Mohon tunggu...
Abdurrahman
Abdurrahman Mohon Tunggu... Konsultan - Peneliti Madya di SegiPan (Serikat Garda Intelektual Pemuda Analisis Nasionalisme)

Tertarik dengan kajian kebijakan publik dan tata pemerintahan serta suka minum kopi sambil mengamati dengan mencoba membaca yang tidak terlihat dari kejadian-kejadian politik Indonesia. Sruput... Kopi ne...!?

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Penghancuran Eksistensi Partai Politik dengan Munculnya Hasil Survei dari Berbagai Lembaga dan Media-Media Nasional Melakukan Personal Branding

27 Agustus 2022   11:21 Diperbarui: 27 Agustus 2022   11:37 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tentu tidak etis membongkar kerja-kerja lembaga survei bagaimana memenangkan kandidat di legislatif maupun di eksekutif, yang artinya lembaga survei tidak hanya melakukan penelitian dan hasilnya disampaikan di media massa. Kata-kata "memenangkan kandidat", hal ini semacam menghilangkan/menisbikan partai. Maka jangan heran banyak anggota legislatif yang tidak sejalan dengan kepentingan partai dan bahkan loncat partai tetap jadi anggota dewan. Kalau kepala daerah sudah jelas keberadaan partai hanya pengantar pada kursi kekuasaan, selanjutnya terkesan tidak ada kaitannya dengan partai keoala eksekutif tersebut. Struktur negara yang kuat sebab struktur masyarakat yang kuat, dalam menjamin keberlangsungan pembangunan bangsa. Struktur masyarakat yang kuat akan suksesi kekuasaan negara yakni struktur partai politik yang kuat. Di Indonesia sejak reformasi ini lembaga survei yang kuat di suksesi kekuasaan negara. Jangan heran marak money politic, sebab suksesi politik adalah intinya transaksional politik.

Bargaining position partai kalah sama kandidat yang bisa menyewa lembaga survei menjadi konsultan politiknya (untuk memenangkan pemilu). Artinya nilai tawar dalam transaksional politik, sebuah partai tidak bernilai kecuali hanya sebatas tukang penyeleksi (rekom partai syarat jadi calon legislatif maupun eksekutif). Bahkan kepada anggota partai yang duduk di kekuasaan pemerintahan (eksekutif dan legislatif) tidak bisa memecat atau memberikan sanksi ketika anggota itu melanggar hukum positif maupun peraturan partai. Bahkan banyak anggota partai yang jelas-jelas keluar garis partai masih bisa mencalonkan diri dari partai tersebut alih-alih partai lain dan masih jadi anggota dewan maupun eksekutif. Selemah itu dan tidak berdayanya partai politik di Indonesia ini menghadapi lembaga survei yang sering kali sebagai konsultan pemenangan politik. Artinya, apakah partai politik di Indonesia tidak mampu mendirikan bidang atau lembaga di struktur organisasi untuk melakukan kerja-kerja semacam lembaga survei, yang tentunya independen tidak. Tentu sudah ada Bapilu partai, yang kita pahami tidak independen dan tidak profesional bahkan menjadi anggota dewan.

Jika semacam itu, Indonesia akan terus di kuasai orang-orang atau siapa yang ada di balik lembaga survei tersebut. Kalau semacam itu, maka tidak akan ada partai yang bisa menguasai parlemen secara mayoritas kategori pendominasi yakni pemilik suara atau kursi diatas 35%. Dimana kita pahami, eksekutif tidak akan stabil jika tidak punya suara mayoritas di parlemen. Kalau pun ada partai pemenang atau suara terbesar memegang kekuasaan eksekutif tapi suara parlemen dibawah 35% sama halnya partai tersebut tidak punya eksekutif, di bukan partai kategori pendominasi. Sedangkan untuk kepentingan bangsa dan negara, kita butuh satu atau dua partai kategori pendominasi.

Terlepas dari itu semua, partai harus berbenah dan membangun partai agar menjadi partai pendominasi. Informasi terakhir dari para pelaku di lingkaran lembaga survei, hanya ada dua partai yang secara infrastruktur memenuhi syarat menjadi partai pendominasi, tiga partai mampu memenuhi syarat partai pendominasi cuman infrastruktur tidak mendukung, selebihnya tidak cukup infrastruktur dan syarat akan tetapi selalu diuntungkan situasi dan kondisi yang akan sulit mendominasi kecuali hanya menjadi partai menengah kebawah atau muncul-hilang kembali. Sebenarnya, jika syarat 0% ambang batas pencalonan presiden diloloskan MK ini akan memudahkan lima partai yang memenuhi syarat pendominasi tersebut menjadi partai pendominasi, terutama dua partai yang secara infrastruktur bisa dipastikan salah satunya keluar sebagai pendominasi asalkan punya sistem (badan/lembaga) yang mengerjakan tugas keterikatan dengan partisipan politiknya, hal ini seperti apa yang dikerjakan lembaga survei yang sekaligus menjadi konsultan pemenangan politik.

Maka dari sini partai jika ingin menjadi partai pendominasi tanpa bergantung pada lembaga survei harus paham, bahwa adanya partai politik adalah merebut atau mempertahankan kekuasaan, yang kita pahami yakni suksesi, suksesi adalah intinya transaksional politik entah disaat merebut (proses pemenangan pemilu) atau mempertahankan kekuasaan (ketika menjabat legislatif maupun eksekutif). Jika salah memahami transaksional politik maka akan terjebak pada korupsi, money politic, serta kejahatan politik lainnya seputar keserakahan ekonomi saja atau penguasaan secara monopoli sumber-sumber kekayaan negara oleh segelintir elit saja, yang hanya berpandangan geo-ekonomi dengan pendekatan psikologis pasar.

Selama partai politik tidak berbenah, dalam membangun internal partai dan membentuk sistem partisipan politiknya untuk menciptakan party ID, maka di era digital dan keterbukaan informasi publik, siap-siap partai sebut akan kehilangan eksistensi bahkan hilang keberadaannya menjadi sejarah belaka, itupun jika sejarah menghendaki partai tersebut ada di sejarah. Sebab lembaga survei, media massa, sosial media, serta lembaga publik lainnya tentang saluran suara-suara masyarakat akan menggantikan posisi partai jika tidak bisa memahami dan menanggapi perubahan dunia yang sudah desentralisasi kekuasaan-kekuasaan disegala bidang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun