Sepak bola adalah olahraga yang mengajarkan nilai-nilai kerja sama dan kolektivitas. Kesebelasan, dengan sebelas pemain di lapangan, adalah simbol dari harmoni dan sinergi yang ideal.
Namun, dalam praktiknya, sering kali ketika sebuah tim gagal, fokus kritik hanya tertuju pada satu individu, biasanya pelatih. Padahal, keberhasilan dalam sepak bola tidak pernah bisa disandarkan pada satu orang saja.
Ini adalah hasil dari kerja tim yang melibatkan pemain, pelatih, manajemen, dan sistem yang mendukung.
Belajar dari Spanyol, Filosofi Kerja Sama
Spanyol di Piala Dunia 2010 adalah contoh sempurna bagaimana kerja tim dan sistem yang matang bisa menghasilkan kejayaan. Tim ini dikenal dengan gaya tiki-taka yang mengandalkan penguasaan bola dan kerja sama di semua lini.
Meski memiliki bintang-bintang seperti Xavi, Iniesta, dan Villa, kemenangan Spanyol adalah hasil dari kolektivitas yang terbangun selama bertahun-tahun, dimulai dari akademi seperti La Masia yang melahirkan generasi pemain cemerlang.
Kapten Iker Casillas adalah simbol kepemimpinan di tim ini. Sebagai penjaga gawang, perannya tidak mencetak gol, tetapi ia adalah jangkar stabilitas tim, termasuk penyelamatan krusialnya melawan Belanda di final.
Ketika Casillas mengangkat trofi Piala Dunia, itu bukan hanya pencapaian individu, tetapi penghargaan untuk kerja keras seluruh tim dan sistem yang mendukung mereka. Ini adalah filosofi bahwa sepak bola adalah kerja tim, bukan permainan satu orang.
Jerman, Sistem dan Regenerasi yang Konsisten
Jerman adalah contoh negara yang sukses dalam membangun sistem sepak bola berkelanjutan. Kemenangan mereka di Piala Dunia 2014 adalah hasil dari reformasi besar-besaran yang dimulai sejak tahun 2000.
Setelah kegagalan di Euro 2000, Jerman memutuskan untuk fokus pada pembinaan pemain muda dengan memperkuat akademi lokal dan meningkatkan kualitas liga domestik mereka, Bundesliga.
Joachim Lw, pelatih Jerman saat itu, mendapatkan dukungan penuh dari federasi, mulai dari fasilitas latihan hingga pemain yang lahir dari akademi-akademi terbaik di negara itu.
Tim seperti Manuel Neuer, Toni Kroos, Thomas Mller, dan Mesut zil adalah produk dari sistem tersebut. Kemenangan telak 7-1 atas Brasil di semifinal menunjukkan bahwa kekuatan Jerman tidak hanya ada pada pelatih, tetapi pada kerja tim yang terorganisasi dengan baik dan dukungan sistemik yang kuat.
Belanda: Filosofi Total Football dan Kekuatan Kolektivitas
Belanda, meskipun belum pernah memenangkan Piala Dunia, adalah pelopor gaya sepak bola modern dengan filosofi Total Football. Filosofi ini dikembangkan oleh pelatih legendaris Rinus Michels, yang mengandalkan fleksibilitas pemain untuk bertukar posisi di lapangan, menciptakan gaya permainan yang dinamis dan sulit diprediksi. Total Football menjadi landasan yang memperlihatkan bagaimana kekuatan kolektivitas dan kerja sama menjadi pusat permainan.
Di Piala Dunia 2010, di bawah asuhan Bert van Marwijk, Belanda menunjukkan kerja sama yang kuat dengan mengandalkan pemain-pemain seperti Wesley Sneijder, Arjen Robben, dan Robin van Persie. Meskipun mereka tidak bermain dengan gaya Total Football seperti generasi sebelumnya, filosofi kolektivitas tetap terlihat dalam permainan mereka.
Belanda melaju hingga final dengan pendekatan yang pragmatis namun tetap mengandalkan kerja sama tim yang solid.
Kekalahan mereka di final melawan Spanyol adalah bukti bahwa sepak bola bukan hanya tentang bakat individu atau strategi pelatih, tetapi juga tentang momen-momen kecil di lapangan yang ditentukan oleh sistem yang lebih besar.
Belanda tetap menjadi contoh negara yang konsisten menghasilkan pemain hebat karena sistem pembinaan mereka yang kuat, didukung oleh akademi seperti Ajax yang menjadi salah satu yang terbaik di dunia.
Belanda juga memberikan pelajaran penting, meskipun belum pernah meraih gelar Piala Dunia, mereka selalu menjadi kekuatan besar karena dedikasi mereka terhadap filosofi sepak bola yang menempatkan tim di atas segalanya.
Setiap generasi pemain Belanda membawa semangat kerja sama dan fleksibilitas yang membuat mereka tetap kompetitif di tingkat internasional.
Mengapa Sepak Bola Indonesia Harus Belajar?
Sepak bola Indonesia sering kali terjebak dalam pola pikir yang salah. Ketika tim nasional gagal, pelatih menjadi kambing hitam, seolah-olah semua tanggung jawab ada di pundaknya. Padahal, pelatih hanyalah satu bagian dari kesebelasan besar yang melibatkan banyak elemen. Jika sistem tidak mendukung, pelatih sehebat apa pun tidak akan bisa membawa tim menuju kemenangan.
Contoh nyata dari sistem yang lemah adalah minimnya pembinaan pemain muda yang terarah, liga domestik yang tidak kompetitif, dan infrastruktur yang belum memadai. Dibandingkan dengan Jerman yang membangun akademi modern, Spanyol dengan generasi emasnya, atau Belanda dengan filosofi Total Football, Indonesia masih jauh tertinggal.
Jika kita ingin sepak bola Indonesia maju, kita harus berhenti mencari kambing hitam dan mulai fokus membangun sistem. Pembinaan pemain muda harus menjadi prioritas, liga domestik perlu dikelola secara profesional, dan infrastruktur sepak bola harus diperbaiki. Ketua PSSI, sebagai pemimpin federasi, harus memikul tanggung jawab untuk menciptakan ekosistem yang mendukung keberhasilan jangka panjang.
Kerja Tim yang Menentukan Keberhasilan
Kesebelasan bukanlah one-man show. Seperti yang ditunjukkan oleh Spanyol, Jerman, dan Belanda, keberhasilan dalam sepak bola adalah hasil dari kerja tim dan sistem yang kuat. Pelatih, pemain, dan manajemen semuanya memiliki peran masing-masing, tetapi tanggung jawab strategis tetap ada di tangan pemimpin tertinggi, dalam hal ini Ketua PSSI.
Saatnya kita belajar dari negara-negara sukses, berhenti menyalahkan satu individu, dan mulai membangun sistem sepak bola Indonesia yang berkelanjutan. Sepak bola adalah olahraga kolektif, dan hanya dengan kerja sama di semua lini kita bisa meraih kejayaan yang sesungguhnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI