Dikuasai secara nyata.
Tidak ada keberatan atau gugatan dalam lima tahun terakhir.
Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Tidak bertentangan dengan asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).
Dalam kasus ini, meskipun sertifikat tersebut dibatalkan, pemiliknya dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk membela hak mereka. Rangkaian dasar pembatalan tersebut tidak bisa dilakukan dengan asumsi belaka. Cacatnya prosedur harus diproses secara hukum dan didukung oleh bukti yang kuat agar tidak menimbulkan konflik baru.
Tantangan Hukum dan Keputusan Menteri ATR/BPN
Menteri ATR telah mengambil langkah tegas dengan membatalkan sertifikat tersebut. Namun, langkah ini menimbulkan tantangan hukum yang tidak kecil. Gugatan dari pihak yang merasa dirugikan berpotensi memperpanjang polemik ini. Proses hukum yang panjang dan rumit dapat melibatkan berbagai pihak, mulai dari tingkat lokal hingga nasional.
Keputusan untuk membatalkan sertifikat tidak bisa dilakukan hanya berdasarkan asumsi atau tekanan opini publik. Pembatalan yang terburu-buru justru berisiko kontra produktif, misalnya dengan melepaskan tanggung jawab pidana dari mafia laut. Jika unsur deliknya dianggap batal karena sertifikat sudah dicabut, pelanggaran pidana yang mendasari penerbitan sertifikat bisa saja terabaikan.
Oleh karena itu, ATR/BPN harus memastikan proses hukum berjalan secara komprehensif, terutama jika ada indikasi pelanggaran pidana, seperti fraud teknis, pemalsuan dokumen, atau penyampaian data yang tidak benar.Â
Proses pidana harus didahulukan untuk membuktikan adanya kecurangan yang melibatkan pihak terkait, termasuk pejabat yang terlibat dalam penerbitan sertifikat. Tanpa langkah hukum yang jelas, pembatalan ini hanya akan menjadi simbol kebingungan dalam tata kelola aset negara.
Kesimpulan Dan Pelajaran