Mohon tunggu...
Abdu Rozaqi
Abdu Rozaqi Mohon Tunggu... - -

Stay Foolish, Stay Hungry

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Minat Baca Buku yang Rendah dan "Spirit Renaissance"

31 Agustus 2017   12:53 Diperbarui: 2 September 2017   11:55 2894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ingat, bahwa di tahun 1800an, orang Indonesia masih kental dengan mistisme dan memiliki sisi animisme-spiritual yang tinggi bahkan sebelum agama Islam masuk ke Indonesia. Mereka menyembah apa saja selain daripada Tuhan, bahkan kepada pohon yang dipercaya terdapat penunggu gaib di dalamnya. 

Dari kedua jenis manusia tersebut, anda tahu sendiri mana di antara keduanya yang tertarik membaca buku. Si A yang pemikiran dan pandangannya terbuka, yang menghargai karya orang lain, dan sangat ingin tahu. Atau si B, yang masih suka memuja makhluk gaib dan meminta bantuan kepada mereka, dan sama sekali tidak tertarik ilmu pengetahuan, science dan logika berpikir. 

Namun yang si B sama sekali masa bodoh terhadap science dan wawasan global. Revolusi pemikiran dan mental mereka juga tidak berkembang. Ibarat dua sisi mata uang. Orang Barat saat itu sudah melakukan revolusi mental dan pencerahan pemikiran besar-besaran. Sedangkan orang Indonesia saat itu masih identik dengan klenik dan tidak berevolusi secara pemikiran.

Revolusi Mental tidak akan berhasil jika semua orang masa bodoh dan masih berpandangan sempit. Revolusi Mental juga tidak akan berhasil jika suatu masyarakat di satu negara sama sekali tidak menghargai hasil karya orang lain dan hanya memikirkan soal uang dan status sosial semata. 

Jika Indonesia saat ini baru mengupayakan Revolusi Mental, itu wacana cerdas dari Jokowi yang sebenarnya bertujuan untuk membuat SDM Indonesia makin maju di era globalisasi saat ini dan tidak melulu hanya paham kearifan lokal semata tetapi juga berwawasan secara global. Jokowi jelas ingin membuat SDM Indonesia agar setara dengan negara-negara lain di era globalisasi. 

Namun dalam prakteknya, jelas Revolusi Mental gagal total dan tidak bisa dipaksakan di negara berkembang, terutama di Asia, karena umumnya masyarakat di negara berkembang masa bodoh dan tidak peduli dengan science atau pencarian terhadap wawasan keilmuan, mereka tidak berkutat dengan sejarah, tidak melakukan riset serius, dan tidak "melek" globalisasi. 

Alergi terhadap bahasa Inggris sebeanrnya merupakan salah satu faktor yang menghambat arus informasi dan globalisasi. Bahasa Inggris harus dilihat sebagai suatu kebutuhan di era modern, bukan sesuatu yang dilihat sebagai monster yang menjadi momok ancaman bagi kedaulatan negara dan Bahasa Indonesia. 

Mayoritas masyarakat kelas bawah peduli hanyalah nasionalisme ekstrem dan pemujaan berlebihan terhadap militerisme tanpa kebijaksanaan ilmu. Pandangan seperti itu disebut ideologi Fasisme. Yaitu pemujaan nasionalisme dan militerisme yang sangat ekstrem dan selalu menyalahkan atau mencari kesalahan negara lain, atau membesar-besarkannya, dan mengajak orang lain untuk membenci negara tersebut. 

Ingat, bahwa di tahun 2017, masyarakat di negara berkembang belum juga mengalami Revolusi Mental dan Pemikiran. Jauh-jauh hari tepatnya di awal abad ke-15, Rennaissance sudah tumbuh subur di barat dan pemikiran masyarakatnya sudah sangat terbuka. Abad ke-18, Periode Englightment menciptakan suatu kerangka berpikir yang kuat mengenai Kebebasan Berpikir, Logika, Science, Hukum Pemerintahan dan Tata Negara, Humanisme, dan sebagainya. 

Saya tidak mengatakan masyarakat di negara berkembang tidak mampu dan masyarakat di negara barat pintar. Melainkan, mayoritas masyarakat yang ada di negara berkembang tidak mengalami revolusi mental dan pemikiran seperti layaknya mereka yang "sudah tercerahkan" oleh evolusi kemajuan dari segi teknologi, iptek, sejarah, science, berkat keterbukaan dan kemajuan pemikiran mereka sejak 400 tahun sebelumnya. Itulah mengapa orang barat sekarang sangat senang membaca buku apapun. 

Bukan cuma komik dan novel saja seperti tema-tema populer yang menjadi santapan, tetapi buku-buku dengan tema berat seperti filsafat, psikologi, sejarah, dan lain-lain menjadi santapan mayoritas masyarakat barat saat ini. Itu karena mereka memang senang mencari ilmu dan selalu haus akan wawasan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun