Mohon tunggu...
Abdurrofi
Abdurrofi Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penyuka Kopi dan Investasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Investasi gagasan untuk masa depan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

PKS, PPP, dan Gerindra Usul RUU Minuman Beralkohol Refleksi Peradaban Kuno?

16 November 2020   07:31 Diperbarui: 16 November 2020   07:36 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Parlemen Indonesia  Usul RUU Minuman Beralkohol (Tribunnews/Indra Permana)

Alcoholism which considered the most recurrent brain depressant through out  the  different  cultures  and  the  cause  of  remarkable  number  of  diseases and  deaths.

Banyak penelitian melalui tingkat perkembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan alkohol dengan penyakit. Alkoholisme, terlepas dari definisi yang berbeda, terkait dengan konsumsi zat "alkohol" yang merupakan salah satu dari 11 kelas zat yang disebut oleh American Psychiatric Association sebagai gangguan terkait zat.

RUU Minuman beralkohol menjadi pertimbangan kajian akademis yang sangat menarik dalam proses legeslasi di Indonesia. Beberapa keyakinan terapis bahwa alkoholisme bukanlah penyakit melainkan "Kebiasaan buruk" atau "kelemahan karakter", bahkan ketika keyakinan ini tidak dinyatakan secara terbuka. Bergantung pada hak milik  pasien sering menunjukkan psikoterapi itu kepada terapis di Indonesia.

Lebih lanjut, dalam dokumen itu disebutkan bahwa tujuan para pengusul dari PKS, PPP dan Gerindra mengusulkan RUU Minol adalah melindungi masyarakat dari dampak negatif menciptakan ketertiban dan ketentraman di masyarakat dari para peminum  menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya minuman beralkohol. 

Studi paling awal tentang sejarah alam dan perjalanan masalah alkohol didasarkan pada akun retrospektif pasien dengan gangguan penggunaan alkohol berat.

Apakah ini masalah utama dalam kesehatan?

Ya, Masalah utama dalam tahun 2020 adalah sekuritas kesehatan nasional, Indonesia melakukan penelitian untuk mendapatkan indikasi asal alkohol terkait fenomena adalah kenyataan bahwa setiap pertanyaan mungkin dianggap oleh pasien sebagai pelanggaran dan sebuah kecaman atas "kebiasaan buruk" warga negara nya.

Dengan demikian, sebanyak konsumsi alkohol menyertai setiap orang acara sosial yang mungkin, seperti yang dikutuk adalah mereka yang menjadi tergantung pada substansi ini. 

Namun, hakim yang paling keras dan paling tidak menilai dari penyakit mereka adalah pasien itu sendiri ketika RUU Minuman beralkohol telah disahkan di Indonesia.

Akibatnya, ketertarikan Anda pada pasien dan masalahnya sering disalahartikan oleh pasien sebagai tindakan ingin tahu yang dapat menghancurkan harga diri yang mungkin tersisa. 

Pasien tidak dapat menerima baik, seperti yang mereka rasakan, diagnosis yang memberatkan alkoholisme atau jangka panjang konsekuensi dari diagnosis semacam itu pada saat kontak pertama. 

Terlepas dari harga diri mereka yang rendah, aspek psikologis dari penyakit itu sendiri yaitu, ketergantungan alkohol membuatnya hampir tidak mungkin bagi pasien untuk mengubah sikapnya. Pantang bisa dianggap sebagai kerugian yang tidak mungkin terjadi diterima tanpa perasaan putus asa, cemas, atau agresi yang serius.

Perlukah larangan produksi alkohol oleh pabrik dan industri untuk diminum?

Tentu perlu namun uang adalah hal yang paling memabukan para pemilik industri dan pabrik minuman beralkohol. Bagaimanapun juga mereka melihat alkohol tidak perlu dipikirkan dari aspek kemanusiaan dan kesehatan. 

Klinisi aktivis kemanusian dan relawan kesehatan sekarang dihadapkan pada perasaan marah dan pasrahnya sendiri sebagai reaksi yang tidak diinginkan dan tentu saja kontraproduktif.

 Pemilik industri dan pabrik minuman beralkohol termasuk yang dirugikan sedangkan  Klinisi aktivis kemanusian dan relawan kesehatan sekarang mengalami diuntungkan. 

Penurunan angka pasien yang candu akan meningkat karena tidak ada ketersedian alkohol dan tubuh manusia memperlakukan alkohol seperti racun. Alkohol tubuh akan segera merespons dan segera mencerna atau membuang kandungan racun dalam alkohol melalui pernapasan, keringat, dan kencing. Ini mengapa orang yang gemar minum bir atau alkohol, punya kecenderungan untuk kencing dalam rentang waktu yang pendek. 

Bagaimana kebudayaan alkohol berasal?

Alkohol dari peradaban arab kuno Alkohol di abad jahiliah.  Bangsal "Alkohol" adalah bangsal asal Arab yang diadopsi dari bangsal "Al-Kohol" yang dalam bahasa Arab berarti "bubuk halus yang tidak dapat disembuhkan yang digunakan wanita Timur untuk mengecat alis mereka, dan akhir-akhir ini digunakan untuk merujuk pada kesempurnaan tertinggi".

Tradisi kuno mengenai kemenangan atas musuh, kesuksesan karier, kelahiran anak, pernikahan, dan  beberapa peristiwa sosial yang tak terhitung banyaknya yang cenderung digunakan orang untuk merayakannya dengan alkohol di timur tengah.

Tradisi jahiliah ini menunjukkan bahwa penggunaan alkohol digunakan secara luas untuk kesenangan dan kegembiraan tanpa mempertimbangkan kesehatan. Orang-orang timur tengah dulu mabuk sebagai bagian dari permainan hanya untuk menikmati waktu terlepas dari pengakuan keterkaitan mereka antara minum berlebihan dan agresi.

Meskipun, konsumsi minuman beralkohol telah menjadi peristiwa yang luar biasa di masa lalu, informasi yang tersedia tentang konsekuensi konsumsi alkohol sangat sedikit dipahami. 

Namun setelah ajaran Islam datang beberapa golongan, marga, suku dan penduduk berhenti merayakan kegembiraan dan kesenangan dengan Alkohol. 

Itulah mengapa tidak sedikit orang memegang tradisi jahiliah di Arab. Namun mereka yang sudah masuk Islam dan taat akan berhenti minum alkohol untuk kesenangan dan kegembiraan. Indonesia sebagai fase peradaban mengalami kemajuan dengan membuat RUU Minuman beralkohol di jaman presiden Jokowi dan Kiayi Maruf Amin.

RUU Minuman Beralkohol dengan muatan tepat?

Pada saat kontak pertama, Indonesia dihadapkan dengan fakta yang "tidak terpikirkan" dan "tidak dapat disebutkan" tradisi alkohol kuno, belum lagi pasien Indonesia tidak dapat menunjukkan cukup motivasi ke arah pantang jangka panjang atau perubahan besar dalam gaya hidup mereka, meskipun banyak dari mereka tahu bahwa konsekuensi ini mungkin satu-satunya kemungkinan untuk pulih dari situasi buruk mereka.

Muatan RUU Minuman beralkohol stop pabrik produksi dan healing pemabuk menjadi tepat. Namun hukuman penjara belum tepat karena kapasiatas penjara terbatas. 

Banyak asumsi yang mengatakan bahwa situasi ini menimbulkan peluang RUU Minuman ini dikaji ulang pemerintahan Joko Widodo-KH Maruf Amin dimana kebijakan pemerintah akan menemui banyak dukungan dari parlemen menolak bangsa pemabuk menjadi bangsa yang sadar akan kesehatan.

 Lantaran program Indonesia sehat pemerintah dapat didukung dalam pembahasan di DPR melalui minuman beralkohol baik stop produksi, stop akses pada warga negara Indonesia, alkohol hanya untuk turis dan kebijakan perlindungan pasien akibat alkohol di Indonesia. Akan tetapi, sekiranya anggapan tersebut cukup menggelikan dan terlalu berlebihan bila minum alkohol karena alkohol bisa membunuh kesadaran.

Untuk semua alasan di atas, Jika Rancangan Undang-Undang ini disahkan, sangat penting bagi kita untuk merefleksikan sikap terapeutik kita sendiri. Dorongan, emosi, sikap, dan perilaku moralistis, menghukum, atau diskriminatif harus terbuka diterima dan bekerja dalam UU Minol secara psikoterapi, atau dalam bentuk interaksi profesional lain yang membuat seseorang merasa nyaman.

Mengenali dorongan kontraproduktif kita sendiri dan mendiskusikannya secara terbuka dengan profesional tepercaya akan membantu  kita mendekati pasien ketergantungan alkohol secara terbuka, empatik, dan dengan menghormati, sambil mempertahankan posisi kita sendiri, jelas, dan tegas agar mereka kembali sehat kembali.

Sikap ini merupakan prasyarat warga Indonesia yang baik untuk memupuk kesediaan pasien untuk tetap dalam pengobatan dan tetap atau menjadi sepenuhnya abstinensia, tanpa menjadi manipulatif dan mencoba menuntut kepatuhan pasien di bawah rejimen pengobatan yang lebih melayani ego terapis daripada kesejahteraan pasien. Refleksi berkelanjutan dari dan bekerja pada sikap terapeutik Akita sendiri adalah satu untuk tetap sadar tan tidak mabuk.

Referensi : 1, 2, 3 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun