Mohon tunggu...
niha nur fauzyah
niha nur fauzyah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - pelajar

joogging

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Masih Ada

27 Maret 2024   20:21 Diperbarui: 27 Maret 2024   20:34 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tik.. tik..tik.. dentuman detik waktu membawaku begitu cepat. Memaksa ku untuk cepat melupakan masa lalu. Ya, masa lalu, masa lalu yang sulit untuk di definisikan. Bahagiakan? Sedihkah? Pilukah? Aku tak tahu apa yang aku rasakan. Yang jelas, ketika aku mengingat nya seolah aku mati rasa, tak dapat merasakan apapun. Bagiku semua sama, sedih, bahagia,pilu,suka dan duka hanyalah sebuah nama. Sama sama tak lagii indah, sama sama tak lagii menyakitkan dan tak bermakna.

Pagi ini adalah hari pertama kelas 3 SMA, waktu mempertemukan ku dengan seseorang.

"Git.." ku dengar seseorang memanggil ku. Ternyata dia adalah Panji, teman kelasku. Dia menepuk bahuku. " mau kemana git?", Tanyanya. " Mau ke kantin", jawabku.

" Kamu cukur rambut?", Tanyaku.

" Iya git, kenapa memangnya? Ganteng kan aku?". Tanya nya dengan penuh rasa percaya diri

 "Hmm,lumayan sii" Jawab Gita dengan mengerut kan keningnya.

" Haha sudah jujur saja git, aku memang ganteng". Cetus nya.

Sejujur nya, Panji mirip dengan Aksara, seseorang dari masa lalu ku. Semua yang ada pada diri Panji, mirip dengan Aksara. Sejak kelas 1 SMA, sejak aku mengenal Panji, disitulah sosok Aksara seolah kembali dalam kehidupan dengan nama yang berbeda. Nama Aksara masih belum aku bisa hapus dari hatiku, namun kehadiran Panji dapat membuat ku melupakan nya. Walaupun wajah nya tak sama persis, namun perhatian dan kebiasaan nya sangat sama persis dengan Aksara. Aku jadi rindu pada Aksara, rindu ini membuat ku seperti ingin kembali pada Aksara. 

" Hai Gitaa.. Ada apa? Ko melamun begitu si?" Tanya Panji. Tanpa menunggu jawaban ku, dia pun menarikku untuk masuk ke kelas, ternyata bel masuk sudah berbunyi tapi aku tidak mendengar nya. Sesampainya dia kelas, Panji malah duduk di samping ku, aku ingin mengusir nya tetepi bagaimana bisa aku mengusirnya, hanya karena kepentingan pribadi ku.  Aku coba mengunci hati untuk Panji dan Aksara. Ku lihat cewek cewek dengan tatapan sinis, saat melihat ku dekat dengan Panji, pastinya secara Panji termasuk dalam kategori pria yang tampan dan terpopuler di sekolah, selain itu dia juga pintar. Siapa sih yang tidak suka melihat cowo seperti Panji. Aku pun suka dengan nya, tapi untuk mendapatkan nya, itu hanya sebuah mimpi.

Membuat Panji suka padaku saja mungkin hanya sebuah haluan saja. Berapa ribu cewe yang harus aku hadapi, jika aku mendapatkan Panji. Ah mengahayal.

Bel istirahat berbunyi, aku tak beranjak dari tempat duduk ku. Aku masih memandangi wajah Panji yang sedang tertidur pulas sejak jam pelajaran di mulai. Sayang nya Bu Dea memanggil Panji dan terpaksa aku membangun kan nya. Saat dia bergegas ingin keluar kelas, rasanya aku tak ingin dia pergi, aku pasti bakal ngerasa kangen padanya, ini memang berlebihan tapi ini juga kenyataan nya.

Seperti hal nya pada Hari pernah masuk kelas 2 SMA. Panji telah berhasil mewarnai kanvas ku yang sudah lama kusam. Entah mengapa aku ingin sekali Panji mewarnai kanvas ku untuk selamanya. Hari hari ku sangat berwarna dengan kehadiran Panji. Tidak terasa 2 bulan pun berlalu, berarti 2 bulan pula kebersamaan ku dengan Panji. Ternyata di waktu 2 bulan, banyak sekali hal yang sudah kami ceritakan, terkecuali ceritaku tentang kemiripan nya dengan Aksara. Panji orang yang asik, baik, perhatian, pendengar cerita yang setia, dan saran saran nya benar benar Jitu. Aku ingin segera menghapus nama Aksara dari hati ku, agar aku tak terus menjadi luka. Suatu malam, aku bertekad untuk menceritakan nya. Namun sebelum aku ingin bercerita, sebuah pesan masuk di handphone ku, dia mengirimkan pesan untukku.

Isinya seperti ini : Gita, maaf ya tadi pagi aku lupa pamit. 1 bulan kedepan aku akan karantina di Jogjakarta, pelatihan olimpiade robotic. Aku berangkat hari ini jam 11 malam. Kamu baik - baik disini ya ! Oiya jangan hubungin aku karena hp ku di nonaktifkan.

