Indonesia itu kayak tukang becak di tanjakan, UMKM (Usaha Mikro, Kecil, Menengah) yang selalu jadi penyelamat. Hidup mereka itu seperti filosofi Jawa: "Urip karepmu, modar yo karepmu." Hidup itu pilihan. Mau sukses? Usaha. Mau menyerah? Ya tinggal terkapar.
berat, ngos-ngosan, tapi selalu berhasil sampai tujuan. Meski krisis datang bertubi-tubi, kita tetap bertahan, bukan karena keajaiban, tapi karena adaTahun 1998 Wartel Raja Telekomunikasi di Tengah Krisis
Bayangkan tahun 1998. Krisis moneter bikin ekonomi kita jungkir balik. Kurs rupiah jatuh bebas dari Rp2.000 ke Rp16.000 per dolar. Harga kebutuhan pokok melonjak gila-gilaan, dan rakyat kecil bingung mau ngadu ke siapa. Tapi di tengah kekacauan itu, muncul Wartel (Warung Telekomunikasi) sebagai penyelamat. Wartel bukan cuma tempat telepon, tapi juga tempat curhat dan bahkan transaksi bisnis dadakan.
Wartel ini punya nama keren tergantung lokasinya: ada Warpostel, Kiostel, hingga TUT (Telepon Umum Tunggu). Kalau yang antre banyak, operatornya berubah jadi "hakim waktu." Ada pelanggan yang cuma bayar lima menit tapi ngomongnya satu jam. Bahkan, ada cerita ibu-ibu yang sampai marah-marah karena anaknya nggak bisa jawab pertanyaan soal matematika lewat telepon. Masalah ekonomi global? Wartel tetap ramai.
Dan jangan lupakan TUT. TUT ini bukan singkatan kampus teknik, tapi Telepon Umum Tunggu. Biasanya ada di tempat strategis seperti pasar, terminal, dan pinggir jalan. Bahkan TUT sering dijadikan tempat ngobrol operator yang sibuk mengatur antrean sambil ngemil mi instan!
Puncaknya, pada periode 1998-2001, lebih dari 1 juta UMKM di seluruh Indonesia menggantungkan hidupnya dari bisnis Wartel dan sejenisnya. Wartel ini kayak WhatsApp dan Telegram zaman sekarang, tapi bayar per menit!
Tesy Srimulat  Akik dan Gaya Hidup Mistis
Lalu datanglah Tesy Srimulat, pelawak legendaris yang jadi ikon akik nasional. Sebelum akik booming di 2008, Tesy sudah mempopulerkan akik dengan caranya sendiri. Semua jarinya penuh cincin akik warna-warni, kayak katalog batu alam berjalan. Dari hijau zamrud sampai merah saga, akik Tesy ini nggak cuma gaya, tapi juga jadi bahan obrolan.
Tesy ini pelopor akik dengan sentuhan mistis. Konon katanya, cincin akik Tesy punya khasiat kebal bacok. Tapi fansnya lebih percaya, akik itu bikin Tesy kebal dari ejekan penonton karena tiap kali dia tampil, orang pasti ketawa terbahak-bahak. Tesy adalah bukti hidup bahwa akik bukan cuma sekadar batu, tapi juga senjata hiburan.
2008 Akik, Penyelamat Ekonomi di Tengah Krisis Global
Lompat ke tahun 2008. Dunia dihantam krisis keuangan global. Bank besar tumbang, dolar mengamuk, dan ekonomi terpuruk. Tapi Indonesia? Tenang. Kita punya batu akik.
Awalnya, akik cuma batu biasa yang dijual di pasar malam dengan promosi ajaib: "Ini buat manggil jodoh, ini buat penglaris dagangan." Tapi tiba-tiba, akik berubah jadi tren nasional. Presiden SBY bahkan ikut mempromosikan akik saat memberikan Batu Bacan sebagai cendera mata kepada Barack Obama. Obama mungkin bingung, "Ini batu buat apa? Koleksi museum atau mantra?" Tapi bagi kita, akik adalah simbol harapan.
Drama Mistis Akik: Dari Ayam Bertelur Ganda hingga Anti Santet
Yang bikin akik spesial itu bukan cuma bentuknya, tapi juga kisah mistisnya.
Ada akik yang katanya bikin ayam bertelur dua kali lipat. Tapi ayamnya stres karena sering kena asap rokok di kandang.
Ada akik yang katanya bikin dagangan laris. Padahal yang bikin laris itu diskon "Beli satu gratis satu."
Dan yang paling populer: akik "kebal bacok." Banyak tukang parkir pakai akik ini buat gaya. Tapi kalau ada preman ngamuk, mereka tetap lari duluan.
Lucunya, akik juga sering jadi bahan guyonan di era OTT (Operasi Tangkap Tangan). Ada candaan, "Coba pakai akik anti-OTT, pasti laku keras di kalangan pejabat!" Atau mungkin zaman akik ini, ada pejabat yang jadi bintang iklan anti-korupsi, tapi malah kena OTT. Ibarat jeruk makan jeruk, ironi banget, kan?
Akik itu seperti drama Korea versi lokal: selalu ada cerita, selalu ada khasiat, dan selalu bikin orang penasaran.
Jutaan orang Indonesia terkesima dengan akik dan mitos mitosnya, tentu melahirkan trilyunan transaksi dari Akik ini, semua kalangan baik pejabat maupun rakyat larut dalam cerita mitos akik ini.
UMKM Tangguh dengan Filosofi "Urip Karepmu, Modar Yo Karepmu"
Dari Wartel di 1998 hingga akik di 2008, UMKM membuktikan bahwa mereka adalah tulang punggung ekonomi Indonesia. Wartel menyelamatkan komunikasi rakyat, sementara akik menyelamatkan ekonomi rakyat. Filosofi hidup UMKM ini sederhana: "Urip karepmu, modar yo karepmu." Hidup itu pilihan. Kalau mau sukses, usaha keras. Kalau menyerah, ya jangan salahkan nasib.
Jadi, kapan pun krisis melanda, Indonesia nggak perlu panik. Selama masih ada UMKM, Indonesia nggak akan modar. Terima kasih Wartel, terima kasih Akik, dan terima kasih Tesy Srimulat---ikon akik sejati yang mengajarkan kita bahwa bahkan batu kecil bisa membawa mimpi besar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H