setiap tahun, namun nyaris tidak ada korelasinya dengan
peningkatan cara bernalar yang rigid dan kritis.
Adalah dilema yang tak kunjung ketemu ujung pangkalnya
ketika mahalnya ijazah berhadapan dengan skil seorang
otodidak. Untuk apa repot-repot sekolah kalau toh ijazah
yang didapat tak dihargai? Buat apa pula menghargai seorang
sarjana kalau tidak punya skil yang mumpuni?
Saya teringat kata-kata mendiang Sutan Takdir Alisjahbana;
"kampus yang sebenarnya itu adalah perpustakaan."
Rumus ini mungkin saja sangat susah diterapkan untuk
kondisi sosial sekarang. Tapi kita bisa mencernanya dari
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!