Mohon tunggu...
Abdurrofi Abdullah Azzam
Abdurrofi Abdullah Azzam Mohon Tunggu... Ilmuwan - Intelektual Muda, Cendikiawan Pandai, dan Berbudaya Asia Afrika
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Jangan pernah lelah mencintai Indonesia menjadi negara adidaya di dunia. Email Admin : axelmanajemen@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Indonesia Batal Jadi Tuan Rumah U20, Bukti Indonesia Mendukung Palestina

30 Maret 2023   06:11 Diperbarui: 30 Maret 2023   06:19 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fifa (federasi bolacom)

FIFA membuat keputusan soal membatalkan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U20 2023 setelah rakyat Indonesia telah lama dikenal memiliki sikap yang kuat dalam mendukung perjuangan Palestina. 

Sejak didirikan, Indonesia telah menjadi advokat vokal untuk hak-hak rakyat Palestina dan secara konsisten menunjukkan komitmennya melalui berbagai upaya diplomatik dan kemanusiaan.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, sikap Indonesia yang pro-Palestina dijadikan dasar kritik dan kontroversi. Salah satu contohnya adalah kegagalan negara tersebut untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20.

Dengan beberapa pihak menyatakan bahwa sikap pro-Palestina Indonesia berperan dalam keputusan untuk memberikan turnamen tersebut ke negara lain karena Indonesia tidak mengakui Israel sebagai negara berdaulat.

Dalam konteks ini, penting untuk mengkaji hubungan antara sikap Indonesia yang pro-Palestina dan upaya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20, serta mempertimbangkan implikasi kedaulatan tersebut terhadap peran Indonesia di dunia internasional.

Isu pelanggaran hak asasi manusia, apartheid, dan penjajahan yang terjadi di wilayah Palestina telah menjadi perhatian dunia internasional dan termasuk dalam agenda diskusi tuan rumah Piala Dunia U20 2023.

Isu pelanggaran hak asasi manusia, apartheid, dan penjajahan yang terjadi di wilayah Palestina telah menjadi perhatian dunia internasional sejak lama, terutama sejak konflik Israel-Palestina dimulai pada tahun 1948.

Sejak awal penjajahan Israel atas wilayah Palestina pada tahun 1967, pemerintah Israel telah membangun dan memperluas pemukiman-pemukiman Yahudi di wilayah tersebut, sementara mencegah warga Palestina dari membangun atau memperluas rumah mereka sendiri.

Negara Palestina telah lama menjadi sumber konflik internasional yang rumit dan tragis. Sejak proklamasi kemerdekaannya pada tahun 1988, Palestina telah menjadi wilayah yang terus-menerus dikuasai dan diduduki oleh Israel. Keadaan ini telah menimbulkan berbagai macam pelanggaran HAM, penjajahan, dan apartheid, yang telah merugikan rakyat Palestina.

Pemukiman ini sering kali dibangun di tanah yang diambil secara paksa dari warga Palestina, dan menempatkan warga Palestina dalam situasi yang tidak stabil dan tidak aman.

Pemerintah Israel telah memberlakukan berbagai pembatasan terhadap gerak warga Palestina di wilayah Palestina, termasuk pembatasan perjalanan, pembatasan akses ke sumber daya alam seperti air, dan pembatasan akses ke pusat pemerintahan dan pusat ekonomi.

Pembatasan-pembatasan ini seringkali didasarkan pada identitas rasial atau agama, dan menghasilkan perlakuan yang tidak adil bagi warga Palestina.

Pemerintah Israel telah menerapkan berbagai hukum dan kebijakan yang memberikan hak-hak istimewa bagi warga Yahudi, sementara mengabaikan hak-hak warga Palestina.

Contohnya termasuk hukum tentang kepemilikan tanah dan hak-hak kewarganegaraan, yang membatasi hak-hak warga Negara Palestina dan memberikan preferensi kepada warga Yahudi.

Beberapa kelompok hak asasi manusia telah mengklaim bahwa tindakan Israel terhadap warga Palestina memenuhi kriteria kejahatan terhadap kemanusiaan, termasuk deportasi paksa, pengusiran paksa, dan kejahatan seksual. 

BeberapaKejahatan terhadap kemanusiaan telah terjadi dalam konteks operasi militer yang dilakukan oleh Israel di wilayah Palestina.

Tindakan-tindakan tersebut telah menimbulkan kekhawatiran dan pengecaman dari masyarakat internasional, dan mendorong seruan untuk mencari solusi yang adil dan damai bagi semua pihak yang terlibat.

Pada tahun 2018, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan laporan yang menuduh Israel melakukan tindakan apartheid terhadap warga Palestina, dan banyak organisasi hak asasi manusia dan masyarakat internasional yang terus memperjuangkan hak-hak warga Palestina dan menyerukan solusi damai bagi konflik tersebut.

Negara Palestina memiliki sistem pemerintahan republik parlementer yang didasarkan pada konstitusi yang disahkan pada tahun 2003. Namun, perwakilan Palestina sering menghadapi kesulitan dalam menjalankan pemerintahan mereka secara efektif di wilayah yang diduduki oleh Israel. 

Penjajahan Israel telah menyebabkan terbentuknya sejumlah permukiman Yahudi di wilayah Palestina, sehingga menyulitkan proses perdamaian dan membuat rakyat Palestina semakin terpinggirkan.

Selain itu, Israel juga memperketat kontrol atas wilayah Palestina dengan membangun tembok penghalang dan memperluas wilayah permukiman Yahudi di Tepi Barat. 

Hal ini telah memperburuk kondisi kemanusiaan rakyat Palestina, dengan membatasi gerakan mereka, menghambat pembangunan ekonomi, dan menimbulkan konflik dan ketegangan yang lebih besar.

Tindakan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Israel di wilayah Palestina juga telah menjadi sorotan internasional. Banyak rakyat Palestina yang menjadi korban penyiksaan, pembunuhan, dan pengusiran oleh pasukan Israel. 

Selain itu, perempuan dan anak-anak juga sering menjadi sasaran kekerasan dan diskriminasi. tidak didukung oleh masyarakat Indonesia.


Israel juga telah melakukan tindakan apartheid di wilayah Palestina, dengan memperlakukan rakyat Palestina sebagai warga kelas dua dan memberlakukan kebijakan diskriminatif terhadap mereka. Hal ini melanggar hak asasi manusia dan merugikan rakyat Palestina secara signifikan.

Apartheid adalah sebuah sistem diskriminasi rasial yang terjadi di Afrika Selatan antara tahun 1948 hingga 1994. Sistem ini memisahkan penduduk menjadi kelompok-kelompok rasial dan memberikan hak istimewa pada kelompok kulit putih, sementara kelompok-kelompok lainnya dilarang untuk menggunakan hak-hak yang sama.

Relevansi apartheid dalam konteks Israel dan Palestina adalah bahwa beberapa orang menganggap bahwa Israel melakukan tindakan diskriminasi rasial terhadap warga Palestina di wilayah yang diduduki, yang meliputi tindakan pemisahan, diskriminasi dalam hak-hak dan kesempatan, serta perlakuan yang tidak adil dalam hukum dan kebijakan.

Pemerintah Israel telah menyangkal bahwa tindakan mereka terhadap warga Palestina adalah bentuk apartheid, namun pandangan ini telah diprotes oleh banyak aktivis hak asasi manusia dan masyarakat internasional yang memperhatikan situasi di wilayah tersebut.

Dalam kondisi ini, dukungan internasional bagi kemerdekaan Palestina semakin meningkat. Banyak negara dan organisasi internasional yang telah mengakui Negara Palestina sebagai negara yang berdaulat dan merdeka, meskipun Israel dan beberapa negara lainnya masih menolak pengakuan ini.

Di tengah kondisi yang rumit dan konflik yang terus berlangsung, upaya perdamaian dan pengakuan kedaulatan Palestina tetap menjadi tujuan yang harus dicapai. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan kesediaan dari semua pihak untuk bekerja sama dan menyelesaikan konflik ini secara damai, adil, dan berkelanjutan.

Penting untuk dicatat bahwa istilah apartheid di Afrika Selatan memiliki konotasi khusus yang unik, dan beberapa orang mungkin merasa bahwa istilah ini tidak tepat digunakan dalam konteks Israel dan Palestina.

 Namun, tindakan Israel terhadap warga Palestina telah menyebabkan banyak kekhawatiran apartheid dan pengecaman internasional, dan mendorong seruan untuk mencari solusi yang adil dan damai bagi semua pihak yang terlibat.

Negara Palestina diakui secara internasional. Namun, sebagai Palestina yang diduduki oleh Israel termasuk Tepi Barat dan Jalur Gaza dikenal sebagai "Negara Palestina yang Diduduki" dan terdapat beberapa tindakan pelanggaran HAM, penjajahan, dan apartheid yang terjadi di wilayah tersebut.

Beberapa kelompok hak asasi manusia dan masyarakat internasional telah mengklaim bahwa tindakan Israel terhadap warga Palestina di wilayah tersebut memenuhi kriteria kejahatan terhadap kemanusiaan dan bahwa tindakan tersebut merupakan tindakan apartheid. PBB juga telah mengeluarkan laporan pada tahun 2018 yang menuduh Israel melakukan tindakan apartheid terhadap warga Palestina.

Tindakan pelanggaran HAM lainnya yang dilaporkan terjadi di wilayah Palestina yang diduduki termasuk pembatasan gerak warga Palestina, pembangunan pemukiman Israel di wilayah Palestina, penggunaan kekerasan oleh tentara Israel, penahanan dan penahanan administratif warga Palestina, serta diskriminasi dalam hukum dan kebijakan.

Penjajahan juga dianggap sebagai masalah serius di wilayah Palestina yang diduduki, dengan pemerintah Israel membangun dan memperluas pemukiman Yahudi di wilayah tersebut sementara mencegah warga Palestina untuk membangun atau memperluas rumah mereka sendiri.

Namun, penting untuk dicatat bahwa pandangan ini tidak secara universal diterima dan ada perdebatan mengenai apakah tindakan tersebut memenuhi kriteria kejahatan apartheid atau pelanggaran HAM yang signifikan. Namun, banyak kelompok hak asasi manusia dan masyarakat internasional terus memperjuangkan hak-hak warga Palestina dan menyerukan solusi damai bagi konflik tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun