Dicky, Sekretaris Desa Karang Lega, duduk termenung di sudut ruangan kantor desa, ditemani secangkir kopi hitam yang hampir habis dan sebatang rokok Dji Sam Soe. Matanya kosong, terpaku pada layar laptop, meski pikirannya melayang jauh. Ia tengah memikirkan program ketahanan pangan yang harus disiapkan melalui dana desa.
"Duh, pa sekdes, sore-sore kok melamun, sih?" suara keras Tarmin, teman dekatnya, mengusik ketenangannya. Tarmin, yang juga sekretaris desa, baru saja masuk dengan langkah santai, seakan tidak peduli dengan kekhawatiran yang sedang menyelimuti Dicky.
"Ah, kebetulan nih ada kamu, Min. Gimana di desa kamu, soal program ketahanan pangan itu? Kamu kan juga sekretaris desa, kayaknya santai aja," jawab Dicky, setengah bercanda.
"Ah, kamu mah masalah gitu aja pusing. Santai aja, jangan ikut-ikutan pusing!" balas Tarmin dengan gaya khasnya yang selalu tenang.
"Ga pusing gimana, Min. Sebetulnya saya udah cukup santai bulan Januari ini, karena APBDesa sudah terposting akhir Desember kemarin. Eh, tiba-tiba tanggal 9 Januari muncul Kepmendesa PDT Nomor 3 Tahun 2025 yang mengatur agar program ketahanan pangan melalui penyertaan modal BUMDesa," jawab Dicky dengan nada kesal.
Tarmin tertawa kecil. "Gini, Dick! Kepmendesa itu terbitnya setelah APBDesa ditetapkan, jadi ya udah lah, abaikan saja. Siapa suruh terbitnya setelah APBDesa ditetapkan."
"Hus! Kamu nggak ngerti, Min! Kepmendesa itu terbit untuk mendukung swasembada pangan sesuai Asta Cita Presiden Prabowo. Kamu mau melawan instruksi presiden dan menteri?" Dicky merengut, merasa pusing.
Tarmin malah semakin santai. "Ya nggak gitu juga sih, Dick. Cuma kan, kita sebagai perangkat desa bingung nih. Kalau kita baca Permendagri 20 Tahun 2018, itu jelas bilang perubahan APBDesa hanya bisa dilakukan sekali dalam setahun, kecuali ada kejadian luar biasa, dan itu harus ada Peraturan Bupati."
Dicky mengernyitkan dahi. "Jadi, menurut kamu, Kepmendesa bisa dijadikan dasar hukum untuk merubah APBDesa, Min? Dan apakah program ketahanan pangan ini bisa dijadikan sebagai kriteria kejadian luar biasa untuk dilakukan perubahan APBDesa?"
"Duh, bahasa kamu terlalu tinggi, Min! Bikin saya tambah pusing aja," keluh Dicky sambil menyeruput kopi.
"Cuanki! Cuanki! Cuanki!" suara panggilan pedagang cuanki terdengar di luar. Tarmin berdiri, "Udah deh, mending kita makan cuanki dulu, Dick. Otakmu perlu di-reset."
Beberapa menit kemudian, sambil menikmati semangkuk cuanki yang panas, Tarmin melanjutkan obrolannya.
"Dick, kemarin saya ikut zoom meeting membahas implementasi Kepmendesa 3 Tahun 2025."
"Wah, bagus tuh. Ada pencerahan nggak dari yang kamu ikuti, Min?" tanya Dicky penasaran.
Tarmin menggelengkan kepala, "Pusing malah. Soalnya, dua kementerian itu kayaknya belum selaras."
"Hahaha, untung saya nggak ikutan zoom-nya!" Dicky tertawa kecil, merasa lega.
"Dasar kamu! Suruh ikutan zoom aja males, apalagi baca regulasi," cibir Tarmin.
"Lah, kan biasanya saya minta rangkumannya aja dari kamu, hehehe."
Tarmin melanjutkan, "Jadi gini, Dick. Dari zoom itu, Kemendesa diwakili Dirjen PDP bilang kalau Kepmendesa 3 Tahun 2025 itu sifatnya Mandatori. Artinya, ketahanan pangan harus melalui penyertaan modal BUMDesa, kalau desa memiliki BUMDesa. Atau bisa juga melalui lembaga ekonomi desa, atau bahkan membentuk Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) ketahanan pangan."
"Berarti, ketahanan pangan yang udah kita input di menu kegiatan dan belanja, harus dipindah ke pembiayaan 2 sebagai penyertaan modal?" Dicky menebak.
"Yup, betul banget!" jawab Tarmin.
"Lalu, kemarin dari Kemendagri juga bilang, di Siskeudes, ketahanan pangan cuma ada di menu belanja. Kalau dipindahin ke pembiayaan dua, itu nggak bisa ditagging. Kan masalah juga tuh!" kata Dicky mulai panik.
"Iya, Dick, betul banget! Kalau nggak bisa ditagging, nanti kegiatan Earmark yang tujuh itu bakal kurang satu," Tarmin menjelaskan.
"Terus kalau nggak bisa ditagging di Omspan, dana desa nggak bisa diajukan dong?" Dicky bertanya lagi, semakin bingung.
"Iya, benar. Omspan cuma bisa tagging kegiatan di menu belanja. Kalau ketahanan pangan masuk ke pembiayaan dua, otomatis nilai di Omspan jadi nol. Kalau ada kegiatan yang nggak tercatat atau nol, dana desa nggak bisa diajukan," jawab Tarmin.
"Sepertinya Kepmendesa nggak mempertimbangkan sampai ke teknisnya deh, Min. Aduh, saya tambah pusing aja!" Dicky merapalkan keluhannya.
"Kamu harus terbiasa, Dick. Perbanyak baca regulasi biar nggak pusing. Desa itu pengaturannya lintas kementerian, lho. Kemendesa urus prioritas dana desa, Kemenkeu urus besaran pagu dan prosedur pencairan dana desa, Kemendagri urus pengelolaan keuangan desa melalui Siskeudes," ujar Tarmin bijak.
"Jadi, sekretaris desa itu makin pusing aja, Min," Dicky menggantungkan kata-katanya, mengeluh.
"Makanya, melek literasi, biar nggak pusing. Hehehe," jawab Tarmin sambil tertawa.
Dicky menghela napas panjang. "Jadi, kesimpulannya apa, Min?"
Tarmin tersenyum nakal. "Ah, kamu mah biasa minta kesimpulannya aja. Tonton aja rekaman zoom-nya di YouTube. Ada kok, durasinya tiga jam."
Dicky terkejut. "Tiga jam?! Aduh, saya malas banget nonton yang panjang-panjang gitu."
"Gini aja, Dick. Intinya nanti bakal diterbitkan Surat Edaran bersama antara Kemendesa PDT, Kemendagri, dan Kemenkeu. Itu yang bakal jadi petunjuk teknis buat implementasi Kepmendesa 3 Tahun 2025, supaya nggak ada masalah dalam perubahan APBDesa dan penginputan di Siskeudes serta Omspan. Pokoknya, semua sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku."
Dicky mengangguk, meski kepalanya masih terasa berat. "Oke deh, Min. Moga-moga cepet jelas semua ini."
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI