Sepak bola Indonesia sering kali terjebak dalam pola pikir yang salah. Ketika tim nasional gagal, pelatih menjadi kambing hitam, seolah-olah semua tanggung jawab ada di pundaknya. Padahal, pelatih hanyalah satu bagian dari kesebelasan besar yang melibatkan banyak elemen. Jika sistem tidak mendukung, pelatih sehebat apa pun tidak akan bisa membawa tim menuju kemenangan.
Contoh nyata dari sistem yang lemah adalah minimnya pembinaan pemain muda yang terarah, liga domestik yang tidak kompetitif, dan infrastruktur yang belum memadai. Dibandingkan dengan Jerman yang membangun akademi modern, Spanyol dengan generasi emasnya, atau Belanda dengan filosofi Total Football, Indonesia masih jauh tertinggal.
Jika kita ingin sepak bola Indonesia maju, kita harus berhenti mencari kambing hitam dan mulai fokus membangun sistem. Pembinaan pemain muda harus menjadi prioritas, liga domestik perlu dikelola secara profesional, dan infrastruktur sepak bola harus diperbaiki. Ketua PSSI, sebagai pemimpin federasi, harus memikul tanggung jawab untuk menciptakan ekosistem yang mendukung keberhasilan jangka panjang.
Kerja Tim yang Menentukan Keberhasilan
Kesebelasan bukanlah one-man show. Seperti yang ditunjukkan oleh Spanyol, Jerman, dan Belanda, keberhasilan dalam sepak bola adalah hasil dari kerja tim dan sistem yang kuat. Pelatih, pemain, dan manajemen semuanya memiliki peran masing-masing, tetapi tanggung jawab strategis tetap ada di tangan pemimpin tertinggi, dalam hal ini Ketua PSSI.
Saatnya kita belajar dari negara-negara sukses, berhenti menyalahkan satu individu, dan mulai membangun sistem sepak bola Indonesia yang berkelanjutan. Sepak bola adalah olahraga kolektif, dan hanya dengan kerja sama di semua lini kita bisa meraih kejayaan yang sesungguhnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI