Syukuran dan selamatan selanjutnya diselenggarakan ketika anak-anak mereka telah berhasil menyelesaikan belajar mengaji Al-Qur'an-nya hingga 30 Juz. Teknis pelaksanaan syukuran dan selamatannya pun sama seperti pada saat berhasil menyelesaikan Iqra` Jilid 6.
Puncaknya adalah diselenggarakan upacara besar sebagai tanda syukur orang tua karena anaknya telah khatam belajar mengaji Al-Qur'an 30 Juz. Mereka dirias dan berbusana elok, kemudian diarak keliling kampung bak "Sang Raja" dan diiringi tabuhan dari grup kompang.
Kompang adalah sejenis alat musik tradisional yang populer bagi masyarakat Melayu. Kompang ini tergolong ke dalam kelompok alat musik gendang.
Setelah selesai diarak, "Sang Raja" diminta untuk duduk di atas panggung yang telah disiapkan. Baru kemudian rangkaian acara khataman Al-Qur'an pun dimulai. Acara intinya adalah "Sang Raja" menampilkan kepada khalayak ramai kemampuan membaca Al-Qur'an-nya.Â
Tidak semua surat dalam Al-Qur'an itu dibaca, hanya beberapa surat saja yang terdapat dalam Juz 30. Biasanya, surat-surat yang dibaca oleh "Sang Raja" diacara khataman Al-Qur'an tersebut adalah QS. Adh-Dhuha (93) hingga QS. An-Nas (114). Setelah "Sang Raja" selesai membaca surat-surat itu, acara khataman Al-Qur'an diakhiri dengan penyampaian beberapa nasihat dari gurunya dan ditutup dengan pembacaan doa.
Begitu doa selesai dibaca, para hadirin diminta untuk menikmati juadah yang telah disediakan.
Itulah potret keseruan dan keasyikan saya dan teman-teman di kampung dalam belajar mengaji Al-Qur'an di waktu kecil. Kadang-kadang, pada usia sekarang ini, saya merenung dan bertanya kepada diri sendiri, mengapa kini keasyikan saat berinteraksi dengan Al-Qur'an itu kian memudar? Ke mana perginya keseruan dan keasyikan itu? Asyik bersama Al-Qur'an semestinya kita upayakan sampai ke ujung nyawa. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H