bus."
"Kalau saya mendingan naik kereta."
Perdebatan di atas mungkin sering kali terdengar di telinga kita. Atau mungkin justru kita yang terlibat dalam adu argumen ini.Â
Sejatinya, bus dan kereta bukan lawan sepadan untuk diadu, tetapi ribut-ribut bus versus kereta masih terus menderu.
Perkembangan infrastruktur juga teknologi yang semakin pesat membuat persaingan antarmoda transportasi darat kian ketat. Operator bus tidak hanya bersaing dengan sesama operator bus, tetapi juga kereta api. Pun, dengan waktu tempuh bus yang kini tak jauh berbeda dengan kereta api, pesona ini cukup menggoda pengguna kereta api untuk beralih ke bus.
Jika dilihat dari aspek waktu tempuh, kereta yang melayani rute Jakarta-Surabaya rata-rata menempuh perjalanan selama 8-11 jam, sedangkan bus di rute yang sama mencatatkan waktu tempuh rata-rata 9-12 jam.
Ada banyak faktor yang membuat waktu tempuh kedua moda transportasi ini relatif sama. Pada sarana kereta api, faktor-faktor tersebut antara lain dapat dilihat dari lokomotif, trainmark, dan bogie kereta. Dari prasarana pendukungnya ada faktor ballast, bantalan, dan sudut belok rel yang berpengaruh pada batas kecepatan (taspat) kereta.
Jumlah rangkaian yang dibawa dan grafik perjalanan kereta api (GAPEKA) juga berpengaruh. Kereta eksekutif umumnya membawa rangkaian yang lebih sedikit dibandingkan kereta ekonomi. Jumlah penumpang yang dibawa pun jauh lebih sedikit. Tentu hal ini memengaruhi berat rangkaian yang harus ditarik lokomotif.
Kereta eksekutif juga mendapatkan 'prioritas' dalam GAPEKA. Dalam momen susul-silang, perjalanan kereta eksekutif akan didahulukan sehingga kereta ekonomi harus menunggu sejenak. Kereta eksekutif pun umumnya hanya berhenti di stasiun-stasiun besar, tidak berhenti di banyak stasiun seperti kereta ekonomi.
Sementara itu, para operator bus di Jawa sangat terbantu dengan adanya tol Trans Jawa. Waktu tempuh bus AKAP Jakarta-Jawa Tengah-Jawa Timur pun menjadi jauh lebih cepat. Sejak itu, gairah industri bus kembali menggeliat. Para pengusaha bus lantas berlomba-lomba memberikan berbagai fasilitas dan pelayanan.
Beberapa perusahaan otobus (PO) di jalur Jakarta-Surabaya seperti, Sinar Jaya, KYM Trans, dan DAMRI belakangan ini menerapkan pola operasi baru yang dapat memangkas waktu perjalanan. Mereka mengurangi titik penjemputan dan penurunan penumpang. Pengisian bahan bakar dan servis makan pun dilakukan di rest area tol. Artinya, mulai dari Jakarta sampai Surabaya atau sebaliknya, bus tidak keluar-masuk tol untuk menjemput penumpang ataupun mengisi bahan bakar dan melakukan servis makan.
Pola operasi ini bisa dibilang baru diterapkan di jalur Jakarta-Surabaya saja, selain DAMRI yang juga melakukan pola operasi yang sama di jalur Jakarta-Malang.
Entah mengapa, bus-bus dari Jakarta menuju Semarang atau Solo belum menerapkan pola operasi yang dilakukan Sinar Jaya, KYM Trans, dan DAMRI di jalur Jakarta-Surabaya ini. Padahal, Semarang dan Solo sudah terhubung dengan tol Trans Jawa. Mungkin pada rute Jakarta-Semarang dan Jakarta-Solo memiliki kebutuhan dan perhitungan operasional yang berbeda.
Bicara kecepatan, bus dan kereta pun dipacu dengan kecepatan yang relatif sama sekitar 100-110 km/jam. Hanya saja, Â dengan jalur khusus dan perjalanan yang selalu dipantau menjadi privilese kereta api. Pada akhirnya, hal tersebut membuat perjalanan kereta lebih terjamin keamanannya, berbeda dengan bus yang harus bersinggungan dengan kendaraan lain dan tidak memiliki jalur khusus.
Kenyamanan dan Keterjangkauan
Dari kelas pelayanan, bus memiliki rentang yang lebih luas mulai dari ekonomi, patas, eksekutif, super eksekutif, sampai first class. Otomatis, masyarakat memiliki alternatif yang lebih luas untuk menyesuaikan dengan kemampuan dompet masing-masing.Â
Sementara, kereta api memiliki opsi kelas pelayanan yang lebih sedikit, yakni ekonomi, eksekutif, dan luxury. Namun, karena hanya dilayani oleh satu operator, standar pelayanan kereta api sama pada setiap kereta sesuai dengan kelas pelayanannya.Â
Beragam operator bus, beragam pula standar pelayanannya. Sebagai contoh, meski sama-sama kelas eksekutif, operator bus A hanya mengisi busnya dengan 28 kursi saja, dilengkapi snack dan servis makan dengan tarif 280 ribu rupiah untuk rute Jakarta-Surabaya, sedangkan operator bus B dengan tarif yang sama, kapasitas busnya mencapai 30 kursi, dilengkapi servis makan, tetapi tanpa snack.
Memang pada umumnya, tarif bus-bus kelas eksekutif di lintas Jawa sudah termasuk satu kali servis makan, tetapi, sebagian besar bus eksekutif, leg room-nya tidak seluas kelas eksekutif kereta api. Namun, di sisi lain, bus-bus yang menyandang kelas eksekutif ini sudah menggunakan leg rest pada setiap kursinya, sedangkan kereta api hanya menyediakan foot rest.
Harga tiket bus sama untuk setiap kursinya, tidak seperti kereta yang bisa saja berbeda-beda. Meskipun begitu, ada pula beberapa operator bus yang mematok tarif berbeda antara hari biasa dengan akhir pekan.
Dari segi harga, umumnya tarif bus eksekutif dibandingkan kereta eksekutif dan tarif bus first class atau sleeper class dibandingkan kereta luxury jauh lebih murah. Selisihnya, bisa mencapai 1,5 sampai 2 kali lipat. Namun, kebijakan public service obligation (PSO) untuk kereta ekonomi bisa membuat tarif yang diberikan jadi lebih murah dibandingkan dengan bus kelas patas dengan selisih sekitar 1,5 kali lipat.Â
Jika dibuat head-to-head antara kereta ekonomi dan bus patas, kereta ekonomi memang lebih worth it dengan tarif yang bisa lebih murah, waktu tempuh yang jelas lebih singkat, dan sama-sama tidak mendapat servis makan. Akan tetapi, tarif kereta ekonomi juga bisa jadi lebih mahal daripada tarif bus eksekutif sekalipun.
Soal kemudahan pemesanan dan pembayaran tiket, bus tak mau kalah dengan kereta. Meski belum semua, sebagian besar perusahaan otobus kini telah melayani pembelian tiket secara daring melalui aplikasi ataupun situs resmi. Bahkan tak jarang calon penumpang mendapatkan harga miring karena diskon.
Masih ada satu aspek yang perlu ditinjau bersama, yakni letak stasiun dan terminal. Sebagian besar stasiun di Jawa letaknya cukup dekat dengan pusat kota. Berbeda dengan terminal yang umumnya terletak di pinggiran kota seperti di akses lingkar luar.Â
Selain itu, tidak semua kota dilayani kereta api, atau setidaknya belum terintegrasi dengan kereta api. Beberapa kota di Jawa cukup beruntung karena dilayani angkutan terusan dari KAI. Salah satunya adalah Pati, Demak, dan Kudus yang terhubung dengan Stasiun Semarang Poncol dan Semarang Tawang. Selain itu, Wonosobo, Banjarnegara, dan Purbalingga juga telah terkoneksi dengan angkutan terusan KAI dari dan menuju Stasiun Purwokerto.
Angkutan terusan KAI ini sifatnya sebagai feeder atau pengumpan yang jadwal keberangkatan dan kedatangannya mengikuti jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta.Â
Perencanaan Perjalanan
Jadi, pilih bus atau kereta, keputusan ada di tangan Anda. Namun, satu hal yang pasti adalah rencanakan perjalanan Anda dengan baik. Banyak ulasan ataupun catatan perjalanan (trip report) yang bisa dengan mudah ditemukan di internet. Beberapa vlogger ataupun blogger juga kerap memberikan tips agar perjalanan Anda menjadi lebih mudah, aman, dan nyaman.
Jam keberangkatan dan kedatangan, akses dari dan menuju stasiun atau terminal, fasilitas, harga tiket, dan kemudahan pembelian tiket bisa menjadi pisau bedah untuk membantu Anda menganalisis keputusan menggunakan moda transportasi bus atau kereta.Â
Selamat merencanakan perjalanan Anda, selamat jalan, semoga perjalanan Anda menyenangkan dan selamat sampai tujuan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H