Konsep Tasykik Al-Wujūd
Adapun dengan Prinsip tasykik al-wujūd, dikenal sebagai tingkatan wujūd, membahas tentang bagaimana keterkaitan dan variasi wujud saling berinteraksi. Nah, Suhrawardi sebagai pelopor Ashâlah al-māhiyah, hanya membahas prinsip ini dalam konteks cahaya, namun Mulla Sadra mengimplementasikannya pada hakikat wujud. Sebagai hasilnya, Mulla Sadra berusaha untuk menjelaskan dan mengangkat prinsip ini sebagai konsep ontologis yang sangat berarti, dan berhasil menyelesaikan banyak persoalan filosofis yang kompleks.
Beraneka ragam konsep, berasal dari lingkungan luar memunculkan keragaman dalam pikiran. Apakah variasi konsep mental ini juga memiliki relevansi di dunia luar, atau apakah hanya tercipta oleh pikiran? Pertanyaan mendasar lainnya timbul: jika realitas memiliki sifat jamak, mengapa ide-ide yang serupa muncul dalam pikiran kita, atau jika realitas bersifat tunggal, mengapa pikiran kita dipenuhi dengan beragam ide.
Memiliki karakter yang unik, sehingga Mulla Sadra tidak memberlakukan prinsip gradasi untuk māhiyah (sifat esensial) dalam pemikirannya. Sebagai contoh Māhiyah batu dengan sifatnya berbeda dengan māhiyah kayu, bahkan sebelum keduanya memiliki wujūd (keberadaan). Perbedaan intensitas wujūd hanya terletak pada dunia nyata, dalam bentuk manifestasi yang lebih kuat dan lebih lemah. Contoh lainnya adalah perbedaan intensitas cahaya atau prioritas sebab atas akibat dalam kausalitas. Pengalaman kita dalam mengamati berbagai realitas eksternal, termasuk intensitas, prioritas, dan kemungkinan, menjadi dasar argumen gradasi ini. Jadi, māhiyah adalah satu kesatuan yang memiliki tingkatan berbeda, menunjukkan bahwa keragaman bersatu dalam kesatuan dan sebaliknya. Proses ini disebut gradasi (tasykik).
Melihat teks sebelumnya, prinsip gradasi wujūd (Tasykik al-Wujud) memetik beberapa poin penting. diantara lain, Kemajemukan dan kesatuan adalah nyata. Maka mengartikan bahwa segala sesuatu di dunia memiliki tingkatan yang berbeda, namun tetap terhubung satu sama lain. Pada akhirnya, semua tingkatan akan bersatu dalam satu kesatuan. hal Ini menunjukkan bahwa semua ciptaan berasal dari satu sumber yang sama. Tingkatan yang berbeda saling meresap dan mempengaruhi satu sama lain. Ini juga mengartikan bahwa setiap tingkatan memiliki peran penting dalam keseluruhan sistem. Jadi, prinsip Tasykik menunjukkan bahwa wujūd (keberadaan) memiliki tingkatan yang berbeda, namun tetap terhubung dalam satu kesatuan. Prinsip ini hanya berlaku untuk wujūd yang bergantung dan manifestasi.
tasykik al-wujūd, yang berarti "gradasi wujūd", menunjukkan bahwa eksistensi (keberadaan) tak hanyanlah satu, tapi memiliki tingkatan yang berbeda-beda, seperti tingkatan tangga, mulai dari wujud Tuhan sampai pasir di pantai. yang mana setiap tingkatan yang lebih tinggi memiliki semua tingkatan yang lebih rendah di dalamnya. Hal penting untuk diingat bahwa tingkatan wujud ini bukan pada tingkat eksistensi, melainkan pada tingkat esensi (sifat esensial) atau māhiyyah. Semua makhluk bersatu pada tingkat eksistensi mereka, meskipun memiliki tingkatan esensi yang berbeda.
mujibmurtadha, mahasantri Pesantren Khatamun Nabiyyin Jakarta, sekaligus Mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H