Pesannya membuat senyumku keruh. Aku pun membalas nya : ah, Panji ya udah kamu juga baik baik disana ya! Aku bakal ngerasa kehilangan kamu bangett, soalnya kalo ada tugas - tugas yang gak aku faham kan aku selalu tanya ke kamu, terus nanti aku nanya ke siapa lagi dong??

Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, biasanya aku sudah tertidur pulas, tapi kali ini tidak. Aku mencoba berkali kali mengatup mataku, namun nihil. Akhirnya, aku coba menghubungi Panji, tapi Hp nya mati. Gak tahu rasanya aku pengen nangis. Aku merasa tidak ingin jauh dari Panji. Tiba-tiba ada pesan masuk : Gita, suatu saat nanti pasti akan datang. Tunggu aku! Panji.

Dalam fikiran ku, apapun yang Panji katakan, yang penting dia mengirimkan pesan ini untukku, artinya dia mengerti perasaanku.

Esoknya, aku merasakan hari hari hambar tanpa Panji. 1 hari saja rasanya seperti sudah sangat lama, aku merasa tak mampu tanpa ada nya kehadiran Panji dan aku tak dapat tersenyum tanpanya. Tiap kali aku memandangi bangkunya, aku merindukan nya, hari hari tanpa Panji itu gak asik.

Ketika aku mencoba berbaring dibangkunya aku lihat di kolong mejanya ada sebuah kotak. Aku ragu untuk menyentuh kotak itu. Rasa penasaranku membuatku mencoba mengambil kotak itu namun saat aku mencoba meraih kotak itu Pak Imam memanggilku beliau memberiku telfon dari Panji.

"Hallo?" suara dari telfon itu.

"Ya, hallo?" Jawabku.

 "Ini Gita? Git, ini Panji." Suara dari telfon itu. "Ya, Pan ini aku Gita. Kamu baik di situ? Ada apa ya kok telfon?" Jawabku.

Rupanya Panji tak menjawab, akhirnya aku lanjut bertanya, "Pan, katanya HP di nonaktifkan? Tapi kamu kok? Bohong ya? Loh, karantinanya udah tah? Apa lagi istirahat? Hallo? Yoga? Hallo?"

"Ehm, ya maaf. Gita, baik-baik ya? Tunggu aku! Udah dulu tentornya datang nih. Assalamu'alaikum," jawab Panji  dan dia menutup telfonnya. "Wassalamu'alaikum," jawabku.

Sejak saat itu aku tak pernah tahu kabar Panji lagi, dia tak pernah menghubungi aku lagi begitupun aku. Mau tak mau aku harus jalani hari- hari tanpa Panji, lagian siapa aku. Hari-hari tanpa Panji tak beda jauh dengan hari-hari yang aku jalani setelah putus dari Aksara, semua serba nggak asik. Saking kangennya sama Panji sampe aku sering ngehayalin dia dan nggak jarang ke bawa mimpi. Aku sering berhayal dia mengatakan cinta dan di setiap hayalanku jawabanku berbeda-beda begitupun dengan tingkahku, salting. Hal itu sering pula bikin aku tertawa sendiri. Aneh...!!!

Meski kangen aku berusaha tegar dan berusaha untuk tak memberi tahu teman-teman yang lain. Aku tak mau mengulang hidup seperti saat-saat setelah putus dari Aksara. Aku masih penasaran dengan Ternyata pesan Panji untuk 1 bulan menunggunya. menunggu Panji benar menyiksa. Aku terus bertahan, berusaha berdiri tegak dan bersabar menunggu Panji.

Suatu hari aku jumpai Aksara di depan sekolahku. Aku kangen banget sama dia. Dalam pikirku, untuk apa dia ke sini? Mungkinkah dia ingin bertemu denganku? Rupanya dia menjemput seorang cewek, yang nggak lain teman sekelasku, Rere. Akupun bergegas menunjukkan diri kepada mereka.

"Eh, Rere." Sapaku.

"Gita?" Respon Rere bingung.

Aksara memalingkan muka, mencoba mengalihkan pandanganku. Mungkin dia pikir aku tak tahu bahwa itu diriya. Aksara bergegas pergi bersama Rere, dia mencoba menutupi wajahnya tapi sayangnya aku tahu siapa dirinya.

"Ehm..." Seruku.

"Ada apa ya, Git?" Tanya Rere.

 "Emm, dia siapa?" Tanyaku.

Rere hanya diam dan seolah memberi isyarat kepada Aksara tentang sesuatu. Begitu pula Aksara, dia diam dan sibuk memalingkan muka. Akupun memilih untuk diam juga dan seolah menahan mereka. Setiap mereka akan melangkah pergi aku menegurnya yang akhirnya Aksara membuka helmnya dan membentakku.

