Mohon tunggu...
Arsyad
Arsyad Mohon Tunggu... Guru - cerpen

Nama Arsyad Dengan satu istri dan dua orang anak,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Senja Merah Danau Burung

4 Desember 2019   10:39 Diperbarui: 4 Desember 2019   10:49 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Bicara apa kau Sat? Jangan bercanda, Ayo cepat turun, tangkap ikan sesuka mu, ada gurame, nila, betok ayo cepat"

Ipul santai menanggapi omongan ku, dia terlihat tidak percaya dengan apa yang ku bicarakan, disisi lain danau Bani mengangkat tinggi menunjukkan ikan nila yang cukup besar berhasil ditangkapnya, serta Paman Mawi tersenyum santai sambil tangan nya dengan gesit terus coba menangkapi ikan.

"ini buktinya, aku baru saja hampir terbunuh didanau ini" kutunjukkan luka robek yang masih berdarah dipergelangan tangan kanan ku, tangan kananyang beberapa waktu laluluka tergores oleh kuku tajam tangan mengerikan didasar danau.

Ketiganya ternganga saling berpandangan melihat tangan kanan ku meneteskan darah segar, sekarang mereka baru percaya bahwa ucapanku tadi bukanlah omong kosong, ketiganya tidak menghiraukan lagi ikanmabuk muncul kepermukaan, tanpa dikomando mereka berenang ketepi, ketiganya berupaya keras agar bisa secepatnya sampai didaratan.

Belum sampai ketiganya didarat, naas yang dialami Ipul yang posisinya agak jauh,sepertinya tangan dari dasar danau berhasil memegang erat kakinya, "tolong-tolong aku, tolong aku, ada sesuatu yang menarik kaki ku" dan benar dugaan ku, tangan itu terus menarik Ipul kedasar danau, terlihat tubuhnya yang tambun timbul tenggelam berusaha melepaskan tarikan itu, tangan nya mencari kesana kemari, mencari benda apa saja yang bisa menjadi pegangan.

Ku ulur panjang joran pancinganmilik Bani, kuarahkan ujung joran ketangan Ipul yang berusaha mencari pegangan, sesekali kepalanya tenggelam, dan sesaat muncul kembali kepermukaan, mulutnya menganga mencari udara untuk bernafas Ipul sudah mulai kepayahan "pegang joran ini Pul, ayo cepat" kuarahkan ujung joran ketangan Ipul, ia coba meraih dengan tangannya, dan berhasil.

Kutarik sekuat tenaga joran pancingan yang ujungnya telah digenggam Ipul erat, sesaat terjadi tarik menarik antara tangan dari dasar danau dengan ku, sangat kuat tarikan itu,aku kewalahan. Darahditangan kanan dan keringat bercampur, membuat pegangan tanganku menjadi licin,pangkal joran yang kupegang terlihat bergerakmelewati genggaman ku, centi demi centibergerak mengikuti tarikan kedalam danau, akhirnya joran pun terlepas, Ipul tenggelam, tubuh tambunnya tidak terlihat lagi, tenggelam diair danau,hanya sesekali kulihat tangan nya muncul dipermukaan, mencari pegangan, mencari apa saja yang bisa menyelamatkannya, sekejap kemudian hilang kedasar danau, danau yang tadinya beriak bergelombang sekejap menjadi  tenang dan hening.

Hari semakin sore, matahari semakin condong kearah barat,terasa waktu sangat cepat berlalu, cahaya merah kekuninganmatahari menambah angker dan menyeramkan suasana Danau Burung kala itu, mengisyaratkan sebentar lagi siang akan berganti malam. Sesaat kami tertegun menatap air danauyang kembali tenang, menatap dimana posisi Ipultenggelam.Tidak terduga kematian Ipul bisa seperti ini, lelaki baik dan banyak omong, lelaki tambun yang belum beristri walau usianya sudah kepala tiga.

"kita harus cepat pergi dari sini" Paman Mawi bergegas mengambil keba dan memasukan seluruh perlengkapan pancing kedalamnya,begitu juga Bani. Sebilah mandau yang dibawa Paman Mawidari rumah diikat kuat dipinggang sebelah kiri, mandau dengan hulu berukirkan kepala burung, bertalikan rotan dengan sarung berwarna kuning.

Belum jauh langkah kami berjalan, belum hilang rasa ketakutan ini, masih teringat jelas ketika Ipul tenggelam kedasar danau, belum sirna penat dikaki,tiba-tiba, dihadapan kami, tepat d tengah jalan yang akan kami lalui, sesosok makhluk tinggibesar, hitam dengan taring menjulur tajam keluar dari sisi mulut, mata merah menyalamenyeramkan menatap tajam kearah kami.Makhluk yang sebelumnya pernah terlihat, menampakan wujudnya dengan jelas dirumpun pohon nipah ditepi sungai, liur merah kehitaman tampak seperti darah kotor menetes dari sela mulutnya yang sedikit terdorong terbukaoleh taringnya, seakan memberikan isyarat, kami adalah santapan malamlezat bagi makhluk mengerikan itu.

Makhluk mengerikan itu mulai berjalan mendekati kami, mata merahnya tidak berkedip sedikitpun menatap kami, terasa bergetar tanah becekjalan ditepi danau akibat hentakan telapak kaki besar nan kokoh,aku, Bani dan Paman Mawi mulai mundur perlahan, rasa takut, putus asa, ditambah senja merah yang menurut kepercayaan kebanyakan  orang adalah waktu setan, jin dan siluman menampakan wujud dan mencari mangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun