Mohon tunggu...
Abdur Rauf
Abdur Rauf Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STIQ Kepulauan Riau

Aku berkarya, maka aku ada.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Revolusi Diri

1 Januari 2025   05:51 Diperbarui: 1 Januari 2025   05:51 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Revolusi Diri (Sumber: Meta AI)

Allah berfirman:

"Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS. 13: 11)

Ayat ini menegaskan bahwa perubahan itu terjadi berawal dari diri sendiri. Kalau dari diri sendiri tidak ada tekad dan ikhtiar untuk berubah, bagaimana mengharapkan Allah akan merubah diri kita?

Tampaknya, Allah ingin kita berjuang. Berjuang melawan segala bentuk hawa nafsu yang dapat merusak kefitrahan kita sebagai manusia. Memang ini perjuangan yang berat. Maka, tak heran jika Rasulullah SAW mengatakan bahwa jihad terbesar adalah melawan hawa nafsu.

Perubahan adalah keniscayaan. Setiap kita pasti mengalami perubahan. Perubahan-perubahan itu hanya diketahui oleh diri kita sendiri. Tinggal bagaimana lagi kita melihatnya, apakah perubahan itu membawa dampak positif atau dampak negatif dalam diri kita?

Maka, di sinilah letak pentingnya kita ber-muhasabah diri. Dalam hal ini Allah menyeru kita sebagai orang yang mengaku beriman:

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. 59: 18)

Ber-muhasabah-lah. Tanpa muhasabah terhadap diri, rasanya sulit buat kita untuk meningkatkan kualitas diri kita. Pastinya akan begitu-begitu saja pola hidup kita. Tak beranjak ke mana-mana. Tak ada perubahan. Kalaupun ada, tentu ke arah yang negatif. Yang rugi kita sendiri.

Waktu terus berjalan, tapi tak terlihat perubahan positif yang telah terjadi pada diri kita. Perhatikan nasihat Ali bin Abi Thalib:

"Barang siapa hari ini lebih baik daripada hari kemarin, maka ia adalah orang yang beruntung. Barang siapa hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia adalah orang yang merugi. Dan barang siapa hari ini lebih buruk daripada hari kemarin, maka ia adalah orang yang terlaknat."

Sekarang tergantung diri kita sendiri. Apakah mau jadi orang yang beruntung, merugi, atau terlaknat? Kalau soal dagang saja kita tak mau rugi apalagi bangkrut, maka bagaimana kalau soal kehidupan?

Maka, alangkah jahilnya kalau kita lebih memilih hidup dalam kerugian atau terlaknat. Padahal, manusia adalah sebaik-baik makhluk yang diciptakan Allah. Dengan predikat sebaik-baik makhluk itu semestinya mendorong manusia untuk mengeluarkan seluruh potensi kebaikan yang ada dalam dirinya.

Kerugian atau dalam kondisi yang terlaknat hanya akan menurunkan derajat kita sebagai manusia, dari sebaik-baik makhluk menjadi serendah-rendahnya makhluk. Na'udzubillah min dzalik.

Jika kita benar-benar inginkan perubahan positif itu terjadi, maka awalilah dengan niat. Niatnya jangan salah. Berubahlah karena Allah, jangan ada motif lain selain benar-benar mengharapkan keridhaan Allah.

Berubah karena motif-motif lain, saya tidak yakin akan istikamah. Paling semangatnya di awal-awal saja, selebihnya wallahu a'lam. Tapi, kalau berubah karena Allah, saya yakin, kita akan tetap komitmen dan konsisten dalam melakukannya.

Ingat pesan Rasulullah SAW ini:

"Sesungguhnya diterimanya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barang siapa berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya (akan diterima) sebagai hijrah karena Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa berhijrah karena dunia yang akan ia peroleh atau pasangan yang hendak dinikahinya, maka ia akan mendapati apa yang ia tuju." (HR. Bukhari dan Muslim)

Meniti Jalan Perubahan

Ada tiga hal paling tidak yang harus kita lakukan untuk merubah diri kita ke arah yang lebih positif.

Pertama, manajemen waktu yang baik. Setiap detik waktu kita itu sangat berharga sekali. Oleh sebab itu, kebijaksanaan kita dalam mengelola waktu ini sangat menentukan kualitas diri kita.

Lihat saja kondisi orang-orang yang lalai terhadap waktu. Banyak kerugian yang ia peroleh. Banyak hal-hal penting yang terlewatkan yang seharusnya dapat ia kerjakan.

Cobalah baca biografi orang-orang hebat. Mereka menjadi hebat karena pandai memanfaatkan waktu untuk melakukan hal-hal yang dapat meningkatkan kualitas diri mereka. Dengan membaca biografi mereka, insya Allah, kita akan termotivasi dengan spirit mereka dalam memanfaatkan waktu.

Kedua, tinggalkan hal-hal yang tidak berguna bagi diri kita. Kadangkala, kita ini terlalu sibuk dengan urusan-urusan yang tidak penting. Apalagi di era media sosial ini.

Lihatlah, berapa banyak waktu yang kita habiskan hanya untuk menatap media sosial. Apalagi pekerjaannya cuma stalking story atau status orang lain di media sosial. Benar-benar sesuatu yang tidak bermanfaat.

Beda halnya jika kita memanfaatkan media sosial tersebut dengan hal-hal positif, seperti membaca status-status yang menambah wawasan dan ilmu pengetahuan atau kita membagikan sesuatu yang sifatnya inspiratif dan bermanfaat bagi diri dan orang lain.

Nah, kalau yang begini no problem, malah sangat dianjurkan dalam rangka meng-upgrade diri menjadi lebih baik. Ingat pesan Nabi:

"Di antara tanda baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat baginya." (HR. Tirmidzi)

Ketiga, fokuslah dengan cita-cita kita. Cita-cita itu mulia. Cita-cita harus diperjuangkan dengan sungguh-sungguh. Berikan porsi perhatian yang besar terhadap cita-cita kita. Jika tidak demikian, boleh jadi cita-cita kita hanya akan menjadi angan-angan saja.

Cita-cita itu berbeda dengan angan-angan. Buya Hamka menjelakan bahwa cita-cita adalah buah pandangan yang timbul sesudah melihat barang yang nyata walau bagaimanapun sukarnya, demi manfaat bagi diri dan masyarakat. Sedangkan angan-angan adalah khayalan, mimpi di waktu bangun, laksana si pungguk merindukan bulan.

Oleh sebab itu, orang yang memiliki cita-cita, ia akan berjuang dengan sepenuh hati dan sekuat tenaganya untuk meraihnya. Dengan bercita-cita, maka akan menuntun kita menjadi pribadi hebat dan berkualitas.

Sahabat! Mari kita siapkan amunisi-amunisi perang melawan hawa nafsu. Apa pun yang menghambat kita untuk maju menuju perubahan positif, maka hanya satu kata: LAWAN.

Jangan biarkan diri kita larut dalam kemalasan, kegusaran, dan kegalauan. Jika kita larut dalam hal-hal yang membuang energi itu, maka bersiap-siaplah bahwa kekalahan itu akan nyata di depan mata.

Dengarkan firman Allah berikut ini:

"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu memperoleh kemenangan." (QS. 3: 200)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun