" Wah gak dapet bu dari sananya itu 5 ribu saya gak ada upahnya dong"
" Pak 3 ribu aja ya tempenya "
" Wah belum dapat bu " Â Begitu ibu ibu memang tiap kali berbelanja, padahal mereka sudah sering berbelenja , tapi masih saja menawar. Tapi ya itulah kesabaran yang diuji serta kejujuran sebagai seorang pedagang.
" Silahkan ibu ditambahi saja yang penting tetap ada lebihnya walaupun seribu rupiah"
" Wah memang pak Abidin ini selalu baik, Baiklah pak, ini saya bayar"Â Begitu saut salah satu ibu ibu sambil tersenyum, karena mendapat sayuran murah yang kujual.
Setelah semuanya selesai dengan berbagai macam keunikan dan sedikit menjengkelkan, aku kembali berkeliling ke tempat tempat berikutnya, biasanya aku menjajakan sayuran sampai jam 15.00 sore.
Dari setiap jalan yang kulalui, tampak sekali banyak macam manusia yang kulihat, ada yang sedang bergelak tawa bersama keluarganya didepan teras rumah, kebetulan memang hari ini hari minggu.Â
Namun masih ada juga yang masih bekerja sepertiku meskipun hari minggu yang sama sama mengais rejeki dari berjualan. tak apa yang terpenting adalah bersyukur.
Terik tak terasa segera naik keperaduannya, matahari mulai menguliti kulitku yang semakin kerontang ini, menandakan sebuah semangat yang mesti sejenak direhatkan untuk mengisi energy lahiriyah maupun batiniyah.
Selepas adzan duhur terdengar diseluruh penjuru, aku segera menuju masjid terdekat untuk beristirahat dan menunaikan ibadah shalat dzuhur.
Sesampainya di masjid, segera motor ku standarkan, aku bergegas menyiapkan diri untuk shalat dzuhur, meyakinkan diriku untuk terus pada keyakinan. Bahwa hidup harus terus dipertaruhkan, lebih baik mati jika keyakinan hanya sebuah alibi pembenaran.