"Mau kamu apa sih? Nggak usah seperti ini dong! Ternyata kamu nggak berubah ya." Bentaknya.

 "Maksud kamu?" Tanyaku sok polos, sejujurnya aku jengkel.

"Biarin kita pergi dari sini! Kamu nggak perlu bikin aku tertekan, apa lagi menekan Rere!" Bentaknya lagi.

"Oh.." Jawabku.

"Kamu itu masa lalu. Masa lalu yang nggak banget untuk di kenang, terlalu menyakitkan. Kamu kan yang mau hal ini? Kamu toh yang memulai ini? Nggak nyangka, ternyata kamu nggak sepolos yang aku kira, naif. Harusnya kamu bisa lepasin aku dan relakan aku dengan Rere, toh kamu sendirikan yang bilang kalau kamu nggak cinta sama aku. Terus pengorbananku untuk meraih cinta kamu itu bohong, sia-sia. Kamu cuma manfaatin aku, cuma pengen hartaku aja, cuma pengen numpang pansos aja. Jahat ya..!!" Bentaknya.

Aku hanya bisa menangis dan membiarkan setiap pasang mata menontonku.

"Ah.. udah ah!!" Seru Aksara melangkah pergi. "Berarti kamu buta." Kataku tiba-tiba, Aksara menghentikan langkahnya.

"Harusnya kalau kamu memang cinta sama aku, kamu bisa merasakan apa yang aku rasakan ketika bersama kamu. Memang benar, aku yang bilang kalau aku nggak cinta sama kamu waktu itu, tapi kamu nggak ngerti. Kamu nggak bisa ngerasakan kalau aku sayang banget sama kamu. Kamu nggak tahu, betapa berusahanya aku belajar mencintai kamu. Karena aku nggak pengen ngecewain kamu. Aku nggak pengen kamu sakit. Namun semua membuatku masih sulit untuk mencintai kamu. Akhirnya aku mencoba berani mengatakan itu semua dengan banyak pertimbangan, dengan korban perasaan. Mengorbankan cinta dan pacar pertamaku yang sangat aku cinta. Harusnya aku yang membenci kamu. Aku sudah tahu. Kalau kamu sengaja membuat kesalah pahaman antara aku dengan Gio. Semua yang aku lihat tentang keburukan Gio itu rekayasa kamu. Ternyata kamu hebat, hebat banget."

"Nggak... Sama sekali nggak!!!" bantah Aksara. Seketika suasana menjadi hening. Aku, Rere dan Aksara sama-sama membungkam seribu bahasa. Namun tiba-tiba seseorang dari arah lain berkata, "Gita..." Aku menoleh dengan perlahan bersama dengan langkah Aksaramenjauh, namun Rere menahannya.

"Gita, sejujurnya aku suka kamu. Mau nggak kamu jadi yang spesial dalam hatiku?" tembak Panji di depan umum.

 "Nggak!!!" jerit Rere dengan isakan tangisnya. Lantas jeritan Rere membuat semua pasang mata kebingungan, termasuk Aksara, Panji dan aku. "Apa sih maksud kamu?" tanya Aksara kepada Rere.

"Panji, aku sayang sama kamu. Mulai kelas satu SMP kita sekelas aku sudah suka sama kamu. Aku sengaja pendam perasaan ini karena aku yakin kamu nggak bakal pacaran sebelum lulus SMA. Aku pengen kamu jadi pacarku." Kata Rere.

Perkataan Rere pun kembali membuat kita bingung. sementara Aksara terpaku mendengar sahabatnya sejak SMP diam-diam memendam hati untuk dirinya.

Akupun bertanya, "Lantas kenapa kamu pacaran dengan Aksara?"

Namun rupanya Aksara marah dan salah paham, "Oh, rupanya kamu sekongkol dengan Gita?" "Apa maksud kamu? Nggak lah, ngapain." Jawabku.

"Kalian nggak perlu bertengkar! Karena ini semua kesalahanku. 1 tahun yang lalu waktu kelas X, Panji curhat kalau dia suka ke Gita, aku tahu kalau itu pertama kalinya Panji jatuh cinta. Mengetahui hal itu aku kecewa dan di tempat lesku mempertemukan aku dengan seorang murid baru, seorang cowok yang mirip banget dengan Panji yaitu Aksara. Semua yang ada di diri kalian sama. Aksara sepertinya menyukaiku dan akhirnya kita jadian. Aksara, sebenarnya yang aku cinta bukan kamu tapi Panji." Panjang lebar Rere.

"Sejujurnya aku dan Aksara pernah pacaran. Aku deketin kamu Panji karena tiap kali aku deket kamu aku seakan kembali bersama Aksara. Aku masih cinta sama menjelaskan semua itu. Aksara." Kataku mencoba Ternyata tambatan hatiku dan Rere masih ada. Meski Aksara dan Panji  dua orang yang berbeda tapi buat aku dan Rere kalian serasa orang yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun