Mohon tunggu...
Arsyad
Arsyad Mohon Tunggu... Guru - cerpen

Nama Arsyad Dengan satu istri dan dua orang anak,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Senja Merah Danau Burung

4 Desember 2019   10:39 Diperbarui: 4 Desember 2019   10:49 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Spot yang mantap gumamku, setelah berjalan lumayan jauh dari tempatku makan, berjalan mendahului ketiga pemacing mania yang masih belum satu pun mendapatkan tangkapan, ku lihat air danau yang tenang, sedikit tumbuhan ilung, dan sebuah pohon galam miring kearah danau seakan mau rebah, membuat sebagian ranting, dahan dan daunnya menyentuh permukaan air danau. Perlahan kuulur panjang joran pancingan fiber ku, ku labuhkan kail berumpankan anak kroto diantara sela tumbuhan ilung. Semenit, dua menit lima belas menit, setengah jam, tidak ada tanda umpan pancingan ku dimakan ikan.

"Sial, kenapa tidak ada satu ikan pun yang tertarik dengan umpan ku jangan-jangan ikan disini puasa semua" belum habis gumam ku, tiba-tiba tali senar pancinganku terlihat tegang, bergerak kesana kemari, ikan besar memakan umpan  fikirku,  ku sentak keras joran pancingan, berharap ikan tidak lepas. Tapi apa yang terjadi, kail pancingku tersangkut sesuatu didasar danau, mungkin akar atau sejenisnya,sehingga senar pancingan tidak dapat kunaikkan,coba beberapa kali tali senar kutarik keras, berharap sesuatu yang sangkut dikail pancingku dapat terlepas. pupus sudah harapan mendapatkan ikan, hilang sudah harapan.  sekarang adalah bagaimana cara melepaskan kail ku yang tersangkut didasar danau.

Kulepaskan perlahan jaket kupluk, masker dan topi purun, kutatap tajam tali senar yang masih tersangkut, masuk kedalam danau adalah satu-satunya cara untuk melepaskankail pancingan ku yang tersangkut, kuletakan keba di tepi danau tidak jauh dari pohon galam miring, perlahan aku berjalan mendekati danau, kanan kiri mataku menengok, seperti mencari sesuatu, tidak terlihat lagi tiga teman ku, jauh merekatertinggal dibelakang, kaki kanan coba ku masukkan perlahan kedalam air, begitu dingin air danau ini kurasa.

Tanpa ku sadari, sebagian tubuh ku sudah berada di dalam danau, kaki kanan dan kiri bergantian coba mencari-cari di dasar danau, berharap menemukan akar dimana kail pancingku tersangkut, dalam juga air danau iniungkap ku, dingin walaupun cuaca pada saat itu sangatlah terik, tanpa hasil akupun mulai menyelam kedasar danau untuk menemukan kail pancingku, kali ini giliran tangan kanan ku yang meraba dan mencari didasar danau.

Setelah lama mencari, akhirnya aku menemukan sebuah akar pohon yang tidak terlalu besar,persis seukuran pergelangan tangananak-anak, yang sebagian lagi ujung nya terkubur didalam lumpur dasar danau, dapat terlihat jelas karena air danau yang begitu jernih, aku yakin disitulah kail pancingku tersangkut. Saat aku memegang nya, akar tersebut tiba-tiba berubah menjadi sebuah tanganpucat, kakudan langsung erat menggenggam dan menarik tangan ku kedasar danau yang dipenuhi oleh lumpur hitam.Bukan kepalang terkejutnya aku, dingin, kulit kasar, jari tangan kurus panjang dan sebagian kuku hitam tajam terlihat menggores kulit pergelangan tangan ku, perih, aku coba berontak, berteriak sekuat tenaga didalam air,berusaha melepaskan erat genggaman tangan itu, tapi tangan itu semakin kuat menarik ku kedasar danau,darah segar akibat kuku tajam yang menggores tangan ku membuat jernih air danau berubah menjadi agak memerah, aku mulai kehabisan nafas, pusing, telinga terasa sakit, entah berapa banyak air danau terminum masuk kelambungku, lewat mulut dan hidung, aku mulai kehabisan tenaga, mulai lemas, mata berkunang, tapi tangan dari dasar danau tidak jua melepaskan genggamaneratnya, sesaat, aku teringat senyum istriku, putri pertamaku yang lagi membaca buku iqra walau masih belum lancar, dan tangis putra kedua ku ketika popoknya basah,ya Tuhan, apakah aku akan mati seperti ini....

Dengan sedikit tenaga yang tersisa, dari dalam danau yang sebentar lagi terasa akan membunuh ku, kulihat samar-samar dahan pohon galam tepat dipermukaan danau,tangan kiriku coba meraih, menggapai dahan tersebut, beberapa kali tangan ku coba berusaha meraih dahan itu, tapi selalu tidak sampai, ya Allah jangan matikan aku seperti ini, berilah kesempatan aku hidup,aku punya anak dan istri,biarkan aku membesarkan kedua anak-anak ku, biarkan aku memberi nafkah mereka, dalam keputus asaan, dan rasa takut, ku coba berdoa minta bantuan kepada yang maha pemberi pertolongan, dan tiba-tiba saja, dahan pohon galam yang tadinya begitu sulit aku raih, seakan memanjang dan menjulur mendekati tangan kiriku yang dari tadi berusaha meraih nya.

Ku pegang erat dan kuat dahan pohon galam itu, dengan tenaga yang tersisa kutarik dahan itu berusaha keluar dari dalam danau dan melepaskan genggaman erat tangan dari dasar danau, tangan dingin, kasar serta kuku tajam,sedikit demi sedikitmulai terlepas, ku tarik kuat tangan kanan ku dari genggaman erat tangan mengerikan itu, mulai longgar, mulai melemah, tersisa kuku tajam nya yang terasa membuat luka gores ditangan ku bertambah panjang, dalam dan perih, kuabaikan itu semua dan dengan sekali tarikan kuat, genggaman tangan dari dasar danau itupun akhirnya terlepas.

Kepalaku muncul kepermukaan danau, mulutku menganga lebar,mengambil sebanyak mungkin udara untuk bernafas, mengisi kembali oksigen diparu-paru ku yang sudah mulai habis, secepat mungkin aku berenang ketepi danau, sekilas ku lihat didasar danautangan menyeramkan itu masih berusaha menggapai dan meraih kakiku.

Aku berlari dengan cepat,menyusuri tepi danau yang sunyi, danau yang sebelumnya indah seketika berubah menjadi tempat yang angker dan menyeramkan, pohon-pohon galam yang rimbun seakan hidup dan terkesan penuh misteri. Aku berteriak keras meminta tolong, memanggil Paman Mawi, Ipul dan Bani yang masih belum terlihat, tidak kuhiraukan lagi keba, bekal nasi,laukyang masih tersisa, pancingan dan perlengkapan lainnya, dalam fikir ku, aku harus cepat sampai bertemu mereka. Terengah nafas ku, penat pergelangan kaki, Perih, sakit telapaknyakurasa, sedikitpun tidak membuat aku berhenti berlari, entah berapa bnyak duri dan ranting yang merobek kulit kaki, dan melukai telapak nya yangterus berlari tanpa menggunakan alas.

"Paman, apa yang kalian lakukan, cepat naik kedarat danau ini berhantu"

Betapa terkejutnya aku menyaksikanPaman Mawi, Ipul, dan Bani berada dalam danau, nyata ku lihat mereka sedang asik menangkap ikan yang terlihat mabuk tidak berdaya muncul kepermukaan air danau, jangan-jangan mereka menggunakan racun, tuba atau sejenisnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun