“Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. 49: 10)
Itulah di antara dampak buruk dari memelihara api kebencian. Kebencian yang teramat dalam dapat berisiko merusak berbagai aspek dari kehidupan kita, baik itu ditinjau secara psikologis, kesehatan, maupun kehidupan sosial kita.
Maka, jauh-jauh hari Nabi telah mengingatkan:
“Cintailah orang yang kamu cinta dengan sewajarnya, boleh jadi suatu hari dia menjadi orang yang kamu benci. Dan bencilah orang yang kamu benci sewajarnya, boleh jadi suatu hari dia yang kamu benci menjadi orang yang kamu cinta.” (HR. Tirmidzi)
Hadis di atas mengandung pesan agar kita dapat mengelola dan mengawal perasaan kita dengan sebaik mungkin.
Mulianya Sifat Memaafkan
Kebencian, dalam ajaran Islam, dapat dihapus dengan sifat pemaaf. Pemaaf adalah sikap suka memberi maaf terhadap kesalahan orang lain tanpa ada sedikit pun rasa benci dan keinginan untuk membalas.
Hanya dengan sikap pemaaf inilah kita dapat menghapus luka atau bekas-bekas luka yang ada di dalam hati kita. Demikian yang dikemukakan oleh Prof Yunahar Ilyas dalam buku Kuliah Akhlaq.
Orang yang memiliki sifat pemaaf ini merupakan pantulan dari sifat takwa yang ada pada dirinya. Sebagaimana Al-Qur’an menyatakan:
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. 3: 133-134)
Dalam ayat lain kita diingatkan agar tidak memelihara kebencian ini, maka: