Menanggapi hal ini, Komisi Pemberantasan Korupsi menyayangkan pernyataan mengenai fatwa dari Melchias Mekeng.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyatakan, tak seharusnya penyelenggara menyatakan hal yang bisa berdampak buruk pada pendidikan antikorupsi.
Sementara itu, Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, pernyataan Mekeng tersebut menunjukkan bahwa penyelenggara negara belum memahami konsep korupsi itu sendiri. Pernyataan tersebut dianggap tidak mencerdaskan masyarakat.
Ali Fikri menyampaikan, dalam Undang-Undang tak ada istilah korupsi yang besar atau kecil. Berapa pun besarnya, penyalahgunaan wewenang, jabatan, dan perbuatan memperkaya diri sendiri adalah bentuk tindak korupsi. Â
Mengapa terjadi polarisasi dari kubu pro DPR dan pro KPK?
Polarisasi dan pro kontra di antara kubu anti korupsi mendukung RUU Perampasan Aset dan Kubu pro korupsi menolak RUU Perampasan Aset.
Polarisasi antara kubu pro DPR dan pro KPK terjadi karena perbedaan pandangan dalam hal pandangan terhadap tindakan korupsi dan upaya pemberantasan korupsi.
Kubu pro DPR dapat berpendapat bahwa fatwa "makan uang haram kecil-kecil okelah"Â dapat diterima karena mereka beranggapan bahwa tindakan korupsi yang kecil tidaklah seburuk tindakan korupsi yang besar.Â
Selain itu, mereka juga dapat berpendapat bahwa hal tersebut hanya menjadi bentuk pemaknaan dalam masyarakat saja dan tidak bermaksud untuk menghalalkan tindakan korupsi tapi mereka menolak RUU Perampasan Aset.
Di sisi lain, kubu pro KPK berpendapat bahwa pernyataan tersebut dapat merusak upaya pemberantasan korupsi karena dapat memperlemah pandangan masyarakat terhadap tindakan korupsi.Â
Selain itu, mereka juga menganggap bahwa pernyataan tersebut bertentangan dengan hukum dan mengabaikan prinsip-prinsip integritas dan etika yang seharusnya mendukung RUU Perampasan Aset.