Fokus membenahi diri sendiri adalah lebih prioritas daripada sibuk mengurus hal-hal yang tidak penting dari kehidupan orang lain. Membandingkan kehidupan kita dengan orang lain benar-benar tidak penting sama sekali.
Hasil dari membandingkan kehidupan kita dengan kehidupan orang lain itu ada dua. Pertama, kita merasa lebih baik dari orang yang kita bandingkan sehingga timbul sikap angkuh atau sombong. Kedua, kita merasa insecure, yakni sikap merasa lebih rendah dari orang lain sehingga hilang kepercayaan diri.
Mengikis Benih Kesombongan
Sikap merasa lebih baik dari orang lain seringkali membuat kita lupa diri. Lupa untuk menilai diri sendiri. Hidup kita disibukkan dengan menilai orang lain.
Ketika melihat orang lain, selalu saja kita memicingkan mata, lalu muncul pandangan-pandangan negatif tentang orang tersebut. Seolah-olah kehidupan orang lain itu tak ada sisi-sisi positifnya sama sekali.
Melihat tetangga tidak shalat ke masjid, kita nilai dia orang yang tidak taat. Melihat orang bertato, kita nilai dia orang jahat. Melihat perempuan tak berjilbab, kita nilai dia bukan perempuan baik-baik, dan seterusnya.
Penilaian-penilaian kita terhadap orang lain sesungguhnya bisa menjadi petaka bagi diri kita sendiri. Stigma negatif terhadap orang lain dapat menumbuhsuburkan benih-benih kesombongan dalam diri kita.
Ciri-ciri orang sombong itu di antaranya merasa diri lebih baik dari orang lain, merasa paling benar sendiri, selalu ingin dihormati karena merasa dirinya lebih superior dari orang lain, dan sebagainya.
Sangat berbeda kondisinya dengan orang yang rendah hati. Orang yang rendah hati itu selalu ramah kepada siapa pun, menghargai dan menghormati orang lain, dan tidak memandang dirinya lebih baik dari orang lain.
Penilaian kita terhadap orang lain boleh jadi membawa kita kepada sikap berburuk sangka kepada mereka. Apa yang kita katakan tentang mereka belum tentu benar. Kalaupun benar, bisa jadi ghibah. Apalagi kalau salah, ia bisa jadi fitnah.
Fitnah terhadap orang lain adalah tindakan yang sangat keji. Al-Qur'an mengingatkan kita:Â
"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang." (QS. 49: 12)
Inilah etika pergaulan hidup dalam masyarakat yang harus kita pelihara. Seandainya etika itu tidak kita junjung tinggi, maka yang terjadi adalah kekacauan, bahkan satu sama lain bisa saling bermusuhan.
Ayat di atas juga hendak memberikan pelajaran kepada kita agar bersikap respect terhadap orang lain. Coba kita posisikan diri kita sebagai orang yang dicurigai, orang yang dicari-cari kesalahannya, dan orang yang digunjing?
Tentu saja secara psikologis, jiwa dan mental kita akan sangat terganggu dengan tindakan-tindakan tersebut. Inilah yang seringkali tidak kita sadari. Maka, sikap respect terhadap orang lain mesti kita dahulukan agar tidak timbul dampak negatif yang bisa merusak pergaulan hidup kita antar sesama manusia.
Fokus Membenahi Diri
Fokuslah membenahi diri sendiri. Daripada sibuk mencari kesalahan orang lain lebih baik kita melihat kesalahan-kesalahan yang ada pada diri kita sendiri.
Lalu berupayalah untuk memperbaikinya. Mencari kesalahan orang lain sejatinya hanya menambah daftar kesalahan yang ada pada diri kita sendiri.
Begitupun dengan menggunjing orang lain. Kita sibuk menggunjing orang lain, tapi kita lupa bahwa kita pun punya aib. Bisa jadi aib kita lebih banyak daripada aib orang yang kita pergunjingkan.
Jangan habiskan energi kita untuk perbuatan yang tidak berguna itu, bahkan menimbulkan dosa. Oleh sebab itu, bertakwalah kepada Allah, Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.
Bahaya Insecure
Membandingkan kehidupan kita dengan kehidupan orang lain juga bisa memunculkan sikap insecure. Ketahuilah bahwa sikap insecure itu muncul akibat kita kurang bersyukur.
Sikap insecure cenderung menggiring kita kepada perilaku kufur. Hidup sering mengeluh. Selalu iri atas nikmat yang didapatkan orang lain. Selalu merasa hidup berkekurangan. Sikap yang demikian itu membuat kita menutup mata terhadap nikmat-nikmat yang telah Allah anugerahkan kepada kita.
Sikap insecure hanya membuat diri kita gusar dan gelisah. Tapi, sikap syukur membuat kita menjadi lebih tenang dan lapang atas setiap kondisi kita. Syukur menjadikan hidup kita lebih sehat dan bahagia.
"Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku." (QS. 2: 152)
"Bersyukurlah kepada Allah! Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Mahakaya, Maha Terpuji."Â (QS. 31: 12)
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat." (QS. 14: 7)
Sahabat! Sungguh terlalu mahal waktu itu jika hanya kita habiskan untuk mengurusi hal-hal yang tidak penting dari kehidupan orang lain.
Jangan habiskan setiap detik waktu kita dengan hal yang sia-sia. Ber-muhasabah-lah dan berupayalah untuk terus memperbaiki kualitas diri. Inilah yang utama.
Perhatikanlah firman Allah ini:
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. 59: 18)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H