"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk." (QS. An-Nahl/ 16: 125)
Para da'i hendaknya mematuhi prinsip-prinsip dakwah yang tertuang dalam ayat di atas. Jika tidak mematuhi prinsip dakwah tersebut, maka risikonya adalah malah menjauhkan objek dakwah (mad'u) dari tujuan dakwah.
Tindakan para da'i yang mudah sekali memvonis orang dengan sebutan sesat, bid'ah, kafir, dan sejenisnya itu merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan spirit An-Nahl ayat 125 di atas.
Sebagai contoh, mari kita lihat dakwah yang menggembirakan dan mencerahkan dari Buya Hamka berikut ini:
Irfan Hamka (putra Buya Hamka) menuturkan bahwa sudah menjadi rutinitas Buya Hamka di Masjid Agung Kemayoran Jakarta memberikan ceramah setelah selesai shalat subuh. Setelah Buya Hamka selesai memberikan ceramah dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.
Ada seorang jamaah bertanya dan meminta pendapat Buya Hamka:
"Buya, saya punya tetangga dua orang. Yang satu haji, taatnya bukan main. Setiap waktu shalat, Pak Haji selalu ke masjid dekat rumah kami. Puasa tidak pernah lalai, begitu pula membayar zakat fitrah.
Tapi sayang, Pak Haji ini tidak pernah akur dengan tetangga. Hewan ternak tetangga yang masuk ke halaman rumah selalu dilempar dengan batu.
Sementara tetangga yang satu lagi adalah seorang dokter. Bukan main baiknya. Bila ada orang yang sakit, tengah malam pun dokter ini tidak menampik bila ada pasien datang ke rumahnya.
Hanya saja sayang Buya, dokter ini tidak pernah ke masjid dan shalat. Bagaimana ini, Buya ?"
Begitulah pertanyaan yang dilontarkan ke Buya Hamka dari salah seorang jamaah.