bani yang tergeletak tidak bernyawa, menuruti kata-kataterakhir pria malang itu, tangan nya kulihat jelas masihmemegang kuku tajam besar yang menacap ditubuhnya begitu erat, seakan berusaha memperlambat gerakan makhluk mengerikan itu, Â memberikan kesempatan bagiku untuk lari menjauh. Motoris yang humoris, hidup sebatang kara,bercerai dengan istri karena sang istri selingkuh dan kabur entah kemana dengan pria selingkuhannya.
Belum jauh Aku berlari, dengan sedikitkekuatan dan tenaga tersisa, tiba-tiba makhluk mengerikan sudah menghadang jalanku, tangan besar kuku tajam dan kokoh langsung mencekik leherku, terasa kasar, berbulu begitu menyeramkan. Tubuhku perlahan terangkat dari tanah tempatku berpijak, tanganku berusaha membuka cekikan dari tangan makhluk itu, mustahil kurasa membuka cekikan ini, begitu kuat dan erat, mata merahnya menatap tajammenunjukkan amarah.nafasku tidak teratur, mataku terbelalak , cekikan tangan makhluk mengerikansemakin kuat.
Dalam keadaan semakin menakutkan, aku teringat pisau kecil yang kubawa dari rumah, kupersiapkan untuk berjaga terhadap hewan buas dan ular, pisau yang kusimpan dalam saku celana sebelah kanan. Pisau kecil, dengan panjang sekitar sepuluh cm, dengan hulu terbuat dari kayu ulin yang diukir sederhana, pisau kecil pemberian kakek ku beberapa waktu yang lalu sebelum dia meninggal diterkam buaya saat mandi disungai dikampung ku.
Tangan kanan ku coba meraba-raba saku celana sebelah kanan, dan benar saja pisau kecil itu masih ada, tersimpan rapi dalam kantong celana, ku buka saku celana, dan kuambil perlahan dengan tangan kanan ku tanpa terlihat oleh makhluk menyeramkan itu, dan pada saat makhluk itu mendekatkan wajahnya kepadaku, dengan cepat dan dengan tenaga yang tersisa, kutusukan kuat pisau kecil tajam itu tepat mengenai mata sebelah kanan nya.Seketika itu juga, darah kental hitam kecoklatan menyembur keluar, darah berbau busuk dan amis makhluk mengerikan, cekikan keras dan kuat makhluk itu terlepas, dia meronta sejadi-jadinya, meraung dengan suara keras yang menyeramkan, berputar-putar sambil kedua belah tangan nya memegang mata kanan nya yang terus mengeluarkan cairan kental hitam kecoklatan.
Aku berlari dengan tenaga yang tersisa, mencoba menghindari sejauh mungkin makhluk mengerikan yang raungan nya sayup-sayup masih terdengar, raungan kesakitan karena sebelah matanya terluka parah akibat tusukan pisau kecil pemberian kakek yang belum sempat kucabut, melewati tumbuhan hutan rimbun disinari cahaya bulan yang sebagian tertutup awan.Puluhan kilo aku berlari, berlari jauh menghindari makhluk menyeramkan, nafas tersengal, energi yang mulai habis, kaki sudah terasa melemah, kepalaku sudah terasa pusing dan akhirnya, gelap.
"Dia bangun, cepat berikan teh hangat itu" ku dengar sayup suara lelaki berbicara,melalui penerangan lampu minyak, samar kulihat wajah keriput mendekatiku, sambil menyodorkan secangkir teh panas berasap terlihat dari gelas kaca."dimanakah saya?" kataku ketakutan "andika pingsan, kami temukan tidak jauh dari lampau(bangunan kecil ditengah hutandigunakan  sementara untuk bermalam bagi pekebun atau pencari tumbuhan hutan), minumlah teh hangat ini supayaandika kembali segar".
Sejenak aku terdiam mengingat kejadian mengerikan yang telah terjadi, teringat kembali Paman Mawi, Bani dan Ipul, yang telahtewas dengan cara yang mengerikan, terasakepalaku masih pusing.
Mendengar ceritaku yang baru saja terjadi, Amang sangat terkejut bukan main,"Danau Burung memang angker, apalagi bagi orang yang belum tahu adat budaya masyarakat disini, untung Andika masih bisa selamat" ujar Amang, panggil saja begitu, lelaki tua yang kesehariannya bekerja mencari rotan dihutan bersama anak lelakinya, "Danau Burung dulunya adalah tempat mancing ikan air tawar yang banyak didatangi pemancing dari daerah lain, ikan air tawar yang beragam, dan tempat yang indah menjadi tujuan utama". Amang mulai menceritakan sejarah Danau Burung, sambil sesekali matanya menerawang. "Tapi, semenjak kejadian itu, Danau Burung berubah menjadi angker dan menakutkan" kata Amang mengakhiri kalimatnya sambil menyeruput teh digelas kaca. "kejadian apakah gerangan yang terjadi disana?" tanyaku dengan penuh rasa penasaran.
"Kejadian pembunuhan anak kecil laki-laki bisu,yatim piatu yang mayatnya dimutilasi dan dibuang diDanau Burung, dibunuh dengan tuduhan mencuri isi keba pemancing, tanpa ada bukti" Amang terlihat emosi saat menceritakan ceritanya.
"Semenjak itu, Danau Burung menjadi angker, pernah tidak lama setelah kejadian itu, ada pemancing tewas tenggelam dan jasadnya tidak muncul lagihingga sekarang" ujar Amang lebih jauh menceritakan keangkeran Danau Burung "semenjak itu pula, sudah menjadi budaya dan adat masyarakat mengikatkan kain kuning dipohon panggang dekat Danau, tanda penghormatan dan harapan agar tidak diganggu arwah anak laki-laki yang sebagian orang menganggapnya mati penasaran" Amang kembali menambahkan